Kisah Nabi Musa yang Jatuh Pingsan Saat Ingin Bertemu dengan Allah

ilustrasi ilustrasi

Muslimahdaily - Ketika Nabi Musa telah diberikan derajat dan kemuliaan yang sangat tinggi, ia juga dapat mendengar firman Allah secara langsung, lalu ia meminta kepada Allah untuk menyingkapkan hijab yang memisahkan dirinya dengan Tuhannya, “Ya Tuhan, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Maka Allah, Tuhan yang tidak terjangkau oleh mata manusia, Yang Maha Kuat lagi Maha Nyata menjawab, “Kamu tidak akan sanggup melihat-Ku.”

Kemudian Allah menjelaskan kepada Musa bahwa tubuhnya tidak akan sanggup bertahan jika melihat Allah secara langsung, karena gunung saja yang jauh lebih kuat, jauh lebih kokoh, jauh lebih besar, dari pada manusia tidak sanggup bertahan ketika melihat Dzat Tuhan Yang Maha Penyayang, oleh karena itu dikatakan pada Musa, “Namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu akan dapat melihat-Ku.”

Dalam buku-buku kontemporer disebutkan, bahwa Allah berfirman kepada Musa, “Wahai Musa , tidak ada makhluk hidup yang dapat melihat-Ku kecuali ia akan mati, dan tidak ada makhluk yang keras (seperti batu, gunung, dan sejenisnya) yang dapat melihat-Ku kecuali ia akan terguling-guling (tergelincir).”

Dalam kitab Shahihain disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Musa, dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Hijab Allah (tirai pemisah antara Allah dengan makhluk-Nya) adalah cahaya (pada riwayat lain disebutkan api), apabila hijab itu disingkirkan maka cahaya Wajah-Nya akan membakar seluruh makhluk yang terlihat oleh-Nya (artinya seluruh makhluk, karena pandangan-Nya menembus semua dimensi).”

Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Allah, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.” Ia mengatakan, maksudnya adalah cahaya yang menjadi cahaya-Nya, apabila ditampakkan pada sesuatu, maka sesuatu itu tidak akan kuat untuk bertahan.

Allah berfirman, “Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Mujahid mengatakan, “Allah berkata kepada Musa, “Namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku,” karena gunung itu lebih besar dan lebih kokoh darimu, “Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu.” Musa pun dapat membuktikan bahwa gunung itu tidak sanggup bertahan, karena baru sesaat ditampakkan gunung itu langsung bergetar, dan Musa yang melihat getaran itu langsung jatuh pingsan.

Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan Hakim, melalui Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dan ada sanad lain pula yang disebutkan oleh Ibnu Jarir, yaitu dari Laits, dari Anas, bahwasannya ketika Nabi membaca firman Allah, “Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh.”

Beliau berkata, “Baru seperti ini saja..” seraya memperlihatkan ujung jari kelingkingnya yang diletakkan di ujung ibu jarinya (biasanya untuk mengisyaratkan sesuatu yang kecil, sedangkan di sini untuk mengisyaratkan waktu yang sangat singkat) lalu beliau melanjutkan, “..gunung itu sudah hancur berantakan.” Lafazh ini dikutip dari riwayat Ibnu Jarir.

As-Suddi meriwayatkan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbad, ia berkata, “Ketika itu Keagungan-nya yang diperlihatkan hanya seujung jari kelingking saja, namun itu sudah membuat gunung itu hancur seperti pasir.”

“Dan Musa pun jatuh pingsan.” Yakni, jatuh tidak sadarkan diri. Qatadah mengartikan jatuh mati. Namun, yang benar adalah pendapat pertama, karena setelah itu dikatakan, “Setelah Musa sadar.” Kata “ifaqah” (tersadar) itu hanya jika seseorang bangkit kembali dari pingsannya, bukan dari kematian.

“Dia berkata, “Mahasuci Engkau.” Yakni, pensucian dan pengagungan kepada Allah terhadap pemikiran bahwa seseorang dapat melihat Keagungan-Nya.

“Aku bertaubat kepada Engkau.” Yakni, setelah ini aku tidak akan meminta lagi untuk dapat melihat Keagungan-Mu. “Dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.” Yakni, bahwasannya tidak ada satu makhluk hidup pun yang dapat melihat Keagungan-Mu kecuali ia pasti mati, dan tidak ada satu makhluk yang tidak bergerak pun kecuali ia pasti tergelincir.

 

Leave a Comment