Kebun Kumara: Jadi Petani di Tengah Beton-Beton Perkotaan

Kebun Kumara Kebun Kumara ( Foto: Instagram/Kebun Kumara )

Muslimahdaily - Lahir dan hidup di kota besar menjadikan sebagian besar orangnya terasa asing dengan alam yang asri. Kehidupan perkotaan cenderung membuat dinding antara orang di dalammnya dengan alam. Padahal, hubungan antara manusia dengan alam itu sendiri sulit terpisahkan.

Melihat masalah tersebut, Kebun Kumara hadir untuk mencari solusi. Dimulai dari empat orang founder, mereka berusaha untuk menghadirkan peran manusia bagi alam selain sebagai penikmat.

“Awalnya terbentuk tahun 2016, Foundernya terdiri dari empat orang, adik dan kakak beserta pasangan mereka masing-masing,” ujar Ara, Learning Coordinator Kebun Kumara, saat diwawancarai, Minggu (26/1) lalu.

“Kenapa ya kok sebagai anak kota yang katanya terdirik, paham terhadap isu lingkungan, tapi kok kita nggak ngerti caranya ngerawat alam. Selama ini kita suka alam tapi kok nggak pernah ada timbal balik. Cuma sebagai penikmat aja,” katanya lagi.

Berdiri sebagai kebun belajar, Kebun Kumara berupaya untuk mendekatkan masyarakat kota ke gaya hidup yang lebih lestari dan sehat melalui pendidikan dan transformasi lahan (edible lansdscaping). Mereka memulai perjalannya dengan belajar mengenai permaculture di Salatiga, suatu ilmu tentang merawat alam agar lebih selaras. Ilmu tersebut telah ada sejak jaman nenek moyang dan sudah dilakukan di beberapa masyarkat daerah.

Bagi Kebun Kumara, ilmu tersebut dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada di kota. Mereka mulai mengamalkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah didapat dan menggarap lahan mereka sendiri.

“Di perkotaan itu kan sebenarnya jauh dari sumber makanan. Biasanya orang di perkotaan ingin makanan-makanan sehat, tapi biasanya yang organik itu mahal. Biasanya kalau kita buang sampah di tong sampah, kita ngerasa udah buang sampah di tempatnya, tapi kita nggak bener-bener tahu, kan kemana mereka pergi setelahnya,” ungkap Ara.

https://www.instagram.com/p/B6LPPQng5xP/

Walau hanya bertani lewat pot, Kebun Kumara berusaha menyampaikan pesan bahwa masyarakat kota juga dapat berinteraksi langsung hingga memulihkan alam.

“Kita pengen kasih tau, bahwa memungkinkan, lho untuk berkebun di kota. Walaupun cuma di pot, tapi kita tahu tumbuhnya dari mana, kita tahu namenmnya gimana, lumayan ngurangin jejak karbon juga kan,” tambahnya.

Kini, setelah hampir 4 tahun berjalan, Kebun Kumara fokus pada 3 hal. Pertama, edukasi, biasanya diisi dengan kegiatan workshop berkebun, composting, hingga pengelohan sampah. Peserta workshop pun beragam, mulai dari anak tk, hingga dewasa. Kebun Kumara juga tak jarang mengadakan workshop khusus bagi sekolah, komunitas, hingga company tertentu.

Kedua, edible landscaping. Tak hanya mengadakan workshop, Kebun Kumara juga sering menggarap kebun orang lain. Meraka akan bertanggung jawab mulai dari tahap perencanaan sampai konstruksi. Lahan yang digarap mulai dari lahan perumahan yang ingin memiliki kebun pangan sendiri, sampai kebun belajar di sekolah-sekolah. Selain edukasi dan edible landscaping, Kebun Kumara juga melakukan penjualan bibit.

“Biasanya sekolah-sekolah itu pengen punya kebun belajar sendiri, karena biar anak-anak tahu asal usul makanan itu dari mana, gimana ngerawatnya. Sehingga timbul kepekaan akan proses yang sudah dijalankan petani dan proses lebih menghargai alam, karena kan sebagian besar makanan kita juga sebagian dari alam, dari tanaman, dari alam, itu dia pentingnya ngerawat dia, kalo kita nggak ngerawat alam, ya gimana kita mau makan,” tutur Ara.

"Berguru pada Alam"

Tak hanya menghasilkan bahan pangan sendiri, berkebun berdampak pada diri sendiri secara rohani. Bagi Ara, berkebun dapat mendekatkan dirinya dengan Tuhan.

“Sebenarnya berinteraksi dengan alam itu caraku untuk terhubung kembali dengan pencipta,” kata Ara.

Selain itu, menurut Ara, banyak hal yang dapat dipelajari dari alam, salah satunya keseimbangan. Alam yang tidak seimbang, akan mendatangkan hama. Maka dari itu manusia seharusnya juga dapat bersikap seimbang, tidak terlalu sedih pun tidak terlalu senang ketika menjalani hidup. Saat seimbang itulah juga, manusia dapat berkeja lebih efektif.

Bahkan alam juga mengajarkan hal yang mirip dengan konsep rejeki. “Pelajaran lain lagi adalah saat rawat satu, tumbuh seribu. Jadi kalo misalnya kita tumbuh satu benih, kita rawat dengan kasih sayang yang baik, dia bakal kasih berlimpah-limpah, dia bakal kasih benih yang banyak, hasil panen yang banyak. Itu konsep yang bisa diterapkan dengan konsep rezeki. Saat kita nggak expect, justru dateng dari mana-mana,” ungkap Ara.

Tak sembarangan, bertani menurut Ara harus punya modal. “Kalau mau mulai bertani, harus cari tau dulu kebutuhan kamu apa, cari tau kenapa kamu ingin bertani. Jadi kamu tau apa yang harus kamu tanem, kebutuhan taneman itu apa, carilah informasi-informasi itu,” pesan Ara.

https://www.instagram.com/p/B1Qy4izAGgM/

Perubahan dimulai dari diri sendiri

Walau terus mencoba membawa perubahan yang lebih besar, ada prinsip yang Kebun Kumara selalu jalani. Perubahan paling efektif adalah perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Dibandingkan mengajak orang lain untuk berubah, perubahan yang menginspirasi justru lebih banyak membawa dampak.

“Ternyata susuh ya untuk nyuruh orang jangan ini jangan itu. Aku selalu bilang bahwa apapun jalan yang kamu pilih adalah untuk membuat kamu itu lebih welas asih, bukan untuk men-judge orang yang melakukan yang di luar dari diri kamu,” tutur Ara.

https://www.instagram.com/p/B02WiH7gnSi/

Melihat semakin banyak penduduk kota yang antusias akan Kebun Kumara, tak lantas membuat Ara dan kawan-kawan senang sesaat. Perubahan yang diimpikan Kebun Kumara memang masih jauh dari keadaan sekarang. Namun, tak ada salahnya untuk selalu optimis.

“Rencana Kebun Kumara kita pengen liat hutan pangan di perkotaan. Nggak ada salahnya untuk optimis terhadap perubahan, tapi jangan sampe menuntut apapun di luar diri,” pungkas Ara optimis.

Tonton videonya di bawah ini.

Last modified on Kamis, 30 Januari 2020 12:48

Leave a Comment