×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Mengenal Sosok Imam Syafi’i, Guru Besar Ilmu Fiqih Dunia

Kitab Ar Risalah karangan Imam Syafi’i Kitab Ar Risalah karangan Imam Syafi’i

Muslimahdaily - Negara Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sebagai mayoritas, tentu nama Imam al-Syafi’i sudah bukan nama asing di telinga. Pendiri sekaligus guru besar ilmu fiqih ini namanya diabadikan dalam sebuah mazhab yang banyak dianut oleh penduduk di seluruh Indonesia.

Masa kecil Imam al-Syafi’i

Diketahui, nama kecil Imam al-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi' bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib. Dari nama bin yang paling belakang inilah, rupanya Imam al-Syafi’i masih memiliki garis silsilah keturunan dari kakek Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Bahkan, kakek buyut Imam al-Syafi’i sendiri merupakan sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.  

Karena sejak kecil sudah ditinggal sang ayah berpulang ke rahmatullah, kemudian ibundanya membawa Imam al-Syafi’i ke kota Mekah. Di sinilah, Imam al-Syafi’i dirawat dan dibesarkan dengan lingkungan Islami yang intelektual.  

Kecintaan Imam al-Syafi’i pada Bidang Fiqih dan Hadist

Besar di lingkungan ulama dan cendekiawan muslim, Imam al-Syafi’i kerap berguru pada ulama serta ahli sastra untuk belajar berbagai sastra Arab. Kecintaan Imam al-Syafi’i terhadap sastra Arab kelak akan mengantarkan sang guru besar lebih mudah memahami Al Quran dan Hadist. Pasalnya, untuk memahami makna Al Quran yang berbahasa Arab, dibutuhkan kepiawaian dalam berbahasa Arab secara fasih dan murni.  

Selain sastra Arab, Imam al-Syafi’i juga sangat cepat memahami ilmu fiqih dari berbagai ulama besar seperti Imam Sufyan bin Uyainah, ahli hadist serta Muslim bin Khalid al-Zanji, selaku guru besar fiqih yang populer di Mekah.

Mencari Ilmu ke Negara Lain

Imam al-Syafi’i yang sudah berumur dewasa sadar bahwa dahaganya akan ilmu fiqih masih belum tuntas. Ia kemudian, pindah ke Madinah untuk berguru pada Imam Malik bin Anas pada 170 H.

Beliau juga sempat bolak – balik dari Madinah ke Irak untuk mengunjungi guru besar dan ulama fiqih yang menjadi murid Imam Abu Hanifah.  

Bahkan, selepas belajar ilmu fiqih di Irak, Imam al-Syafi’i tercatat juga pernah berkunjung ke negara – negara lain untuk mendalami ilmu agama. Seperti Palestina, Turki, Persia, dan akhirnya menetap di Mesir hingga akhir hayatnya.

Imam al-Syafi’i berkata bahwa dengan mengunjungi berbagai negara untuk belajar ia mendapati banyak pengetahuan baru dan berjumpa guru – guru baru. Termasuk tradisi, kebudayaan dan adat kebiasaan warga setempat.  

Hal ini sempat beliau tuangkan dalam sebuah syair yang berbunyi:

“Singa apabila tak keluar dari sarang, maka ia tak akan memiliki makanan. Pun begitu dengan anak panah. Jika anak panah tak melesat dari busur, maka anak panah itu tidak akan mengenai sasaran.”

Selama berpindah – pindah dari satu negara ke negara lain, Imam al-Syafi’i juga menulis berbagai syair dan karya sastra yang fenomenal. Tidak kurang dari 30 karya sastra Imam al-Syafi’i telah ditulis tangan oleh beliau.  
Yang paling terkenal adalah kitab al-Risalah, yaitu berisi kitab fiqih pertama yang ditulis dengan rapi dan sistematis.  

Menetap dan wafat di Mesir

Telah melanglang buana ke berbagai negara, Imam al-Syafi’i lantas memilih Mesir sebagai pelabuhan hidupnya yang terakhir.  

Imam al-Syafi’i dikenal sebagai pemikir yang cerdas dan senang belajar. Beliau seringkali hanya sedikit tidur di malam hari. Cara beliau membagi waktunya adalah sepertiga malam yang pertama untuk menulis, sepertiga malam yang kedua untuk sholat malam, dan sepertiga malam yang terakhir untuk tidur.  

Hingga tepat pada 30 Rajab 204 Hijriah, Imam al-Syafi’i telah menghembuskan nafas yang terakhir pada usia 54 tahun. 

Leave a Comment