Trend Waterless Beauty yang Aman untuk Lingkungan

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Jika melihat ingredients di skincare yang kita gunakan, pasti mayoritas menggunakan bahan dasar air. Cleanser, serum, pelembab, parfum, dan masih banyak lagi merupakan produk dengan kandungan air yang tinggi. Air yang dikenal sebagai pelarut untuk bahan yang padat dan mengandung aktif gas memang sering digunakan karena bisa meningkatkan daya sebar serta konsistensi produk.

Melansir laman Vogue, Shanu Walpita selaku pendiri Futurewise Studi dan ahli trend menjelaskan, “Menambahkan sedikit air memberikan produk tekstur yang lebih lembut, lebih lunak, yang berlawanan dengan balm dan butter yang lebih berat di pasaran."

Namun tentunya penggunaan air dalam produk kecantikan dapat mempengaruhi tubuh serta lingkungan sekitar kita.

Dari sinilah lahir waterless beauty, yakni produk-produk kecantikan yang mengurangi penggunaan air sebagai bahan utama. Konsep waterless beauty pada awalnya datang dari Korea Selatan di tahun 2015.

“Konsep waterless beauty pada awalnya untuk meningkatkan potensi produk perawatan kulit agar memiliki khasiat yang lebih besar pada kulit,” kata Glendean Rehvan, direktur perawatan kulit di In-Trend.

Fokus waterless beauty kini semakin berkembang lebih dari sekedar obat manjur tetapi menjadi keinginan kita untuk memiliki produk yang bersih, travel-friendly, dan tidak beracun.

Sebagian besar produk kecantikan diciptakan untuk memberikan profit dan tahan lama untuk digunakan. Maka dari itu air sering digunakan sebagai bahan utama karena murah dan mencegah kontaminasi. Tetapi air juga bisa menjadi tempat berkembang biak bakteri dan kuman.

"Sama seperti makanan yang perlu disimpan di lemari es, produk yang mengandung air tidak lagi stabil tanpa tambahan pengawet yang bisa membunuh bakteri dan mengurangi pertumbuhan mikroba," kata Susanne Langmuir, pendiri dan CEO waterless skincare brand aN-hydra yang berbasis di Toronto.

Walpita juga menuturkan bahwa air merupakan bahan yang dapat menghidrasi, tetapi air juga bisa mengeringkan kulit dan rambut karena ia akan menguap dan membawa minyak alami kulit. Lebih ekstremnya lagi, kulit bisa menjadi berjerawat dan iritasi.

Dampak penambahan air dalam produk kecantikan bukan hanya buruk bagi tubuh tetapi pada lingkungan juga. Terdapat 8,3 miliar ton plastik di bumi dan produk kecantikan menjadi nomor satu dalam menyumbangkan sampah kemasan. Dengan menambahkan air sebagai pengisi produk, efektivitas produk secara keseluruhan berkurang.

Sebagai catatan, produk yang waterless akan lebih mahal biayanya dibanding produk biasa karena mereka lebih terkonsentrasi, berkualitas tinggi dan mengandung bahan-bahan yang lebih etis. Tetapi, semakin tinggi tingkat konsentrasinya maka semakin sedikit produk yang kita gunakan dan akan lebih lama produk tersebut bertahan. Hal ini tentunya dapat mengurangi sampah kemasan dalam produk kencatikan.

Meskipun produk yang waterless dianggap lebih sustainable, ini juga bukan solusi seutuhnya. Jika dilihat lebih lanjut lagi, memang sebenarnya produk yang waterless itu tidak ada.

Sarah Jay, pencipta film dokumenter Toxic Beauty (2019) dan pendiri All Earthlings mengemukakan di tahun 2025 dua pertiga dari bumi akan menghadapi kekurangan air minum alami. Tentunya disini berbagai merk harus bekerja sama untuk mengurangi ketergantungan penggunaan air dalam semua hal.

Tetapi Jay dan Walpita tetap memiliki harapan positif untuk kedepannya, “Covid telah mengubah cara kita membeli, menggunakan produk dan menciptakan kesadaran yang abadi tentang kerusakan dunia kita karena semua limbah ini,” kata Wapita.

Ia pun melanjutkan, “Dengan adanya kondisi kekurangan cadangan air, membuat masyarakat merubah gaya hidup ke arah yang lebih positif. Melakukan gaya hidup waterless berarti menukar kenyamanan dengan konservasi dan itu hal yang baik.”

Leave a Comment