Muslimahdaily - Orang-orang Arab merupakan pionir-pionir dalam usaha penjelajahan dan perjalanan dalam Abad pertengahan. Mereka telah mengarungi daerah-daerah yang luas, menyebrangi gurun-gurun pasir yang sulit dilalui, menyisir hutan-hutan belukar serta berlayar mengarungi lautan tak berujung.
Perahu-perahu mereka telah mendarat di “Dunia Baru” lima abad sebelum Colombus. Kapal-kapal mereka melintasi Selat Bering untuk mengelilingi pantai-pantai sebelah utara tanah yang luas, yang saat ini dikenal dengan nama Amerika Utara. Akan tetapi, yang terbesar di antara para pengembara Muslim dan yang terbesar sepanjang sejarah adalah Ibnu Batuta. Tokoh yang sejajar dengan Marco Polo, Hsien Tsieng, Drake, dan Magellan.
Dia adalah Marco Polo-nya zaman itu, saat Marco Polo meninggal ia baru berusia dua puluh tahun. Ibnu Batutah telah melakukan perjalanan selama tiga puluh tahun dan menempuh jarak sejauh 75.000 mil, sebuah rekor unik saat zaman itu.
Keinginannya untuk mengembara telah membawanya sampai ke negara-negara jauh seperti Spanyol, Indonesia, Asia Tegah, dan Afrika Tengah. Ia berjumpa dengan khalifah-khalifah dan para pengemis, mengunjungi pesta di istana-istana dan tidur di penginapan-penginapan pinggir jalan, mendengar dongeng-dongeng yang diceritakan oleh ahli-ahli ke Tuhan-an maupun para pelaut, pedagang, dan penjaja barang.
Sepulangnya dari perjalanan, ia mencatat pengalaman-pengalamannya yang beraneka ragam dalam ingatan yang jelas.
Pendapat umum mengatakan dialah pengembara terbesar sebelum penemuan mesin uap yang melakukan perjalanan terpanjang. George Sarton menulis, “Diperkirakan (oleh Sir Henry Yules 1820-1889) bahwa ia telah menjelajahi daratan dan mengarungi lautan sejauh 75.000 mil, jauh lebih panjang dari perjalanan Marco Polo atau lebih dari pengelana mana pun saat itu. Ia telah mengunjungi semua tanah Islam dan sering kali bertemu dengan pemimpin-pemimpin mereka.
Ibnu Batuta dari Tangiers
Namanya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Lawati al Tanj, atau lebih dikenal sebagai Ibnu Batuta. Ia lahir di Tangiers Afrika Utara pada tanggal 24 Februari 1304 M. Ia adalah pria keturunan suku Barbar di Lawata. Saat di India dikenal dengan nama Maulana Bard al-Din. Keluarganya mahir dalam hal yurisprudensi Islam dan menghasilkan beberapa Qazi atau hakim.
Saat itu Ibnu Batuta diberi pendidikan agama dan sastra, didorong oleh kewajiban agamanya untuk melakukan ibadah haji ke Mekkah, ia meninggalkan Tangiers pada 14 Juni 1325 M menuju Tanah Suci saat usianya belum 21 tahun. Disebranginya Tunisia dan hampir seluruh perjalanannya ditempuh dengan jalan kaki.
Setelah hampir seluruh negara di dunia ia sambangi, ia kembali ke Fez pada tahun 1354 M setelah menyelesaikan perjalanannya ke Afrika Tengah dan kemudian ia menetap di sana.
Menulis Cerita Perjalanan
Atas permintaan Sultan Abu Enam dari Maroko, Ibnu Batuta mendiktekan cerita perjalanannya kepada juru tulis Sultan, bernama Ibnu Jauzi, seorang teolog Andalusia. Tulisannya penuh dengan hal-hal mendetail dan penggambarannya sungguh menyentuh.
Cerita Ibnu Batuta diberi judul Tuhfat al-Nuzzarfi Ghara’ib al-Amsar wa Aja’ib al Asfar (Hadiah untuk Para Pengamat yang meneliti Keajaiban-keajaiban Kota dan Keanehan-keanehan Perjalanan). Cerita tersebut dikenal umum dengan nama Rihlat Ibn Batuta atau Rihla (perjalanan).
Karya tersebut diselesaikan oleh Ibnu Jauzi pada tanggal 13 Desember 1355 dengan tulisan yang kemudian di salin pada bulan Februari 1356 M. Ada beberapa manuskrip dari Rihla, lima di antaranya tersimpan di Perpustakaan Nasional Paris. Satu yang mengenai otograf Ibn Jauzi, diselesaikan pada bulan Februari 1356 M.
Tulisan mengenai perjalanannya, telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Barat dan Timur, antara lain bahasa Inggris, Prancis, Latin, Portugis, Jerman dan Persia.
Meskipun pada waktu itu cerita perjalanan Ibnu Batuta terdengar seperti dongeng khayal belaka, namun nyatanya itu semua adalah cerita asli dan jujur. Ibnu Khaldun pernah menyatakan bahwa tulisan Ibnu Batuta tentang kehidupan di India mengandung beberapa “kemudahpercayaan”, akan tetapi Batuta di dukung oleh Wazir Faris ibn Wadrar.
Keberatan yang sama juga dilontarkan pada catatan-catatan perjalanan Marco Polo, karena keduanya menceritakan hal-hal yang mirip fiksi. Tetapi dengan mengesampingkan sedikit kekurangansempurnaan atau kekhilafan dalam ingatannya, yang bukan tidak lumrah dalam pengalaman-pengalaman perjalanan yang begitu banyak, tulisan-tulisan itu dinilai jujur.
Kekhasan Cerita Ibnu Batuta
Salah satu ceritanya tentang Aisa kecil yang mengungkapkan hal-hal mengenai beberapa negara kecil yang teroisah-pisah di bawah tekanan bangsa Mongol. Penggambarannya mengenai Konstatinopel sangat mendetail dibandingkan dengan catatan orang Kristen, meskipun Ibnu Batuta tidak begitu pandai berbahasa Yunani.
Ia juga memuji kerajaan Muslim di Delhi. Ia juga yang pertama kali menceritakan Maladewa dan Sudan Barat secara rinci. Bagian cerita perjalanannya tentang Cina juga benar-benar tak ternilai harganya. Dari sudat pandang Geografis, tulisannya dinilai lebih tinggi daripada tulisan hampir semua pengelana di Abad Pertengahan.
Cerita perjalanannya penuh dengan kekhasan di berbagai negara yang dikunjunginya. Mulai dari upacara ‘sati’, pembakaran janda di India hingga menyaksikan kematian hitam di Damaskus pada tahun 1348 dan menyebutkan kasus-kasus penyakit kaki gajah juga hernia di Zafar.
Dengan demikian, sebelum munculnya mesin uap dan alat transportasi yang serba cepat, Ibnu Batuta adalah pengelana terbesar yang pernah dikenal dunia.
Sumber: Seratus Muslim Terkemuka karya Jamil Ahmad