×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Restart Bumi, Ini Yang Terjadi Setelah Kapal Nuh Berlabuh

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Banjir bandang terjadi di seluruh permukaan bumi. Yang selamat hanya mereka yang berada di atas bahtera Nuh. Ada yang mengatakan, jumlahnya 80 orang. Ada pula yang bilang, 10 orang saja. Para hewan turut serta dalam bahtera tersebut. Hingga sekian lama, mereka terombang-ambing di atas lautan menunggu Allah memerintahkan bumi untuk menyurutkannya.

Allah berfirman, “Difirmankan, ‘Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami’.” (QS. Huud: 48).

Itulah perintah yang Allah berikan kepada Nuh, ketika banjir mengerikan telah usai. Air telah surut dari permukaan bumi. Pelangi kemudian muncul dengan indahnya. Bahtera Nuh berlabuh di puncak gunung Al Judi di Jazirah Arab.

Ada pendapat yang mengatakan, bahtera Nuh mengarungi Samudera selama 150 hari. Bahtera itu lalu berlabuh di atas Gunung Judi selama satu bulan. Nabi Nuh mengintip dari jendela kapal, lalu mengirim burung merpati untuk memeriksa apakah bumi sudah dapat dipijak kembali. Burung itu pun kembali dengan membawa buah zaitun dan kakinya berlumuran tanah. Artinya, air telah benar-benar surut dan Nabi Nuh dapat segera turun dari bahtera. Namun terdapat pendapat lain yang tak menshahihkan rincian kisah ini.

Singkat cerita, semua orang dan hewan pun turun dengan penuh syukur. Nabi Nuh segera berlabuh sujud, menempelkan keningnya ke tanah tanda syukur kepada Sang Esa. Hewan-hewan turun dari bahtera dan berpencar ke mana pun tempat di bumi yang mereka sukai. Sementara Nuh dan umatnya menyalakan api unggun dan duduk di sekelilingnya.

Selama di atas bahtera, mereka tak pernah sekali pun menyalakan api. Karena hal tersebut dapat membakar bahtera Nabi Nuh yang terbuat dari kayu. Namun meski kini dapat memanggang makanan di atas api, mereka justru memilih berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah. Hari itu terjadi pada tanggal 10 Muharram yang kemudian menjadi salah satu landasan disyariatkannya Puasa Asyura.

Nuh dan kaum yang beriman kembali memakmurkan bumi. Mereka menjadi satu-satunya penghuni dunia ini. Tak ada satu pun orang kafir yang hidup karena semuanya telah tersapu banjir bandang yang mengerikan. Sebagaimana yang dikisahkan Al Qur’an,

“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tersisa.” (QS. Asy-Syuara 119-120).

Wabah Penyakit Tiba

Nuh dan pengikutnya yang selamat membangun kembali peradaban manusia. Mereka membangun tempat tinggal dan bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Namun ketika kehidupan di bumi begitu menenangkan, Allah membuat rencana lain.

Sebuah wabah penyakit menjangkiti seluruh pengikut Nuh hingga semuanya meninggal dunia. Mereka meninggal tenang di atas keimanan mereka. Yang selamat dari wabah hanyalah Nabi Nuh dan anak cucunya dari Sam, Ham, dan Yafits.

Karenanya, Nabi Nuh juga disebut sebagai bapak seluruh manusia, selain Nabi Adam. Hanya Nuh dan anak cucunya saja yang selamat dan melanjutkan keturunan di muka bumi. Allah berfirman, “Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. As-Shaffat: 77).

Seluruh manusia di muka bumi ini pula, kemudian dinisbatkan pada tiga putra Nuh, yakni Sam, Ham, dan Yafits. Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah, “Allah tidak menjadikan seorang pun yang bersama Nabi Nuh dari orang-orang yang beriman (memiliki) anak dan keturunan, kecuali Nuh ‘alaihis salam saja. Semua yang ada di muka bumi saat ini dinisbatkan kepada ketiga anak Nabi Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafits.”

Dari ketiga anak Nuh inilah kemudian muncul beragam ras manusia yang berbeda warna kulitnya. Sam melahirkan keturunan berkulit putih, yakni bangsa Arab, Persia, Romawi (bangsa Barat). Sementara keturunan Ham ialah orang-orang berkulit hitam, Habasyah (Ethiopia), Sudan, Qibthi (Mesir) atau bangsa Afrika, dan kaum Barbar. Adapun Yafits menjadi bapak dari kaum Ya’juj dan Ma’juj.

Ada perselisihan pendapat tentang keturunan tiga anak Nuh. Hanya Sam lah yang memiliki jalur keturunan pasti karena darinyalah para nabi lahir. Adapun Ham dan Yafits, para ahli sejarah memiliki perelisihan tentang keduanya. Wallahu a’lam.

Sumber: Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir

Last modified on Rabu, 03 Oktober 2018 10:40

Leave a Comment