Muslimahdaily - Indonesia terkenal dengan beragam tradisi dan budayanya. Seperti hal nya pada saat setiap perayaan menyambut hari besar keagamaan selalu terdapat tradisi khas di setiap daerah. Salah satu dari sekian banyaknya adalah tradisi khas Riau dalam menyambut hari-hari terakhir bulan ramadhan yakni terdapat tradisi lampu colok 27 likur.
Melansir dari indonesia.go.id, tradisi lampu colok atau dalam bahasa Melayu disebut “Pelito atau Pelite” yaitu prosesi menyalakan lampu dengan menggunakan minyak tanah. Bahan utamanya dari bambu, kaleng, atau botol bekas yang diisi minyak tanah dengan sumbu di tengahnya. Lalu sumbu tersebut dibakar yang kemudian dapat bereaksi sebagai penerang.
Dari cerita yang beredar di masyarakat setempat asal muasal kemunculan tradisi lampu colok 27 likur ini dahulu digunakan sebagai penerang jalan bagi masyarakat yang akan membayar zakat fitrah ke masjid atau rumah warga yang menjadi perwakilan penerima zakat fitrah. Tradisi ini kemudian ditetapkan sebagai festival oleh pemerintahan setempat sebagai pemeliharaan warisan budaya.
Festival lampu colok 27 likur diresmikan pertama kali oleh Wakil Bupati Bengkalis, Bagus Santoso. Malam ramadhan ke 27 dipilih sebagai hari pelaksanaan tradisi ini karena malam-malam akhir di bulan ramadhan dianggap momen yang tepat untuk menyadari betapa pentingnya nilai religi dan kehidupan. Selain itu tradisi ini juga sekaligus penyambutan malam Lailatul Qadar.
Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dimulai dengan pembuatan lampu dari barang bekas yang berbentuk tabung, lalu diisi minyak tanah dan ditutup dengan sebuah sumbu. Setelah itu dibutuhkan alat dari sebuah bambu panjang mirip dengan galah untuk menyalakan lampu tersebut. Cara menyalakan api ini disebut dengan colok.
Biasanya botol-botol lampu tersebut disusun pada bingkai dari kayu yang sudah dibentuk menyerupai menara atau gapura yang berdiri tegak, kokoh dan tinggi. Terkadang masyarakat setempat menyusun menara tersebut sesuai dengan kreativitas masing-masing, dari yang berbentuk masjid bahkan kaligrafi Al-Qur’an.
Lampu colok mulai dinyalakan ketika salat magrib selesai dilaksanakan. Biasanya momen ini dimanfaatkan masyarakat untuk menikmati pemandangan menakjubkan yang dihasilkan dari lampu ketika sebelum berangkat dan setelah pulang tarawih. Untuk mereka yang pertama kali melihat lampu colok, dipastikan akan merasa takjub.
Tradisi lampu colok hingga saat ini masih aktif dilaksanakan melalui acara festival. Tak hanya menjadi tradisi daerah saja, lampu colok telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Budaya dan Pendidikan Indonesia. Oleh karenanya diharapkan lampu colok 27 likur ini tetap dilestarikan karena merupakan budaya asli Indonesia yang berasal dari Riau.