Muslimahdaily - Salah satu sastrawan nusantara yang terkenal ialah Pramoedya Ananta Toer. Lewat karyanya yang fenomenal yakni Tetralogi Pulau Buru, ia menghasilkan empat novel yang membahas roman sejarah Indonesia pra kemerdekaan, salah satunya Bumi Manusia yang kini diadaptasi menjadi film oleh sutradara Hanung Bramantyo.

Karya-karya Pram didasari atas persoalan-persoalan yang terjadi pada masa pra kemerdekaan, terutama penindasan dan perbudakan kepada pribumi. Walaupun sempat ditahan di Pulau Buru, Pram tidak menghentikan kegiatan menulisnya. Ia malah menghasilkan novel-novel legendaris salah satunya Tetralogi Pulau Buru.

Tetralogi Pulau Buru diambil dari latar belakang terbentuknya negara Indonesia pada abad ke-20 yang menceritakan bagaimana sejarah Nusantara di masa lampau. Tetralogi ini memiliki empat serial: Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988).

Berikut sedikit sinopsis dari keempat buku di atas.

1. Bumi Manusia

Buku ini merupakan jilid pertama dari Tetralogi Pulau Buru. Buku yang berlatar awal abad ke-19 dan abad ke-20 ini menceritakan seorang pemuda Jawa keturunan ningrat bernama Minke. Tokoh Minke merupakan anak seorang bupati yang bersekolah di Hogere Burger School (H.B.S) Surabaya. Konon Surabaya memiliki anggapan bahwa kegiatan menulis menjadi suatu hal yang penting.

Bumi Manusia menggambarkan karakter Minke sebagai pemuda yang revolusioner kerap menantang ketidakadilan terhadap bangsanya. Selain itu, buku ini juga dipenuhi kisah romansa dari Minke dengan Annelies.

Pram dalam tetralogi pertamanya, menggambarkan betapa terpuruknya kondisi pribumi dalam hegemoni kolonial. Penindasan semena-mena, pergundikan, dan munculnya strata sosial menempatkan pribumi di kelas paling rendah. Kondisi seperti itu membuat Minke melakukan perlawanan dengan membuat tulisan-tulisan di surat kabar.

2. Anak Semua Bangsa

Kelanjutan dari jilid pertama Bumi Manusia ini bercerita pertemuan Minke dengan seorang priyayi yang juga bersekolah di HBS Surabaya. Minke bertemu dengan Trunodongso, seorang petani yang menolak tanahnya disewakan secara paksa kepada perusahaan gula milik kolonial. Kejadian ini semakin meyakinkan dan menyadarkan rasa nasionalisme Minke.

Seiring kemajuan dunia modern, pribumi ditawarkan kebudayaan Eropa. Sehingga saat itu, pribumi terkesima akan perubahan yang terjadi akibat pengaruh Eropa. Minke mulai berkenalan dengan gerakan antikolonial di berbagai dunia. Minke menilai bahwa sikap pesimistis dan perasaan menerima saat diperbudak oleh bangsa Eropa adalah sebuah jeratan dalam budaya maju yang ditawarkan kepada kaum pribumi.

3. Jejak Langkah

Ini adalah buku ketiga dari lanjutan seri Anak Semua Bangsa. Di buku ini diceritakan Minke melawan pemerintah kolonial dengan membentuk organisasi serta membangun pers. Hal itu digunakannya sebagai alat untuk memobilisasi massa agar terlibat melawan kolonial.

Pada 1901, Minke melanjutkan sekolahnya di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi. Siswa yang sekolah di sini akan dipekerjakan oleh gubermen (pemerintah kolonial Belanda). Semenjak sekolah, Minke tidak pernah berhenti untuk menulis. Ia mengkritik pemerintah dan diterbitkan di koran.

Dengan membawa massa untuk melakukan perlawanan, perlahan organisasi kerakyatan lahir di antaranya Boedi Oetomo, Petani Samin, Serikat Dagang Islam, dan masih banyak organisasi pribumi lainnya. Tokoh-tokoh revolusioner juga kerap hadir dan bermunculan. Sadikoen, Tjipto, Haji Misbach, Marco, Sandiman, Haji Moeloek, Haji Samadi, Princess van Kasiruta (istri ketiga Minke), Siti Soendari, dan beberapa tokoh lain.

4. Rumah Kaca

Buku keempat ini menampilkan sosok tokoh Pangemanann, seorang juru arsip asal Manado yang diberikan perintah untuk mengawasi pribumi, khususnya mengawasi Minke pada saat berasa dalam kamp pengasingan.

Cerita jilid empat ini diakhiri dengan situasi mengecewakan. Minke meninggal usai melihat media dan organisasi yang dibangunnya selama ini direbut oleh gubermen kolonial. Meski begitu, pengaruh Minke masih selalu membekas bagi pribumi.