×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

Kisah Ulama yang Tak Sengaja Membentak Ibunda

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Ialah Abdullah bin ‘Aun, seorang ulama ahli hadits dari Irak yang terkenal faqih dalam agama. Ia sangat giat beribadah dan selalu memperbagus shalatnya. Akhlak baik selalu dimilikinya hingga orang-orang mengenalnya sebagai sosok yang tak pernah berbuat kejelekan.

“Ibnu Aun tidak suka marah, apabila ada seseorang yang membuatnya marah, maka ia akan berkata kepada orang tersebut, ‘semoga Allah memberkatimu’,” demikian ucapan Al-Qa'nabi.

Ulama yang berakhlak al karimah itu sangat berbakti kepada ibunya. Ia menghormati dan mengurus sang ibu dengan sangat baik. Tak pernah sedikit pun ucapan ‘ah’ ataupun mengeluh dan bersuara keras di hadapan ibunda.

Namun ulama tetaplah manusia biasa yang tak luput dari dosa sebagaimana para nabi. Suatu hari, Abdulah bin ‘Aun terjatuh pada dosa yang tak pernah dilakukannya. Ia memanggil ibunya dengan suara yang sangat keras. Seakan-akan Abdullah bin ‘Aun tengah marah pada ibunda.

Itu adalah kali pertama ia bersuara keras kepada ibunya. Sebuah perilaku yang jauh dari kebiasaannya. Ia pun merasa telah melakukan dosa besar, dosa yang sangat besar sampai-sampai membuatnya takut akan azab neraka. Ia merasakan penyesalan yang teramat sangat.

Abdullah bin Aun pun segera bertaubat. Bahkan yang ia lakukan bukan hanya meminta maaf kepada ibunda dan memohon ampun kepada Allah, meski melakukan dua hal itu saja sangat cukup. Namun Abdullah bin Aun merasa harus melakukan amal lain sebagai penyesalannya yang teramat sangat.

Lalu apa yang dilakukannya? Ternyata ia memerdekakan dua orang budak sebagai tanda penyesalannya karena telah memanggil ibunya dengan suara keras. Masya Allah.

Hanya bersuara keras saat memanggil ibunya, namun Abdullah bin Aun membebaskan budak yang mana amalan ini biasa dilakukan bagi mereka yang melakukan dosa besar. Bahkan bukan hanya membebaskan satu orang, melainkan dua orang budak sekaligus. Nampaklah Abdullah bin Aun begitu menyesali suara kerasnya saat memanggil ibunda.

Memanggil dengan suara keras pastilah dianggap suatu hal yang biasa. Bisa saja sang ibu berada jauh sehingga perlu suara keras agar ibunda mendengarnya. Atau ibunda telah kurang pendengarannya sehingga perlu dipanggil dengan suara keras. Namun hal itu dianggap oleh anak berbakti sebagai suatu alasan. Pasalnya, mereka anak berbakti biasa bersuara pelan di hadapan ibunya. Jika ibunda jauh atau tak mendengar, maka ia yang akan mendekatinya.

Demikian pula Abdullah bin Aun. Meski hanya bersuara keras saat memanggil ibunda, ia begitu menyesalinya hingga menganggap perlu melakukan suatu amalan besar yakni membebaskan budak. Yang ia lakukan hanya bersuara keras, bukan membentak kasar, bukan pula memarahi ibunda. Ia hanya meninggikan suara dari biasanya, tidak lebih dari itu. Namun penyesalan yang dirasakannya begitu mendalam karena Abdullah bin Aun tahu betul tentang firman Allah,

“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ahh’ dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra`: 23).

Lalu, bagaimana dengan kita? Jangankan bersuara keras, kita mungkin terbiasa menyuruh ibu melakukan ini dan itu, berteriak saat ibu melakukan sesuatu yang tak sesuai dengan keinginan kita, bernada tinggi saat bicara, bersuara lebih keras dari suara ibu, dan lain sebagainya. Padahal semua itu termasuk sikap anak durhaka yang diancam mendapat dosa yang sangat besar.

Dosa Durhaka

Allah memberikan hukuman atas setiap dosa di akhirat kelak, kecuali dosa akibat durhaka kepada orang tua. Dosa akibat durhaka kepada orang tua akan mendapat balasan segera di dunia. Lalu setelah mendapat balasan di dunia, si anak durhaka pula harus menanggungnya di akhirat.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Setiap dosa, Allah akan menunda (hukumannya) sesuai dengan kehendak-Nya pada hari Kiamat, kecuali durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya orangnya akan dipercepat (hukumannya sebelum hari Kiamat).” (HR. Al Bukhari).

Dosa durhaka pula disebut bersama dosa syirik yang mana diketahui bahwa menyekutukan Allah adalah dosa nomor Wahid. Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu.” Nabi bersabda,”(Yaitu) berbuat syirik, durhaka kepada orang tua.” (HR. Al Bukhari).

Betapa besar dan mengerikannya dosa durhaka kepada orang tua. Semoga kita termasuk golongan yang berbakti. Jika tak sengaja melakukan kesalahan kepada orang tua, maka bersegeralah memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada keduanya.

Leave a Comment