Benarkah Bulan Haji Disunahkan Menikah ?

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Bulan Dzulhijjah paling populer di tengah masyarakat untuk menggelar pernikahan. Hal ini dikabarkan laman resmi Kementerian Agama RI bahwasanya bulan haji menjadi waktu yang banyak dijadikan hari menikah. Namun bagaimana syariat memandangnya, apakah muslimin disunnahkan untuk menikah di Bulan Dzulhijjah?

Terdapat bulan tertentu yang memang disunnahkan untuk menikah. Namun ternyata, bulan itu bukanlah Dzulhijjah, melainkan Syawal. Muasalnya, bulan raya tersebut menjadi waktu pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ummul Mukminin Aisyah.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan, “Rasulullah menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawal pula. Maka istri-istri Rasulullah manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (HR. Muslim dan An Nasa’i).

Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, bahwasanya di dalam hadits tersebut ada anjuran untuk menikah dan membangun rumah tangga di Bulan Syawal. “Para ulama kami (yakni ulama mazhab Syafi’i-pen) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadits ini.”

Bulan yang Disunnahkan untuk Menikah

Karena Rasulullah menikah di Bulan Syawal, hal itu pun menjadi sunnah yang perlu diikuti umat beliau. Namun ada kisah dibalik pemilihan Syawal sebagai pernikahan. Nabiyullah hendak menepis keyakinan Jahiliyyah yang menganggap sial jika menggelar pernikahan di Bulan Syawal.

Kala itu, Bangsa Arab berkeyakinan bahwa Syawal adalah bulan pantangan untuk menikah ataupun melakukan malam pertama. Pasangan yang menikah di Bulan Syawal akan menjalani rumah tangga yang tidak bahagia dan berakhir pada perceraian. Anggapan ini berdasarkan penamaan Syawal yang berasal dari kata Al isyalah (menghilangkan) dan Ar raf’u (mengangkat). Mereka kemudian memaknainya sebagai ketidak beruntungan.

Karena itulah Rasulullah kemudian menikahi Aisyah di Bulan Syawal, dalam rangka berdakwah menolak keyakinan kufur tersebut. Beliau pun membuktikan bahwa pernikahannya dengan Aisyah baik-baik saja, bahagia dan langgeng hingga akhir usia, bahkan hingga surga kelak.

Rasulullah pernah bersabda, “Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal” (HR. Ahmad).

Namun Bukan Berarti Menjanjikan Bahagia

Meski disunnahkan menikah di Bulan Syawal, bukan berarti ada keberuntungan ataupun janji pasti kebahagiaan bagi pasangan yang menikah di bulan tersebut. Rasulullah pun melakukannya dalam rangka menolak keyakinan kufur dengan menikah di Bulan Syawal.

Artinya, jika dua orang menikah di Bulan Syawal, bukan berarti menjanjikan kebahagiaan pernikahan keduanya. Berhati-hatilah agar tidak terjatuh pada keyakinan tersebut. Karena itulah sebagian ulama berpendapat bahwa mengkhususkan menikah di bulan tertentu dikembalikan pada niatannya.

Jika melakukan pernikahan di Bulan Syawal dalam rangka berdakwah, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, maka perbuatan tersebut sangat dianjurkan. Demikian pula jika memiliki niatan mengikuti sunnah nabi. Adapun jika tak ada tujuan atau niatan apapun, maka kembali ke hukum muamalah.

Dalam hukum Islam, segala muamalah yang tak ada dalil larangan, maka itu baik dan boleh dilakukan. Mengingat tidak ada dalil larangan terkait tanggal pernikahan, maka sejatinya semua tanggal bermakna baik untuk menikah.
Semua Bulan Baik untuk Menikah

Entah Syawal, Dzulhijjah, atau apapun bulan itu, jika diniatkan dengan tawakal kepada Allah, maka pernikahan pun akan menjadi baik. Tawakal kepada Allah adalah kuncinya, tentu setelah berusaha dan berdoa agar pernikahan diberkahi, rumah tangga dilimpahi kebahagiaan, serta dianugerahi keluarga yang tetap abadi hingga di surga kelak.


Sumber: muslimah.or.id, konsultasisyariah.com, kemenag.go.id

Last modified on Kamis, 18 Juli 2019 13:15

Leave a Comment