5 Waktu yang Terlarang Mengerjakan Shalat di Dalamnya

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Shalat merupakan salah satu rukun Iman dan ibadah yang wajib kita lakukan sebagai seorang muslim. Seperti kita ketahui bahwa terdapat 5 waktu shalat wajib, yaitu subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya. Namun di sisi lain terdapat lima waktu yang terlarang untuk mengerjakan shalat pada waktu tersebut. Berikut lima waktu tersebut menurut kitab Kifayatul Akhyar karya Al-Imam taqiyuddin Abubakar Al-Husaini:

"Ada tiga waktu dimana Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, melarang kita shalat di dalamnya atau mengubur mayit-mayit kita, yaitu ketika matahari terbit hingga naik, ketika tegak panas terik matahari hingga ia condong dan ketika hampir tenggelam." (HR. Muslim).

Yang dimaksud larangan mengubur mayat pada waktu-waktu tersebut di atas ialah sengaja mencari-cari kesempatan waktu tersebut untuk mengubur mayat.

Tentang sebab-sebab dimakruhkannya hal tersebut sebagaimana terdapat dalam suatu hadist ialah karena Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya matahari itu terbit, dan padanya ada tanduk setan. Bila matahari naik, maka setan memisahkan diri dari padanya. Dan bila matahari tepat di tengah, maka setan mengiringi dan bila sudah condong ke barart maka ia memisahkan diri dari padanya. Dan selanjutnya bila matahari itu dekat dan terbenam, maka memisahkan diri dari padanya." Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Syafii dan sanadnya.

Selanjutnya para ulama berpendapat tentang makna "tanduk setan". Ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah pengikut-pengikut setan, yaitu para penyembah matahari yang melakukan sujud menghadap ke arah matahari pada waktu-waktu tersebut. Kemudian ada yang mengatakan bahwa setan mendekatkan kepalanya ke matahari pada saat-saat tersebut agar orang yang sujud ke matahari juga sujud kepada setan.

Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga waktu yang terlarang untuk melakukan shalat. Di antaranya:

1. Tatkala matahari terbit hingga sempurna dan naik sekedar satu tombak

2. Tatkala matahari tepat di tengah hingga tergelincir (condong ke barat sedikit), dan

3. Tatkala matahari terbenam hingga sempurna terbenamnya

Adapun dua waktu yang lain, maka ada kaitannya dengan amal perbuatan, yakni bila seseorang melakukan shalat subuh atau shalat ashar. Dalam hal ini jika ia segera melakukan shalat subuh atau ashar maka waktu yang dimakruhkan (untuk salat sunat) menjadi lama, dan bila ia mengakhirkan shalat subuh atau ashar. Maka waktu yang dimakruhkan menjadi singkat.

Hujjah yang melarang shalat sunat (sesudah shalat subuh atau ashar) ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

"Melarang shalat setelah (mengerjakan shalat) asar hingga matahari terbenam, dan sesudah shalat subuh hingga matahari terbit."

Selanjutnya hadist di atas menjelaskan dua waktu terlarang lainnya:

4. Sesudah shalat ashar hingga matahari terbenam

5. Sesudah shalat subuh hingga matahari terbit

Selanjutnya dari keterangan para ulama dapat dipahami bahwa orang yang melakukan jama' taqdim karena alasan bepergian, sakit atau hujan, seperti misalnya ia melakukan shalat ashar dan dzuhur di waktu dzuhur, maka hukumnya makruh melakukan shalat sunat sesudah shalat ashar (yang ia jama' taqdim tadi).

Demikianlah hukum sebenarnya, dan hal itu telah dijelaskan oleh Imam Bandaniji sebagaimana yang beliau nukil dari Imam Syafi'i. Namun menurut Imam Imad bin Yusuf bahwa shalat sunnah tersebut tidak dimakruhkan, dan pendapat beliau ini diikuti oleh sebagian ulama yang memberi syarah kitab wasith. Namun menurut Imam Asna'i bahwa pendapat Imad bin Yusuf tersebut harus ditolak lantaran adanya pendapat dari Imam Syafi'i.

Perbedaan Hukum Makruh

Hukum makruh di atas termasuk makruh tahrim (makruh tapi haram dilakukan) atau makruh tanzih (makruh tapi boleh dikerjakan). Di sini terdapat dua pendapat. Menurut pendapat paling shahih sebagaimana tersebut dalam kitab Roudoh dan Syarah Muhazzab, ialah makruh tahrim. Pendapat ini sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Imam Syafi'i dalam kitab Risalah. Tapi dalam kitab tahqiq Imam Nawawi mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh tanzih, tapi bila dikerjakan hukumnya adalah tidak sah. Pendapat Imam Nawawi ini sangat musykil, karena amalan yang makruh itu sesungguhnya boleh dikerjakan.

Bila kita berpegangan kepada pendapat yang melarang mengerjakan shalat sunat dalam waktu-waktu tersebut di atas, maka dalam hal ini terdapat pengecualian baik yang berkenaan dengan waktu maupun tempat. Adapun yang menyangkut waktu yaitu ketika istiwa' pada hari jumat. Dalam hal ini terdapat hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, hanya saja hadist tersebut adalah mursal.

Berkaitan dengan Tempat

Selanjutnya yang berkenaan dengan tempat yaitu Makkah, maka tidak dimakruhkan shalat sunat dalam waktu apapun baik shalat tawaf maupun lainnya.Kemudian yang dimaksud Makkah disini yaitu semua tempat di tanah haram. Namun menurut setengah pendapat khusus adalah Makkah saja, ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa yang dimaksud Makkah adalah Masjidil Haram.

Apa yang tersebut dimuka, kesemuanya itu adalah shalat sunat yang tidak mempunyai sebab. Adapun shalat sunat yang mempunyai sebab, maka hukumnya tidak makruh.

Kemudian yang dimaksud sebab ialah sebab yang mendahului (sebab mutakoddim) atau sebab muqorrin (sebab yang menyertai). Diantara shalat yang mempunyai sebab yaitu shalat qodo' baik yang dikodo itu shalat fardhu atau salat sunat yang biasa ia kerjakan. Demikian juga boleh dikerjakan shalat jenazah, sujud tilawah dan sujud syukur dan shalat gerhana matahari.

Kemudian juga tidak dimakruhkan melakukan shalat istisqo' (shalat meminta hujan) pada waktu-waktu tersebut di atas. Demikian menurut pendapat paling sahih. Namun menurut setengah pendapat shalat istisqo' itu makruh sebagaimana shalat istikharoh, sebab shalat istikharoh itu sebabnya datang di akhir.

Demikian pula makruhshalat sunat dua rakaat ihram karena sebabnya datang kemudian yaitu akan melakukan ihram. Adapun shalat sunat tahiyat masjid, bila ia mempunyai tujuan tertentu seperti akan melakukan i'itikaf atau belajar ilmu atau menunggu shalat dan semacamnya, kemudian pada saat memasuki masjid bertepatan dengan waktu-waktu tersebut, maka hukumnya tidak makruh.

Demikian menurut madzhab Syafi'i sebagaimana diputuskan oleh Jumhur ulama, karena di sini terdapat sebab yang menyertai (yaitu i'tikaf). Tapi bilakita masuk masjid tidak ada keperluan lain selain akan melakukan shalat tahiyat masjid, maka di sini terdapat dua pendapat. Menurut yang tersebut dalam kitab Roudoh hukumanya adalah makruh, sebagaimana halnya orang yang sengaja mengakhirkan shalat kodo' untuk dilakukan pada waktu-waktu tersebut.

Leave a Comment