Perlukah Mengganti Nama Setelah Hijrah?

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Saat ini hijrah menjadi tren kebaikan yang dipilih banyak orang, walhamdulillah. Tak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk mengganti nama lebih islami sebagaimana yang dilakukan selebriti hijrah. Sebetulnya, bagaimana hukum mengganti nama setelah berhijrah, perlukah, wajibkah, atau justru sia-sia?

Terdapat beberapa kondisi seseorang yang berhijrah, ataupun yang baru saja memeluk Islam, ketika hendak mengganti nama. Makna nama lahir menjadi patokan kapan ia perlu mengganti nama. Berikut rinciannya.

1.Bukan Keharusan

Pada dasarnya, tidak ada dalil syar’i baik dari kitabullah atau sunnah Rasulullah yang mengharuskan seseorang mengganti nama setelah hijrah. Bukan suatu keharusan untuk mengganti nama asli menjadi nama yang lebih Islami. Hanya saja, ada kondisi tertentu yang kemudian mengharuskannya secara syar’i. Apa saja kondisi tersebut?

2.Wajib Diganti, Jika...

Seseorang wajib mengganti namanya jika nama sebelum hijrah memiliki makna syirik. Contohnya yakni nama-nama yang memiliki arti sebuah penghambaan kepada selain-Nya, seperti Abdul Qamar, Abdul Masih, Abdul Uzza, Abdul Ka’bah, Abdusyams, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana fatwa Syekh bin Baz bahwa wajib hukumnya mengganti nama yang memiliki makna penghambaan kepada selain-Nya.

Dahulu tak sedikit shahabat yang memiliki nama jahiliyyah. Rasulullah kemudian mengganti nama mereka menjadi nama islami yang bermakna penghambaan kepada Allah. Sebut saja Abdurrahman bin Auf. Sebelum Islam, ia bernama Abdul Ka’bah. Rasulullah lalu menggantinya dengan nama Abdurrahman.

Salah satu putra Abu Bakr bernama Abdul Uzza. Nabi lalu menggantinya dengan nama Abdurrahman. Saudara dari Ummul Mukminin Aisyah itu pun kemudian dikenal sebagai Adurrahman bin Abi Bakr. Kewajiban mengganti nama seperti ini hanya berlaku jika nama di masa lalu memiliki makna penghambaan kepada selain Allah.

3. Lebih Utama untuk Mengganti

Meski tidak wajib, terdapat nama-nama yang lebih utama untuk diganti setelah hijrah. Yakni nama-nama yang memiliki makna atau arti yang buruk.

Rasulullah mengganti shahabat, Muthi bin Al Aswad. Di masa jahiliyyah, ia bernama Al ‘Ash yang bermakna ahli maksiat. Rasulullah mengganti namanya dengan Muthi’ yang bermakna orang yang taat.

Terdapat pula seorang shahabiyyah yang memiliki nama ‘Ashiyah (wanita ahli maksiat). Rasulullah lalu mengganti namanya menjadi Jamilah yang bermakna wanita yang cantik. Termasuk dalam hal ini nama-nama yang diidentikan dengan nama orang-orang Nasrani, Yahudi, ataupun yang lain.

Dalam kondisi demikian, maka sepantasnya seorang yang berhijrah mengganti namanya. Penggantian nama dapat dilakukan dengan memilih nama orang-orang Islam seperti Abdullah, Abdurrahman, Ahmad, Muhammad, Khadijah, Aisyah, Fathimah, dan lain sebagainya.

4.Lebih Baik Diganti

Selain dua jenis nama di atas, terdapat pula nama yang tidak pantas disebut untuk seorang yang berislam. Nama-nama ini pula lebih baik diganti oleh seseorang yang berhijrah karena keburukannya. Contoh kondisi demikian juga terjadi di masa awal Islam.

Rasulullah mengganti nama shahabat yang bernama Hazn (sedih, susah) menjadi Sahl (mudah). Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengganti nama Ashram (melarat) menjadi Zur’ah (subur), mengganti nama Harb (perang) menjadi Salm (tenang), dan masih banyak lagi contoh yang lain.

5.Jika Memberi Kesan Positif

Meski bukan sebuah keharusan, mengubah nama dari yang buruk menjadi yang baik terkadang dapat mengundang kesan positif. Jika terjadi kondisi demikian, maka seseorang yang berhijrah hendaknya mengubah namanya menjadi lebih Islami. Hal tersebut dapat menjadi cara untuk memberikan kesan kepada kerabat, sahabat, dan orang-orang di sekitarnya. Mereka akan bertanya tentang perubahan si muhajir. Seakan ia mengumumkan diri bahwa ia telah berhijrah dan berislam dengan kaffah.

Namun jika nama sebelum hijrah telah baik dan bermakna apik, maka tak perlu mengubahnya. Kembali ke hukum awal bahwasanya tidak ada dalil yang mensyariatkannya kecuali dalam kondisi tertentu seperti yang sudah disebutkan di atas. Selain untuk mereka yang berhijrah, hal ini juga berlaku untuk mereka para mualaf yang mendapat hidayah untuk memeluk Islam. Wallahu a’lam.

Leave a Comment