Nabi Ibrahim Pernah Berbohong Tiga Kali, Benarkah?

Ilustrasi Ilustrasi

Muslimahdaily - “Tidak pernah Ibrahim ‘Alaihissalam berdusta kecuali tiga kali,” sabda Rasulullah riwayat Al Bukhari. Sang khalilullah juga mengakuinya saat manusia bertanya meminta syafaat dari beliau.

Nabi Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pernah berdusta tiga kali.” Jika benar Nabi Ibrahim pernah berdusta tiga kali, seperti apa kebohongan beliau?

Dusta ataupun bohong yang dilisankan Nabi Ibrahim sesungguhnya benar adanya dan mengandung kebaikan. Tidak satu pun perkataan beliau yang bermakna sebenar-benar kedutaan ataupun kebohongan, melainkan sebuah tauriyah. Berikut tiga kisah Nabi Ibrahim ketika ‘berbohong’.

1. “Sesungguhnya aku sakit”

Perkataan Nabi Ibrahim ini bahkan tercantum dalam Al-Qur’an. Kisahnya sangat terkenal, yakni ketika sang nabi diajak warga untuk berhari raya menyembah berhala. Karena ucapan beliau, warga pun meninggalkan Nabi Ibrahim seorang diri di kampung mereka. Saat itulah sang nabi beraksi menghancurkan berhala.

Ucapan “Sesungguhnya aku sakit,” yang dilisankan Nabi Ibrahim sejatinya bukanlah dusta. Yang dimaksud khalilullah dengan sakit bukanlah sakit fisik melainkan jiwa. Betapa Nabi Ibrahim merasa risau dan berduka jiwanya karena melihat kesyirikan melanda warga. Nabi Ibrahim merasakan duka yang teramat sangat karena mereka tak mendengar seruannya untuk menauhidkan Allah dan meninggalkan berhala.

Sebelum mengucapkan, “Sesungguhnya aku sakit,” Nabi Ibrahim sempat melihat ke atas langit. Warga memaknai bahwa Ibrahim melihat bintang dan meyakini bahwa bintang-bintang lah yang memberikan sakit kepada Ibrahim. Karena itulah mereka percaya dan pergi berhari raya.

Ketika seluruh kampung sepi, termasuk tempat ibadah berisi berhala, Nabi Ibrahim pun bangkit membawa kapak. Beliau lalu menghancurkan seluruh berhala yang ada, kecuali berhala yang terbesar. Dengan cerdas, sang nabi menaruh kapaknya ke berhala terbesar itu.

(Baca Juga : Kisah Nabi Syamil, Nabi Bijak Penyelamat Bani Israil)

Ketika warga kembali berhari raya, mereka terkejut dan histeris melihat patung-patung tuhan mereka hancur berserakan. Mereka pun melihat hanya tersisa satu berhala besar dengan kapak di tangannya.

Jika mereka meyakini berhala dapat bergerak, maka semestinya mereka menuduh berhala besarlah yang menghancurkannya. Namun mereka justru meyakini, “Pastilah Ibrahim yang melakukannya!”

2. “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya”

Dengan geram, warga memanggil Ibrahim ke tempat ibadah mereka. Nabi Ibrahim dituduh melakukan penghancuran terhadap semua patung berhala. “Engkaukah yang berbuat seperti ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” tanya mereka.

Lalu apa yang diucapkan sang nabi? Nabi Ibrahim berkata, “Bahkan yang melakukannya adalah (patung) yang paling besar itu.”

Kalimat Nabi Ibrahim dianggap berbohong karena sebetulnya sang nabi lah yang menghancurkan patung-patung berhala itu. Namun sebetulnya, ucapan Nabi Ibrahim bermakna suruhan kepada warga agar menanyakannya kepada patung yang terbesar yang dianggap mereka sebagai tuhan.

Maksudnya, tanyakanlah kepada patung besar itu jika memang mereka bisa berbicara. Karena itulah ucapan sang bapak para nabi itu bukanlah sebuah kebohongan.

Tentulah patung tak bisa berbicara apalagi memegang kapak dan menghancurkan patung saingannya. Jikalau para warga memiliki akal sehat, pastilah mereka akan mengimani Nabi Ibrahim dan hanya menyembah Allah Ta’ala.

Namun hati mereka telah mati dan buta hingga tak melihat kebenaran. Sebaliknya, mereka justru menyeret Nabi Ibrahim ke dalam kobaran api yang menjilat-jilat. Bahkan ketika Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api, mereka pun tetap saja tak beriman.

(Baca Juga : Kisah Laparnya Rasulullah dan Keberkahan Mangkuk Fathimah)

3. “Dia adalah saudara wanitaku”

Adapun momen ketiga Nabi Ibrahim ‘berbohong’ ialah ketika beliau dan istrinya, Sarah, melakukan hijrah. Suatu hari, beliau dan Sarah yang sangat jelita memasuki wilayah yang dipimpin seorang raja dzalim. Saat nabiyullah masuk ke negeri tersebut, tersiar kabar ke telinga raja tentang kedatangannya bersama seorang wanita yang sangat cantik.

“Sesungguhnya di wilayahmu ini ada seorang pria dengan wanita yang sangat cantik,” ujar seorang petugas kerajaan.

Maka dipanggillah Nabi Ibrahim ke hadapan raja. Sang raja dzalim bertanya, “Siapakah wanita yang bersamamu?”

Nabi Ibrahim menjawab, “Dia adalah saudara perempuanku.” Ucapan Nabi Ibrahim ini dianggap dusta karena Sarah bukanlah saudaranya, melainkan istrinya. Namun sebetulnya Nabi Ibrahim tidaklah berdusta karena setiap orang beriman adalah saudara. Karena itulah Sarah pun saudara seiman Nabi Ibrahim.

Saat menemui Sarah, nabiyullah berkata, “Wahai Sarah, di dunia ini tidak ada yang beriman selain aku dan engkau. Raja zalim ini menanyaiku lalu aku mengatakan kepadanya bahwa engkau adalah saudara perempuanku, maka janganlah engkau mendustakanku.”

Nabi Ibrahim mengatakan Sarah sebagai saudaranya karena tahu betul maksud sang raja. Jika ia mengatakan Sarah adalah istrinya, maka sang raja akan membunuh Ibrahim dan menculik Sarah. Karena itulah, Nabi Ibrahim mengatakan Sarah adalah saudarinya dengan harapan pertolongan dari Allah.

Pertolongan itu pun benar nyata. Saat Sarah di bawa paksa ke istana, sang raja tak mampu menyentuh Sarah sedikit pun. Berkali-kali raja ingin menyentuh Sarah, namun ia tak sanggup karena tangannya tiba-tiba bergetar hebat.

Hingga akhirnya, Sarah pun dikembalikan kepada Nabi Ibrahim, bahkan diberi seorang budak bernama Hajar. Keduanya selamat dan dapat melanjutkan perjalanan bersama Hajar yang kelak menjadi istri kedua Nabi Ibrahim sekaligus ibunda dari putra pertama beliau, Nabi Ismail.

Last modified on Selasa, 31 Juli 2018 07:26

Leave a Comment