Muslimahdaily - Sudah menjadi hakikat manusia yang tercipta tidak sempurna. Ada masanya kita tidak selalu mendapatkan yang kita mau atau merasa tidak nyaman dan bahagia dengan apa yang sedang dijalani sekarang. Perasaan bingung, gelisah, bahkan marah dengan kondisi, juga turut melengkapi. Mencoba mencari jalan keluar, tapi entah dari mana dan bagaimana. Mungkin menyerah menjadi pilihan yang terlihat mudah saat itu.

Kita semua pasti pernah merasakannya, termasuk Aisyah Nur Aila—dengan panggilan akrabnya, Aisyah. Dikenal di lingkungan yang mayoritas muslim, Aisyah adalah seorang yang humble, tulus, ceria dan disukai banyak orang. Ternyata, di balik sosoknya yang menyenangkan, Aisyah memiliki kisah yang tidak semua orang alami. Kisahnya yang penuh makna, membuka hati dan pikiran menuju jalan Allah. Berawal memiliki cita-cita menjadi pendeta, karena latar belakang keluarga Ayah, yang juga pelayan gereja. Kini Ia sudah 3 tahun berhijrah di jalan Allah.

Tahun 2016 adalah awal dimana semua hal mulai bergerak mencari arah yang tepat dalam hidupnya. Saat itu ia berusia 17 tahun, masih di bangku SMK. Tepat 3 hari sebelum ujian praktiknya, ia positif DBD sehingga mengharuskannya untuk opname. Berbagai rasa sakit yang tak tertahankan sudah ia alami. Aisyah sangat lelah, baik secara fisik maupun mental. Hingga suatu malam ia bermimpi berada di dalam ruangan yang sangat bersinar dan kosong, terdengar suara laki-laki yang berat memanggilnya dan berkata,

“Aisyah, satu-satunya agama yang diridhai Allah adalah Islam. Tuhan tidak beranak/diperanakkan, tidak punya Ibu/Bapak, dan tidak terlihat wujudnya.”

Sejak mimpi itu, ia semakin yakin untuk menjadi mualaf. Seminggu setelahnya, ia membaik sehingga bisa istirahat di rumah.

Aisyah memberanikan diri untuk bercerita kepada Ibunya terlebih dahulu. Awalnya sulit, sempat perang dingin selama 2 minggu hingga akhirnya Ibu mulai ikhlas dengan pilihan anak perempuannya. Tetapi, berbeda dengan Ayahnya yang masih belum tahu dan akan lebih sulit untuk menerima hal tersebut. Beberapa temannya satu persatu juga mulai tahu. Tidak sedikit dari mereka yang kaget.

Hidup di lingkungan mayoritas muslim membuat Aisyah sedikit belajar tentang Islam. Bagaimana seseorang diberi sakit sebagai teguran atau penghapus dosa. Aisyah juga merasakan kejanggalan sebelum mengenal Islam, sehingga ia mulai mencari tahu lebih dalam tentang Islam. Tentang bagaimana Islam memuliakan perempuan. Tentang fakta bahwa menutup aurat dapat menjauhkan Ayahnya dari api neraka. Aisyah juga merasa adanya rasa malu sehingga berniat berhijab syar’i untuk menyempurnakan hijabnya.

Tepat hari Jumat pukul 3 pagi, Aisyah mengucapkan syahadat. Alhamdulillah, setelahnya hati terasa lebih lega. Meskipun banyak komentar orang yang menyakiti, tidak membuat Aisyah kehilangan keteguhan hati pada Allah. Itulah yang membuatnya terus bersabar, menerima dan kuat. Karena Aisyah percaya bahwa pertolongan Allah itu dekat. Di masa-masa sulitnya, dimana Aisyah diharuskan untuk bertahan di titik terendahnya, bantuan Allah selalu ada. Tidak kurang, tidak lebih. Tidak melulu bantuan materi, namun sesederhana kehadiran teman yang sedia membantu di kondisi apapun, serta orang-orang di sekitarnya yang senantiasa mendoakannya, menjaganya dan membimbingnya. Aisyah sangat bersyukur atas segala kebaikan yang datang padanya.

Semua yang terjadi di masa lalu, sekarang, dan masa depan itu udah ditakdirkan sama Allah. Selama berpegang teguh sm Allah, jangan takut.

Winona Hanantian

Add comment

Submit