×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12375

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Kisah Ulama yang Gemar Menyisir Rambut Ibunda

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Manshur bin Al Mu’tamar bukanlah pria biasa. Ia dikenal sebagai ulama yang menghafal Al-Qur’an dan meriwayatkan hadits, serta mengajarkan ilmu syar’i. Hari-harinya dipenuhi kesibukan tak terkira. Ia giat beribadah, giat belajar, namun juga meluangkan waktu setiap hari untuk merawat ibunya. Salah satu rutinitasnya yakni menyisir rambut ibunda.

Sang ibu telah renta. Rambutnya beruban lagi panjang. Manshur sang ulama tabi’in tak sedikit pun enggan untuk membelai rambut ibunda. Dengan telaten ia menyisirnya, membersihkannya, dan menjalinnya. Ia rutin melakukannya tanpa mengeluh.

Manshur merawat ibunya di sela kesibukannya belajar dan mengajar. Meski demikian, ia menjadi seorang yang paling faqih di kota tempat tinggalnya, Kuffah. Ia dikenal sebagai ulama yang paling hafal Al-Qur’an dan yang paling banyak menghafal hadits seantero Kuffah di masanya.

Orang-orang berdatangan untuk mengambil riwayat hadits darinya. Ia mempelajari banyak ilmu dari shahabat dan tabi’in lainnya. Namun meski berstatus ulama, Manshur tak mengubah kebiasaannya menyisir rambut ibunda.

Ia melayani sang ibu dengan rendah dan suka cita. Diikatnya rambut ibunda, diambil kutu-kutunya, hingga ibunda nampak bersih dan senang.

Kebiasaan Manshur ini pun diketahui teman-temannya. Salah satunya yakni Muhammad bin Bisyr Al Aslami. Ia sering kali menjadikan Manshur sebagai teladan dalam birrul walidain.

Ia berkata, “Tidaklah didapati orang yang paling berbakti kepada ibunya di kota Kuffah ini selain Manshur bin Al-Mu’tamar dan Abu Hanifah. Adapun Manshur sering mencari kutu di kepala ibunya, dan menjalin rambut ibunya.”

Masya Allah, adakah anak di masa kini yang bersedia melakukannya? Jangankan menyisir, menyentuh rambut ibunda pun mungkin enggan dilakukan.

Padahal keumuman ibu tentulah sangat sibuk mengurus rumah tangga hingga lupa merawat dirinya, lupa merawat rambutnya. Tengoklah ibu di rumah, sisirlah rambut kusutnya yang telah beruban.

(Baca Juga : Antara Hijrah dan Berbakti, Ini Kisah Tiga Pemuda di Zaman Nabi)

Ingatlah firman Allah, “Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil’.” (QS. Al Israa’: 23-24).

Rasulullah juga bersabda, “Barang siapa yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, lalu setelah itu ternyata ia masuk neraka, maka Allah akan masukan ia lebih dalam lagi ke dalam neraka.” (HR. Ahmad).

Kasih Sayang Ibunda

Manshur sungguh sosok yang patut diteladani. Bukan hanya perihal birrul walidain, keimanan Manshur pula begitu menginspirasi. Keimanannya ini pula yang pernah menyentuh hati ibunda hingga sang ibu begitu bangga dan menyayangi putranya.

Sebagaimana cinta Manshur pada ibunya, ibunda Manshur juga sangat sayang pada putranya. Ia selalu memperhatikan putranya yang seakan tak pernah lelah setiap harinya. Di siang hari ia sibuk belajar dan mengurus ibunda. Adapun di malam hari ia sangat giat beribadah. Ibunda khawatir Manshur tak cukup beristirahat.

Setiap malam, ibunda mengintip apa yang dikerjakan Manshur. Namun ternyata putranya menangis tersedu-sedu. Mendengarnya saja sudah membuat pilu. Ia menangis hingga sesenggukan. Ibunda pun sangat khawatir kepadanya.

(Baca Juga : Bakti Nabi Isa Pada Ibunda Maryam)

Keesokan malam, ibunda lagi-lagi melihat putranya sesenggukan saat shalat malam. Demikian setiap malam Manshur beribadah dengan tangisan yang membuat sedih setiap orang yang mendengarnya.

Ibunda Manshur pun begitu khawatir. Ia bertanya-tanya mengapa putranya menangis tersedu setiap malam seakan-akan ia telah melakukan dosa yang sangat besar. Kekhawatiran begitu melanda hati ibunda dan membuatnya resah.

Hingga di satu kesempatan, ibunda pun menanyakan kekhawatirannya kepada putranya yang berbakti, “Wahai anakku, apakah kau telah membunuh seseorang sehingga kau menangis sedemikian rupa tatkala shalat malam?”

Manshur pun menjawab, “Wahai ibu, bukanlah demikian. Hanya saja, aku takut setiap dosa yang kulakukan.”

Rasa takutnya yang besar kepada Allah lah penyebab tangisan pilu Manshur setiap malam. Padahal ia dikenal sebagai hafidz, ulama, seorang yang saleh, berbakti pula pada ibunda. Sungguh dialah sang teladan yang kisah hidupnya menjadi pelajaran umat inis. Semoga kita dimudahkan Allah untuk meneladani Manshur bin Al Mu’tamar.

Last modified on Jumat, 13 Juli 2018 06:12

Leave a Comment