Nasib Nabi Musa Saat Melarikan Diri Ke Kota Madyan

ilustrasi ilustrasi

Muslimahdaily - Nabi Musa alaihissalam adalah Nabi yang sangat mulia dan dianugerahi banyak mukjizat oleh Allah, diantaranya adalah ia dapat membelah laut merah dengan tongkatnya. Hidupnya harus berhaapan dengan raja Fira’un yang terkenal sangat kuat dan mengaku sebagai Tuhan.

Oleh karena itu, Allah menganugerahkan fisik yang kuat kepada Nabi Musa. Namun, suatu hari kekuatan ini pernah memunculkan kegaduhan, hingga Nabi Musa menjadi buronan sang raja dan tentaranya. Ia meninju seorang pemuda hingga pemuda tersebut mati.

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).“ (QS. Al Qashash: 15)

Kemudian pada Quran surat Al-Qashash ayat 22-24 Allah mengisahkan tentang Rasul-Nya yang meninggalkan negeri Mesir dengan perasaan takut dan terburu-buru, takut jikalau ada seseorang dari kaum Fir’aun yang membuntutinya dan terburu-buru tanpa mengetahui kemana ia harus pergi dan jalan yang harus ia tempuh, karena ia belum pernah keluar dari negeri Mesir sebelumnya.

“Dan ketika dia menuju kea rah negeri Madyan.” Yaitu, Musa tak bermaksud untuk pergi ke negeri tersebut, namun ke negeri itulah ternyata kakinya melangkah dan negeri itulah ujung dari jalanan yang ditelusurinya.

“Dia berdoa lagi, “Mudah-mudahan Tuhanku memimpin aku ke jalan yang benar.” Yaitu, ia berharap semoga jalan yang dia tempuh adalah jalan yang menghantarkan dia ke sebuah tempat aman dan tak diketahui oleh tantara Fir’aun.

“Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan.” Sumur yang Nabi Musa temui adalah satu-satunya sumur kaum Madyan untuk memperoleh air. Madyan sendiri merupakan sebuah nama kota yang dahulu pernah Allah binasakan penduduknya. Adalah penduduk Aikah, kaum Nabi Syu’aib..

Saat Nabi Musa sampai di sumur tersebut, ia menjumpai beberapa orang disana, “dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya)” yaitu, mencegah ternak mereka untuk tidak bercampur dengan ternak orang lain.

“Dia (Musa) berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa perempuan itu tak dapat mengambil air di sumur itu kecuali setelah para penggembala (semuanya laki-laki) itu pergi, perempuan itu tak mungkin ikut berdesak-desakan dengan mereka, sedangkan alasan mengapa mereka yang menggembalakan ternak tersebut karena ayahnya sudah tua dan tak mampu lagi melakukannya.

“Maka dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua perempuan itu. Kemudian dia kembali ke tempat yang teduh.” Ulama tafsir mengatakan, bahwa tempat teduh yang dimaksud adalah di bawah pohon Samar, yaitu sejenis pohon yang lebat daunnya. Sedangkan Riwayat Ibnu Jarir, dari Ibnu Mas’ud menyebutkan, bahwa tempat teduh itu adalah daun-daun yang dikumpulkan oleh Nabi Musa lalu dijadikan atap untuk ia berteduh.

Setelah itu ia berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.”

Ibnu Abbas mengatakan, “Nabi Musa berjalan dari negeri Mesir hingga negeri Madyan tanpa memakan apapun kecuali rerumputan dan daun-daunan, maka tubuhnya pun semakin kurus hingga membuat alas kaki yang dikenakannya lolos begitu saja karena kebesaran, kemudian ia duduk di tempat yang teduh dengan rasa sakit di perutnya karena terlalu lapar, tentu saja daun-daunan dan rerumputan yang ia makan tidak terlalu berpengaruh untuk mengurangi rasa laparnya, ia sangat membutuhkan makanan meski satu biji korma sekalipun.”

Atha bin Saib mengatakan, “Ketika Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.”

Sumber: Kitab Kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir

 

Leave a Comment