×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 1113

Ummu Al Hasan binti Abi Liwa, Muslimah Cerdas dari Spanyol

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Kakek buyutnya merupakan seorang budak, namun muncul di garis keturunan sang kakek, seorang wanita bak permata bagi umat. Ia bernama Ummu Al Hasan binti Abi Liwa.

Ummu Al Hasan merupakan wanita asal Andalusia (kini Spanyol). Meski terhalang jarak dengan pusat peradaban Islam, ia tak patah arang untuk belajar syariat. Statusnya sebagai wanita pula tak menghalanginya untuk menekuni ilmu agama sebagaimana para pria.

Ummul Al Hasan berguru kepada salah seorang murid Imam Ahmad bin Hanbal bernama Baqi’ bin Makhlad. Baqi’ merupakan salah satu murid kesayangan Imam Ahmad karena ia rela menempuh perjalanan dari Andalusia ke Baghdad dengan berjalan kaki demi berguru pada sang imam fiqh tersebut.

Status sebagai murid kesayangan membuat Baqi’ terkenal di kampung halamannya. Ia menjadi salah satu ulama terkenal di Andalusia. Ummu Al Hasan pun tak mau ketinggalan menyerap ilmu langsung dari murid Imam Ahmad. Kepada Baqi’, ia pun belajar kitab-kitab agama.

Di hadapan Baqi’, Ummu Al Hasan menyetor hafalannya dari kitab Ad Duhur. Putra Imam Baqi’, Ahmad bin Baqi’, turut hadir untuk menyimak bacaan Ummu Al Hasan. Bersama sang ayah, Ahmad turut serta menjadi guru bagi Ummu Al Hasan.

Ummu Al Hasan terus berguru kepada Baqi’ hingga menguasai fiqh dan meriwayatkan hadits. Namanya menjadi tenar di kalangan para ulama karena kecerdasannya. Ia pun dikenal sebagi murid utama imam Baqi’. Bahkan hampir di setiap kitab yang mengulas gurunya, nama Ummu Al Hasan turut serta.

Dalam kitab Al Muskitah, Amir Abdullah bin Abdurrahman III bin Muhammad menuturkan tentang Ummu Al Hasan, “Seorang wanita berilmu dan shaleh, putri dari Abu Liwa datang setiap Jumat ke majelis Jumatnya Baqi’ bin Makhlad di rumah Abu Abdurrahman. Wanita itu merupakan seorang berilmu yang istimewa. Ia juga telah berhaji.”

Menunaikan ibadah haji menjadi momen peningkatan keilmuan Ummu Al Hasan. Di negeri kelahiran Islam, ia tak hanya menunaikan ibadah, namun juga menuntut ilmu. Ia memanfaatkan dengan baik perjalanan jauhnya ke dua kota suci demi mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya.

Sepulang dari haji, ia pun menambah banyak sekali ilmu tentang fiqh dan meriwayatkan banyak hadits. Bahkan saat kembali ke Andalusia dan belajar kembali pada gurunya, Baqi’, Ummu Al Hasan meriwayatkan hadits baru dari kota suci yang tak pernah diriwayatkan Baqi’. Sang guru pun kemudian meriwayatkan hadits dari muridnya, yakni Ummu Al Hasan.

Ummu Al Hasan kemudian menjadi salah satu ulama fiqh yang cerdas dan menulis banyak karya. Ia tak menyimpan ilmunya seorang diri, namun ingin membaginya untuk umat. Karena itulah ia sangat giat menulis buku-buku fiqh dan hadits.

Ia dikenal sebagai wanita cerdas ahli fiqh dan hadits. Akhlaknya sangat baik dan ia sangat zuhud terhadap dunia. Selain itu, ia juga dikenal sangat bijak dalam menyelesaikan masalah agama yang dikonsultasikan kepadanya.

Di kesempatan lain, Ummu Al Hasan berkesempatan kembali lagi ke Makkah untuk haji kedua kalinya. Ia sangat bersemangat karena dapat mendulang banyak ilmu di sana. Namun ternyata ajalnya telah tiba. Ia menghembuskan nafas terakhir di Kota Makkah dan dimakamkan di sana.

Ar Razi menceritakan tentangnya, “Saat menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan pembahasan-pembahasan fiqh dan hadits. Bahkan Baqi’ bin Makhlad meriwayatkan hadits darinya. Pada perjalanan haji yang kedua, ia wafat dan dimakamkan di Mekah”.

Wanita juga Wajib Menuntut Ilmu

Dari kisah Ummu Al Hasan terdapat hikmah yang agung tentang mulianya wanita dengan ilmu. Bukan hanya pria, wanita juga wajib menuntut ilmu, khususnya ilmu agama. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Rasulullah dari Anas bin Malik, beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim.” (HR. Al Baihaqi).

Kewajiban ini berlaku untuk setiap muslim, baik pria maupun wanita. Bahkan kewajiban tersebut menjadi fardhu ‘ain, yakni wajib setiap individu, dalam ilmu-ilmu yang dapat menyelamatkan agama seseorang. Adapun ilmu agama lain bersifat fardhu kifayah, seseorang gugur jika telah ada yang mempelajarinya.

Imam Ahmad menjelaskan, “Wajib hukumnya menuntut ilmu yang dengannya seseorang bisa menegakkan agamanya.” Ditanyakan kepada beliau, “(Ilmu) seperti apa?” Beliau menjawab, “Ilmu tentang urusan-urusan yang ia tidak boleh bodoh tentangnya, seperti shalatnya, puasanya, dan sebagainya.”

Semoga kita dapat meneladani Ummu Al Hasan dalam semangatnya menuntut ilmu.

Sumber: qonitah.com, kisahmuslim.com

Last modified on Sabtu, 08 September 2018 11:18

Leave a Comment