Muslimahdaily - Sebuah lagu seringkali menjadi medium paling kuat untuk menyampaikan perasaan yang sulit terucap. Melalui mahakarya "Titip Rindu Buat Ayah", Ebiet G. Ade berhasil merangkum kompleksitas hubungan antara anak dan ayah ke dalam alunan melodi dan lirik puitis yang menyentuh kalbu. Lagu ini bukan sekadar nyanyian, melainkan sebuah surat cinta dan penghormatan tulus untuk sosok pahlawan tanpa tanda jasa.
Lagu ini membawa pendengar pada sebuah perenungan mendalam tentang figur seorang ayah. Sosok yang keningnya dihiasi kerutan dan tubuhnya dibasahi keringat, bukan karena keluhan, melainkan sebagai saksi bisu dari kerasnya perjalanan hidup yang telah ia tempuh demi keluarga.
Gambaran Perjuangan dalam Setiap Guratan Wajah
Sejak bait pertama, lirik lagu ini dengan lugas melukiskan betapa beratnya beban yang dipikul seorang ayah. Frasa seperti "benturan dan hempasan" menggambarkan berbagai rintangan dan tantangan yang telah ia lalui. Kerutan di keningnya bukanlah tanda usia semata, melainkan peta dari setiap peristiwa hidup yang telah membentuk kebijaksanaannya.
Ebiet G. Ade dengan cemerlang menggunakan metafora "hitam dan merah jalan ini" untuk menunjukkan bahwa sang ayah telah memahami seluk-beluk kehidupan, mulai dari suka hingga duka. Setiap keriput di tulang pipinya adalah monumen perjuangan yang tak ternilai, sebuah bukti sahih dari dedikasi yang tak pernah padam.
"Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini, keriput tulang pipimu gambaran perjuangan."
Dari Bahu Kekar hingga Langkah yang Gemetar
Transformasi fisik menjadi salah satu sorotan utama dalam lagu ini. Penggambaran bahu yang dulu "kekar legam terbakar matahari" kini berubah menjadi "kurus dan terbungkus" adalah pengingat yang kuat tentang pengorbanan fisik yang telah diberikan. Waktu dan kerja keras telah mengambil kekuatan fisiknya, namun tidak dengan semangatnya.
Di sinilah letak keistimewaan seorang ayah. Meskipun langkahnya terkadang mulai gemetar dan tubuhnya tak lagi sekuat dulu, api semangat di dalam dirinya untuk menafkahi dan melindungi keluarga tidak pernah pudar. Kesetiaan dan ketabahan inilah yang menjadi warisan terbesar bagi anak-anaknya.
Sebuah Kerinduan dan Beban yang Diwariskan
Pada bagian akhir lagu, perspektif beralih kepada sang anak. Muncul sebuah kesadaran dan kerinduan untuk bisa "menuai padi milik kita" bersama sang ayah. Namun, kerinduan itu kini bercampur dengan realita bahwa sang anak telah tumbuh dewasa dan mulai merasakan sendiri beban tanggung jawab yang dulu diemban oleh ayahnya.
Kalimat "banyak menanggung bebanmu" menyiratkan sebuah siklus kehidupan. Sang anak kini berada di posisi di mana ia harus melanjutkan perjuangan itu, membawa serta pelajaran dan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh ayahnya.
Lagu "Titip Rindu Buat Ayah" pada akhirnya adalah sebuah ungkapan terima kasih yang tulus. Sebuah pengakuan atas setiap tetes keringat, setiap pengorbanan, dan setiap doa yang dipanjatkan seorang ayah. Ia adalah pengingat abadi bahwa di balik sosoknya yang mungkin terlihat lelah, tersimpan kekuatan dan cinta yang menjadi fondasi bagi kehidupan kita.
Lirik :
Di matamu, masih tersimpan
Selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat
Di keningmu
Kau nampak tua dan lelah
Keringat mengucur deras
Namun, kau tetap tabah
Hm-mm-hm-mm
Meski napasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam
Dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran
Perjuangan
Bahumu yang dulu kekar
Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk
Hm-mm-hm-mm
Namun, semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia
Ayah, dalam hening sepi, ku rindu
Untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Engkau telah mengerti hitam
Dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran
Perjuangan
Bahumu yang dulu kekar
Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk
Hm-mm-hm-mm
Namun, semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia