3 Buku Rekomendasi Karya A. Fuadhi, Selalu Sarat Nilai Kehidupan

Buku Anak Rantau Buku Anak Rantau

Muslimhdaily - Ahmad Fuadi, pria kelahiran Sumatera Barat ini selalu berhasil merangkai kata-katanya dalam sebuah cerita yang menginspirasi. Seperti tak disadari, setiap novel karyanya pasti sarat akan nilai-nilai kehidupan, salah satunya adalah nilai perjuangan. Tulisannya seakan mampu memberikan semangat yang nyata pada para pembaca.

Jika kamu sedang membutuhkan semangat, berikut 3 rekomendasi novel karya Ahmad Fuadi yang dapat kamu baca:

Negeri 5 Menara

Novel 5 Menara merupakan salah satu karya A. Fuadi yang berhasil menjadi favorit para pembaca. Sebuah novel yang mengangkat cerita kehidupan seorang anak rantau yang bercita-cita untuk meraih mimpinya saat ia berada di lingkungan pesantren. Membaca novel best seller ini akan membawa kita untuk ikut terjun dalam kisah-kisah inspiratif dan seru, seperti hubungan persahabatan, perjuangan meraih mimpin dan gambaran kehidupan dipesantren yang sesungguhnya.

Berawal dari kisah Alif seorang anak yang bercita-cita untuk meneruskan pendidkannya ke SMA negeri namun pupus dan berakhir pada pilihan orangtuanya untuk mendapatkan pelajaran agama di Pondok Pesantren Madani. Tak seperti dugaannya, setelah mulai mengabdikan dirinya di sana untuk belajar, ia menemukan banyak hal menarik yang membawanya pada cita-cita setinggi langit.

Selama proses pengenalan dan masa penyesuaian Alif di pondok Madani, ia bertemua dengan 5 orang sahabat lainnya. Seiring berjalannya waktu mereka hadir untuk saling menyemangati dan mengisi kekurangan satu sama lain. Mereka menamakan perkumpulan ini sebagai Sahibul Menara. Bersama kelima sahabatnya yang lain, Alif selalu menyempatkan waktu untuk menatap awan dibawah menara masjid. Mereka membayangkan seolah-olah awan tersebut berbentuk sama dengan sebuah negara impian mereka masing-masing. Dari situlah nama sahibul menara terbentuk. 

Mereka adalah orang orang yang percaya akan mimpi dan sangat termotivasi oleh kata-kata sang Kiyai Pondok Madani. “Man Jadda Wa Jadda” barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Kalimat itu seakan menjadi penyemangat bagi mereka para penggapai mimpi. 

Ranah 3 Warna 

Ranah 3 warna, meruapakan cerita lanjutan dari novel Negeri 5 Menara. Jika di buku sebelumnya menceritakan tentang kehidupan Alif dan teman-temannya di pesantren, maka kali ini cerita dilanjutkan dengan perjuangan Alif berjuang untuk meraih mimpinya setelah lulus dari pesantren.

Saat itu, Alif bercita-cita untuk bisa melanjutkan sekolahnya di bidang teknologi seperti idolanya, pak Habibie. Kemudian hijrah ke Amerika Serikat. Namun, kenyataannya Alif belum bisa mendapatkan ijazah karena saat itu pesantren belum bisa mengeluarkannya. Ia tak menyerah begitu saja, mencoba berbagai cara untuk mendapatkan ijazah, salah satunya dengan cara mengikuti ujian penyetaraan. 

Kisah berlanjut dengan Alif mengikuti ujian UMPTN, namun Allah menakdirkan lain, ia masuk jurusan Hubungan Internasioanl di Bandung, bukan seperti apa yang ia citakan. Dengan bekal mantra “man shabara zhafira” siapa yang bersabar akan beruntung, Alif tetap menjalan kulihny dengan baik dan sungguh-sungguh, menanti waktu keberuntungannya akan tiba. 

Alif saat itu mencoba memperbaiki kondisi keuangannya dengan menulis, namun tak disangka, pintu gerbang menuju mimpinya pun terbuka lewat kata-kata yang ia tulis. Saat itu Alif terpilih menjadi mahasiswa pertukaran pelajar, ia memilih negara impiannya, Amerika Serikat. Di sana ia tinggal bersama orangtua angkatnya, berjanji akan kembali lagi ke Kanada suatu saat nanti. Benar saja, ia kembali 11 tahun kemudian dengan membawa istrinya.

Cerita perjuangan Alif menginspirasi mereka yang takut untuk bercita-cita. Cerita ini mengajarkan kita bahwa cita-cita hrus terus dikejar, namun yang paling penting adalah disamping usaha kita juga harus bersabar. Karena pasti jalannya tak akan mulus, atau mungkin Allah akan mengabulkannya di waktu yang tepat. Ingat kembali mantranya “Man shabara zhafira”.

Anak Rantau

Berlatar belakang budaya Minang, novel ini menceritakan kisah seorang anak beranama Hepi. Ia terpaksa tinggal di kampung halaman ayahnya. Hepi, anak laki-laki dari kota Jakarta yang tinggal bersama sang ayah dan kakaknya. Ibunya meninggal saat setelah melahirkan Hepi. Hepi sebenarnya adalah anak yang cerdas dan pemberani, namun sikapnya kadang tidak disiplin dan nakal. Ia bersikap seperti itu karena kurangnya kasih sayang dari sang ayah.

Cerita berawal saat pembagian rapot Hepi, sang ayah dikejutkan dengan rapot Hepi yang bersih kosong tak ada nilai satupun. Hal itu tentunya membuat Martiaz, ayahnya marah besar. Kejadian ini memberikan ide pada Martiaz untuk membawa anaknya ke kampung halamannya, Tanjung Durian. Namun layaknya anak kecil, Hepi merasa senang karena akhirnya bisa merasakan pulang kampung, hingga akhirnya ia mengetahui tujuan ayahnya. 

Martiaz meninggalkan Hepi tanpa pamit, Hepi merasa sedih dan menyimpan dendam yang mendalam pada ayahnya. Ia merasa begitu tega ia ditinggalkan begitu saja. Akhirnya Hepi hidup bersama kakek dan neneknya. Akibat rasa dendamnya tersebut, Hepi berniat untuk mencari uang agar bisa kembali ke Jakarta, ia punya tekad kuat untuk membuktikan pada sayng ayah.

Sepanjang kehidupannya di Tanjung Durian, tak disangka ia menemukan orang-orang baik. Mulai dari dua sahabatnya Attar dan Zen, sampai Mak Tuo Ros dan Bang Lenon yang memberikan Hepi pekerjaan. Pada akhirnya setelah melewati berbagai keceriaan dan kesedihan serta perjuangan disana, Hepi menemukan makna hidupnya.

Hepi menyadari bahwa dendamnya membawa rasa kerinduan dan takut kehilangan ayahnya, Martiaz. Begitupun makna kehidupan dan pelajaran yang ia dapatkan dari orang-orang yang ia temui disana. Berguru ilmu kehidupan yang tidak bisa ia dapatkan di Jakarta.

Anak rantau mengajarkan kita bahwa ada saatnya kita kembali pada kampung halaman untuk mencari makna hidup yang selama ini hilang. Hepi juga mengajarkan kita bahwa memaafkan adalah cara terbaik untuk bisa melihat sisi lain dari apa yang terjadi. Kita boleh ditinggalkan, tetapi jangan mau merasa ditinggalkan, kita boleh dibuang, tapi jangan merasa dibuang.

Last modified on Sabtu, 21 Desember 2019 21:47

Leave a Comment