Hangatnya Ramadhan Di Belgia

Muslimahdaily - Bulan Ramadhan merupakan momen berkumpul dan beribadah bersama keluarga. Menjalani ibadah di Bulan Ramadhan jauh dari keluarga dan berada di negara orang tentu tidak mudah.

Seperti yang dialami oleh Herwita Andriamasari atau yang akrab disapa Wita. Muslimah asal Indonesia yang saat ini tengah mendampingi suaminya melanjutkan kuliah PhD di Universitas Ghent, Belgia. Beliau membagikan kisah pengalamannya menjalankan ibadah Ramadhan ketiga kalinya di Belgia pada Muslimahdaily.com

“Alhamdulillah ini Ramadhan ketiga saya di Belgia, sekarang sedang spring sehingga waktu siang jadi lebih lama, berpuasanya juga lebih lama, sekitar 18-19 jam,” tutur Wita.

Walau waktu berpuasa yang terbilang jauh lebih lama, tak membuat keduanya bermalas-malasan. “Karena sudah niat ibadah jadi tidak terasa haus atau lapar namun hanya lemes dan sedikit pusing,” tambahnya.

Menjanakan ibadah puasa di Belgia tentu tak seperti di Indonesia. Durasi yang lebih lama, membuat rentang waktu antara berbuka dan sahur kembali jadi lebih sedikit. Akhirnya, kegiatan berbuka hingga shalat tarawih dan witir dilakukan lebih cepat. Dilanjutkan sahur pada pukul 2.30.

“Kami sih inginnya ibadah dan sholat dengan khusyuk dan tumaninah, namun rentang waktu yang hanya sebentar serta badan yang sudah lelah karena seharian aktifitas terkadang (membuat) shalat dalam keadaan ngantuk,“ cerita Wita.

Di Indonesia pada Bulan Ramadhan banyak masjid-masjid yang mengadakan kajian-kajian sekaligus buka bersama. Di Negara Belgia, khususnya para penduduk imigran muslim sering mengadakan buka puasa bersama. Wita dan keluarganya, serta para pelajar muslim Indonesia yang tergabung dalam KPMI (Komunitas Pengajian Muslim Indonesia) pun sering ikut serta dalam kegiatan ini.

“Acara bukber biasanya diadakan secara bergantian di rumah para pelajar dan model makanannya potluck, jadi kami bisa mencicipi masakan yang dibuat oleh pelajar-pelajar serta masyarakat muslim sekitar,” tutur Wita.

(Baca Juga : Hagia Sophia, Saksi Sejarah Penaklukan Konstatinopel)

Layaknya keluarga, KPMI bersama para muslim lain di Belgia pun senang berbagi dan menyemangati. Mereka bahkan membuat grup online untuk saling mengingatkan seputar ibadah di bulan penuh berkah ini.

“Kami juga membuat grup Whatsapp semacam ODOJ, untuk saling menyemangati dalam beribadah. Bedanya kami mengaji setengah juz,” lanjut Mbak Wita.

Merayakan Idul Fitri di Indonesia identik dengan silaturahim kepada saudara dan sanak family, dilanjutkan makan bersama dengan menu opor ayam dan ketupat. Di Belgia sendiri tidak ada makanan khas yang disajikan saat Ramadhan, dikarenakan masih minoritasnya agama Islam. Untuk itu para imigran muslim yang merayakan lebaran berkumpul bersama dan membuat masakan khas dari daerahnya masing-masing untuk kemudian disantap bersama.

“Kalo sedang puasa kan sering ya ngebayangin ‘duh pengen makan ini, pengen makan itu’ , langsung deh pas hari raya lebaran kita buat. Karena di sini tidak ada makanan khasnya, jadi disini kita tertantang utk bikin makanan-makanan khas ramadhan yang biasa kita makan di Indonesia,” kenang Wita.

Idul Fitri tahun ini jatuh pada weekday atau pada hari aktif sekolah dan bekerja, pemerintah Belgia sendiri memberikan surat edaran bagi sekolah-sekolah yang terdapat siswa-siswi yang beragama Islam untuk diberikan kebebasan libur.

Last modified on Minggu, 10 Jun 2018 15:03

Leave a Comment