Benarkah Foto Selfie Bisa Deteksi Penyakit Jantung?

Ilustrasi Ilustrasi

Selfie sudah menjadi aktivitas yang biasa dilakukan oleh banyak orang, terlebih kaum milenial. Walaupun masih ada orang yang menganggap selfie adalah hal yang sia-sia dan membuang waktu, padahal selfie memiliki peran penting dan menambah keefektifan telemedicine.

Dilansir dari Psychology Today, terdapat studi baru yang diterbitkan di European Heart Journal bahwa mengirim selfie ke doktor bisa menjadi cara sederhana untuk mendeteksi penyakit jantung.

Penelitian yang dilakukan oleh Christos P. Kotanidis and Charalambos Antoniades menunjukkan algoritme komputer dapat mendeteksi penyakit arteri koroner dengan menganalisis selfie seseorang. Teknologi ini dapat mengidentifikasi fitur wajah tertentu yang dapat menunjukkan tanda-tanda adanya resiko penyakit jantung.

Walaupun terlihat jelas, sebenarnya fitur ini sulit untuk digunakan oleh manusia untuk memprediksi dan mengukur secara pasti resiko penyakit jantung.

Hasil analisis dari algoritme komputer dapat memprediksi resiko sebesar 80% yang sama akuratnya dengan tes standar.

Profesor Zhe Zheng yang memimpin tim peneliti dari Pusat Nasional untuk Penyakit Kardiovaskular China, menjelaskan bahwa tes selfie ini merupakan cara yang murah, sederhana, dan efektif untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawaran atau tes lebih lanjut.

“Tujuan utama kami adalah mengembangkan aplikasi dimana penggunanya dapat melaporkan sendiri guna menilai risiko penyakit jantung sebelum mengunjungi klinik,” jelas Profesor Zheng.

Terdapat tiga poin utama yang disoroti oleh para peneliti. Hal pertama yang disoroti adalah tingkat keakuratan tes yang masih rendah.

“Kami perlu meningkatkan spesifisitas karena tingkat positif palsu masih sebanyak 46%. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan pada pasien serta berpotensi membebani klinik dengan pasien yang sebenarnya tidak membutuhkan tes," ujar Profesor Zheng.

Kedua, algoritma pengujian perlu disempurnakan dan divalidasi dalam populasi yang lebih besar. Ini berarti membutuhkan peningkatan pada populasi dan etnis lain sebelum dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit jantung pada populasi umum.

Terakhir banyak yang mempertanyakan mengenai kemungkinan penyalahgunaan informasi setelah menggunakan metode ini. Penyebaran data kesehatan memang bersifat sensitif dan pastinya tidak ingin dengan mudahnya diambil dari foto selfie. Tentunya ini dapat menjadi ancaman bagi perlindungan data pribadi.

Peneliti pun setuju tentang hal ini. “Kami percaya bahwa penelitian tentang alat klinis harus memperhatikan privasi, asuransi, dan implikasi sosial lainnya untuk memastikan bahwa alat tersebut digunakan hanya untuk tujuan medis,” ungkap Profesor Zheng.

Leave a Comment