Muslimahdaily - Konflik yang terjadi di Palestina dan Suriah belum meredam hingga kini. Ledakan bom dan tembakan senjata menjadi musik menyeramkan yang selalu terdengan di telinga para penduduk Palestina.
Mayat-mayat tergeletak di jalanan. Darah-darah segar membanjiri tiap sudut kota. Bangunan-bangunan hancur bagai arsitektur khas di sana.
Palestina, negara yang mendambakan kedamaian dan ketenangan. Tapi sayang, impian akan kemerdekaan yang hakiki agaknya jauh dari harapan. Lalu apa yang menyebabkan Palestina dan rakyatnya harus menahan derita dan terus menahan derita ini?
Namun Israel adalah negara Palestina yang ditempati secara paksa. Sejak tahun 800 SM, kerajaan Israel sudah menempati tanah Palestina meskipun setelah itu tanah Palestina sempat dikuasai oleh Islam, namum keinginan Israel untuk menguasai masih ada.
Jalur Gaza, wilayah yang terdampak konflik paling berat. Tanah seluas 140 mil persegi terletak di sepanjang pantai Mediterania antara Mesir dan Israel. Kini, jalur tersebut direbut oleh Israel dari Yerussalem yang merupakan ibu kota Palestina.
Sebelumnya, Jalur Gaza adalah kekuasaan Mesir sesuai kesepakatan pada Perang Arab-Israel 1948. Perang tersebut terjadi sehari setelah David Ben Gurion dan kawan-kawannya mendeklarasikan Israel sebagai sebuah negara.
Pasca perang, seluruh rakyat Palestina dipaksa pergi meninggalkan rumahnya. Mereka tertahan di Jalur Gaza tanpa adanya jalan untuk keluar, terjebak antara Mesir dan ‘Israel’.
Rakyat Palestina hanya tinggal di tenda-tenda pengungsian. Mereka terus-menerus dijajah. Pada tahun 2006, Hamas, kelompok politis Palestina, mengambil alih Jalur Gaza. Mulai saat itu, Hamas menduduki tempat yang sarat akan pengeboman, pembantaian dan pembunuhan.
Hamas terus memerangi Israel hingga mereka dicap sebagai teroris oleh Israel, Amerika dan negara lain yang pro terhadap Israel.
Meskipun rakyat Palestina tidak memiliki tentara secara resmi, namun mereka memiliki senjata canggih untuk melawan zionis yang diselundupkan dari negara-negara kontra Israel. Hingga kini, rakyat Palestina masih berusaha sekuat tenaga untuk mengambil kembali tanah airnya dari tangan zionis.
Jika konflik di Palestina terjadi karena dilatarbelakangi oleh klaim dua kubu atas sebuah wilayah, maka hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Suriah. Konflik yang terjadi di Suriah terjadi karena adanya kekecewaan rakyat terhadap pemimpin Suriah, Bashar al-Assad.
Maret 2011 merupakan awal dari perpecahan yang terjadi di Suriah. Demanstronsi dilancarkan dan perang berkecamuk. Hal tersebut dilakukan untuk meluluskan niat rakyat agar presiden Bashar al-Assad segera turun dari jabatannya.
Militer islamis lokal dan para jihadis sunni akhirnya mampu memaksa Al-Assad untuk melepas tahta kepresidenannya.
Niat awal rakyat yang hanya ingin menggulingkan presidennya itu justru menjadi boomerang bagi mereka. ISIS yang melihat kekacauan ini justru memanfaatkannya untuk menyebar ideologi sesat yang mereka yakini. Karenanya, timbullah perang antara Sunni dan Syiah untuk merebut wilayah Suriah.
Disamping itu, timbul spekulasi bahwa perang antar-sekte yang belum kunjung selesai disebabkan adanya pihak luar yang menjadikan Suriah sebagai ladang perang bahkan uji coba kekuatan senjata yang dimiliki.