×

Peringatan

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12341

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 12351

JUser: :_load: Tidak dapat memuat pengguna denga ID: 1113

Demi Mengibarkan Bendera Tauhid, Shahabat Rasulullah ini Bertaruh Nyawa

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - Bendera bertuliskan kalimat syahadat selalu muncul di antara barisan pasukan Rasulullah. Ada yang bertugas membawa Ar Rayah, bendera tauhid berwarna putih. Ada pula yang bertugas membawa panji Al Liwa, bendera tauhid berwarna hitam. Mereka yang bertugas merupakan komando pasukan ataupun perwakilan Muhajirin, Aus dan Khazraj.

Ialah Mush’ab bin Umair yang pernah mendapat kesempatan itu, bahkan dua kali. Yakni di masa Perang Badr dan Perang Uhud. Ia pemegang bendera tauhid Rasulullah mewakili kaum muhajirin. Terdapat kisah mengharukan ketika sang shahabat mempertahankan bendera tauhid tetap tegak dan berkibar, tak peduli tebasan pedang yang mencincang tubuhnya.

Kisah itu terjadi ketika perang Uhud berkecamuk. Perang yang menjadi sejarah kelam umat Islam itu menyebabkan 70 muslimin syahid di jalan Allah. Salah satunya ialah Mush’ab.

Ketika pasukan muslimin terpecah belah, akibat ulah pasukan pemanah yang tak taat pada komando nabi, kaum musyrikin pun menyerang Rasulullah dengan brutal. Hanya beberapa shahabat yang melindungi nabi, mengorbankan diri demi menyelamatkan nabiyullah tercinta.

Yang pertama kali datang mendekati Rasulullah dan melindungi beliau ialah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Abu Ubaidah Al Jarrah. Keduanya segera mengobati berbagai luka yang diterima nabiyullah. Tak lama kemudian, datang Thalhah bin Ubaidilah. Ia segera menangkis segala serangan dari musuh yang mengarah kepada Rasulullah.

Thalhah kemudian mendapat bantuan dari Abu Dujanah, Umar bin Al Khaththab, Ali bin Abi Thalib, dan tentu saja Mush’ab bin Umair. Mereka semua menghadapi serangan musuh bertubi-tubi yang ingin melukai Rasulullah. Bendera tauhid berkibar dari tangan Mush’ab. Membuat pasukan muslimin bersemangat untuk mengagungkan kalimat Tauhid di bumi-Nya, melawan setiap orang kafir yang memusuhi rasul-Nya.

Para musyrikin tak suka melihat bendera tauhid masih tegak dan berkibar. Mereka pun kemudian mendekati Mush’ab. Seorang pasukan berkuda mengayunkan pedangnya, menebas tangan kanan Mush’ab. Putuslah tangan kanan sang shahabat yang memegang bendera Rasulullah. Namun ia segera mengulurkan tangan kirinya, dan mengambil bendera tersebut agar bendera tauhid tetap tegak dan berkibar.

Ketika bendera tauhid ada di tangan kirinya, musuh terus saja berdatangan. Mereka kemudian menebas tangan kiri Mush’ab. Putus lah tangan kirinya. Ia tak lagi memiliki tangan untuk memegang bendera. Namun ia tak menyerah.

Mush’ab jatuh berlutut, sementara ia ingin tetap menegakkan bendera tauhid Rasulullah. Maka dipeluknya bendera tersebut dengan dadanya. Ia terus saja memeluknya meski kondisinya kritis dan darah mengucur deras dari lengannya yang tertebas. Hingga kemudian salah satu dari pasukan kafir, Abdullah bin Qimah, membunuh Mush’ab bin Umair dengan melepaskan anak panah.

Mush’ab bin Umair syahid dengan mengenaskan. Namun bendera tauhid Rasulullah terus dijaganya. Setelah ia gugur, Ali bin Abi Thalib kemudian mengambil alih memegang bendera tersebut hingga akhir pertempuran Uhud.

Saat perang usai, Rasulullah melihat satu per satu syuhada yang gugur. Ketika beliau melihat kondisi Mush’ab yang mengenaskan, Rasulullah begitu berduka. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam  kemudian mendoakannya lalu membaca ayat,

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

Rasulullah dan para shahabat kemudian mengurus jenazah Mush’ab. Usia Mush’ab saat itu baru 40 tahun. Ia merupakan pemuda gagah yang perawakannya sangat mirip dengan Rasulullah. Sebelum Islam datang, Mush’ab merupakan pemuda yang paling rapih, bersih, dan wangi. Orang tuanya kaya raya hingga keduanya mampu memberi segala fasilitas kepada Mush’ab.

Namun ketika Islam datang, Mush’ab memilih meninggalkan segala fasilitas nyaman orang tuanya. Ia memilih berhijrah ke Madinah tanpa harta apapun. Ia menjadi pemuda yang bajunya lusuh dan rambutnya kusut. Bahkan saat meninggal dunia, ia hanya mengenakan kain burdah.

Kisah Mush’ab begitu mengharukan. Namanya pun tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai salah satu shahabat Rasulullah, pemegang bendera tauhid yang heroik. Kisah kematiannya pun selalu terkenang abadi, tentang bagaimana ia mempertahankan bendera Rasulullah tetap berdiri dan berkibar mengagungkan kalimat tauhid.

Lalu kiranya, bagaimana perasaan Mush’ab, perasaan para shahabat Rasulullah, seandainya melihat bendera tauhid dibakar dengan sengaja oleh tangan-tangan muslimin?

Last modified on Rabu, 24 Oktober 2018 10:19

Leave a Comment