Konflik Saudara Nabi Ya'qub dengan Kembarannya Sendiri

ilustrasi ilustrasi

Muslimahdaily - Nabi Ishaq 'Alahissalam dan istrinya Rifqah binti A’zar dikaruniai dua putra, yakni Nabi Ya’qub Alahissalam dan kembarannya bernama Ishu. Sayangnya, kedua anak Nabi Ishaq bukan merupakan saudara yang dekat dan akrab, mereka saling bersaing dan bersengketa antara satu sama lainnya.

Ishu selalu memiliki perasaan iri dan dengki kepada Nabi Ya’qub karena dirinya tidak pernah dimanja dan disayangi layaknya Nabi Ya’qub oleh ibunya. Inilah yang kemudian membuat konflik di keduanya kerap muncul.

Rasa dendam Ishu kepada Nabi Ya’qub semakin bertambah dan memburuk setelah dirinya mengetahui bahwa Nabi Ya’qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya meminta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan. Sedangkan Ishu tidak pernah mengetahui soal ini dari ibunya, maka dari itu ia tidak pernah mendapat kesempatan memperoleh berkah dan doa dari ayahnya, Nabi Ishaq.

Sikap Ishu semakin dingin kepada Nabi Ya’qub. Dirinya selalu mengancam serta menyindir Nabi Ya’qub kapanpun itu. Sementara Nabi Ya’qub yang sudah tidak kuat atas perlakuan saudara kembarnya pun mengadu kepada Nabi Ishaq.

“Wahai ayahku! Tolonglah berikan pikiran kepadaku, bagaimana aku harus menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku, mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan

Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kana'an dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku pikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan,” keluh Nabi Ya’qub.

Berkatalah Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing, “Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini.”

Nabi Ishaq pun menyarankan Nabi Ya’qub untuk pergi merantau ke Harran di daerah Irak. Di sana terdapat tempat tinggal pamannya yang bernama Laban bin Batu’il. Ayahnya juga mengatakan bahwa Nabi Ya’qub bisa menikah dengan salah seorang putri pamannya dan membuat kedudukan sosialnya menjadi kuat agar disegani serta dihormati, karena memang pamannya memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat sana.

“Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram,” doa Nabi Ishaq kepada putranya.

Nabi Ya’qub merasa nasihat dan anjuran ayahnya merupakan jalan keluar yang tepat dari krisis hubungannya dengan Ishu. Akhirnya ia pun segera berkemas dan membawa barang-barang yang diperlukan. Walaupun hati Nabi Ya’qub merasa sedih, dirinya tetap meminta restu kepada ayah dan ibunya ketika ingin meninggalkan rumah.

Kehidupan Nabi Ya’qub di Irak

Hijrahnya Nabi Ya’qub ke Irak bukanlah perjalanan yang mudah. Ia harus menghadapi jalan pasir dan sahara yang luas dalam balutan panas matahari yang sangat terik. Dirinya juga merasakan angin samum yang membakar kulit. Tetapi ia tetap gigih meneruskan perjalanan.

Sesekali Nabi Ya’qub berhenti untuk melepas letih. Kemudian pada salah satu tempat perhentiannya, Nabi Ya’qub tertidur di bawah batu karang yang besar. Saking nyenyaknya Nabi Ya’qub tidur, ia pun mendapatkan mimpi.

Dalam mimpi tersebut diceritakan bahwa Nabi Ya’qub mendapatkan rezeki yang melimpah dengan kehidupan yang aman dan damai. Keluarga dan cucunya shaleh serta berbakti kepadanya. Ia juga memiliki kerajaan yang besar dan makmur.

Terbangunlah Nabi Ya’qub dari mimpi indahnya. Ia masih terus memikirkan isi mimpinya yang terasa aneh tetapi Nabi Ya’qub percaya bahwa itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari, seperti doa ayahnya yang masih diingat.

Sesampainya Nabi Ya’qub di kota Harran, ia langsung bertanya kepada salah satu penduduk di sana mengenai letak rumah pamannya berada. Salah satu penduduk tersebut kemudian menunjuk ke arah gadis cantik yang sedang menggembala kambingnya.

“Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya,” kata penduduk tersebut.

Pergilah Nabi Ya’qub menghampiri gadis tersebut kemudian memperkenalkan dirinya sebagai saudara sepupunya sendiri. Ia juga menjelaskan maksud kedatangannya ke kota Harran untuk menemui pamannya, Laban bin Batu’il, sekaligus menyampaikan pesan dari Nabi Ishaq.

Dengan senang hati, Rahil pun mempersilahkan Nabi Ya’qub mengikutinya hingga ke rumah untuk menemui ayahnya. Setelah sampai di rumah Laban bin Batu’il, Nabi Ya’qub terkejut melihat bahwa pamannya seorang yang kaya raya dan merupakan pemilik peternakan terbesar di kota itu.

Nabi Ya’qub disambut hangat oleh Laban bin Batu’il dan keluarganya. Ia disediakan tempat dan bilik khas oleh pamannya yang tidak ada bedanya dengan tempat istirahat anak kandungnya yang lain. Nabi Ya’qub pun segera merasa kerasan dan nyaman tinggal di rumah Laban, layaknya rumah sendiri.

Cukup lama Nabi Ya’qub tinggal di sana, hingga ia pun menikahi sepupunya yakni Laya dan Rahil. Ia pun dikarunai sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain lagi. Setelah dianugerahi keturunan, Nabi Ya’qub pun akhirnya kembali kepada keluarganya di Kan’an.

Di Kan’an, Allah kembali memberi rejeki kepada Nabi Ya’qub dengan lahirnya lagi dua putra yakni Yusuf dan Bunyamin, dari istrinya Rahil. Dengan demikian, Nabi Ya’qub memiliki dua belas orang anak.

Ternyata semua doa yang dipanjatkan oleh ayahnya, Nabi Ishaq dikabulkan oleh Allah ta’ala. Setelah semua doa ayahnya terkabul, Nabi Ya’qub pun menyempurnakan risalah ayahnya, Nabi Ishaq dan kakenya, Nabi Ibrahim untuk menyeru pada ajaran Allah Ta’ala.

Leave a Comment