Bagaimana Hukum Mencuci Pembalut dan Pakaian yang Terkena Darah Haid

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Hai, Sahabat Muslimah! Masih suka bingung nggak sih, apa yang harus dilakukan terhadap pembalut bekas tamu bulanan kita? Apa iya boleh dibuang begitu saja? Apalagi tak jarang terdengar kasak-kusuk kalau darah haid adalah makanan jin.

Penasaran nggak, apa yang dilakukan para shahabiyah atau sahabat wanita di zaman Rasulullah dulu ketika sedang menstruasi?

Sebagai pembuka, pemakaian pembalut untuk menampung darah haid telah dijelaskan dalam sebuah riwayat, yaitu ketika Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang perempuan yang mengeluarkan darah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “…hendaklah ia melihat hitungan hari dan malam, ketika ia mengalami darah haid. Juga hitungan dalam satu bulan. (Jika sudah tiba), maka hendaklah ia meninggalkan shalat, kemudian bermandilah, lalu balutlah kemaluannya, dan shalatlah.”

Lalu, bagaimana hukum mencuci pembalut dalam Islam?

Menurut penuturan KH.Muhammad Najihun, ketua Yayasan Pendidikan Islam Al-Manshuriyah, "Mengenai mencuci pembalut saat haid tidak ada satupun dalil yang menjelaskan kewajiban tersebut, namun secara adab baiknya dicuci terlebih dahulu bila dikhawatirkan menimbulkan bau bila dibuang."

Mengenai pakain yang terkena dara haid, beliau mengatakan wajib mencucinya hingga bersih sesuai dengan hadits :

Dari Asma binti Abu Bakar RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada darah haid yang mengenai pakaian, kau mengoreknya, menggosoknya dengan air, membasuhnya, dan melakukan shalat dengannya,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut pakaian yang terkena darah haid harus dibersihkan hingga hilang bau, rasa dan warna secara keseluruhan. Bila ada bekas noda yang tidak hilang setelah dibersihkan dengan baik makan dapat dimaafkan.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Khawlah RA berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika darah itu tidak hilang?’ ‘Cukup bagimu (mencuci dengan) air itu. Bekasnya tidak masalah bagimu,’” (HR At-Tirmidzi).

 

Leave a Comment