Alkisah di masa kekhalifahan Abbasiyyah, hidup sebuah keluarga kecil yang sangat sederhana. Seorang ibu dan anaknya yang masih kecil tinggal di sebuah gubuk seadanya. Mereka tak mampu secara ekonomi, tapi kasih sayang membuat hati mereka kaya.
Bukan perjalan yang mudah bagi Noora Alsamman. Ketika memutuskan untuk menjadi muslim saat usianya baru beranjak 15 tahun, ia mendapat penolakan keras dari keluarga. Satu-satunya ayah dan ibu yang dimiliki Noora justru menentang habis-habisnya keputusan Noora tersebut. Namun, semangatnya tak sebanyak umurnya kala itu, ia tetap mempertahankan keimanannya dan terus berdoa agar selalu diberi kemudahan.
Alangkah indahnya kisah kakek asal Malang ini. Saat ajal menjelang, ia dalam kondisi beribadah kepada Allah. Saat kembali kepada Rabb Sang Pencipta, ia pula dalam posisi bersujud kepada-Nya, di salah satu rumah-Nya, dengan cara yang begitu halus dan damai. Kakek itu bernama Miftach Arifin, pria berusia 63 tahun warga Kauman, Malang, Jawa Timur.
Manusia adalah makhluk yang tiada pernah lepas dari alfa dan khilaf, sehingga dosa-dosa pun tak kunjung usai bahkan semakin tak terhitung dan kasat pandangan. Namun, Allah sebagai Sang Pencipta tak pernah lelah dalam menebar ampunan serta rahmat atas para hamba-Nya.
Bagi mualaf di negeri minoritas Islam, pilihan berislam artinya siap menanggung segala resiko sosial. Pun bagi Malaika Kayani. Wanita Inggris yang berislam sejak tujuh tahun silam tersebut harus menghadapi segala resiko bahaya acap kali keluar dari rumahnya.