Muslimahdaily - Kelak di hari akhir, setelah semua orang dibangkitkan tanpa terkecuali, kita dikumpulkan untuk mendapat keadilan. Ya, keadilan apakah kita termasuk yang meyakini atau mengkafiri, mendzalimi atau didzalimi, beramal atau bermaksiat, baik atau buruk, berakhir di surga yang indah atau neraka yang menyala.
Pertama kali manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Yakni sebuah lahan luas lagi datar di mana matahari hanya berjarak satu mil dari atas kepala. Hanya segelintir orang saja yang mendapat naungan dari Allah di padang dahsyat itu. Namun bukan sehari dua hari, manusia berdiri di padang mengerikan itu selama 40 tahun. Setiap mata menatap langit, menanti pengadilan Allah terhadap dirinya. Namun penantian tak kunjung tiba.
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.” (HR. Ibnu Abid Dunya dan Ath Thabrani).
Ketika kesulitan dan kesusahan makin menjadi, mulailah orang-orang mencari syafaat pada para nabi, agar hari pengadilan disegerakan. Mereka mendatangi Nabi Adam, namun beliau enggan memberi syafaat. Lalu kepada Rasul pertama, Nuh, namun hasilnya sama.
Pergilah mereka kepada bapak agama samawi, Nabi Ibrahim. Namun ternyata Nabi Ibrahim pun menolak memberi syafaat. Penolakan yang sama pula terjadi saat meminta syafaat pada Nabi Musa dan Nabi Isa.
Harapan terakhir adalah Rasulullah. Maka pergilah mereka pada Nabi Muhammad, berharap syafaat diberikan beliau Shallallahu’alaihia wa sallam. Rasulullah kemudian memohon kepada Allah agar dapat memberikan syafa’at. Atas izin Allah, Rasulullah pun memberikan syafaat pada semua manusia agar segera diberi keputusan.
Maka di gelarlah pengadilan Allah. Ini lah hari perhitungan amal dimulai. Inilah yaumul hisab yang minta disegerakan, namun sebetulnya mengerikan. “Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25-26).
Manusia kemudian mengantre diadili, karena hewan-hewan yang pertama kali mendapat catatan mereka. Manusia, baik yang beriman ataupun kafir, melihat bagaimana keadilan Allah yang amat sangat adil terjadi pada hewan.
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) sepertimu. Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (QS. Al An’am: 38).
Tak ada tujuan mengadili para hewan kecuali demi tegaknya keadilan bagi semua makhluk-Nya. Tak hanya manusia, keadilan bagi makhluk Allah pun berlaku pada hewan dan jin. Maka setelah semua hewan dikumpulkan lalu diadili, mereka pun mendapat qishash. Allah memberi hukuman pada para hewan dengan mengubah mereka menjadi tanah.
Saat melihatnya, manusia dari kalangan kafir pun menginginkan hukuman yang sama seperti hewan. Mereka begitu takut dan berharap agar tak dijeburkan ke neraka. “Dan orang kafir itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah saja.” (QS. An Naba: 40).
Tibalah giliran manusia untuk diadili. Semua kesalahan diungkap dalam pengadilan Allah. Semua dosa akan nampak meski saat di dunia dilakukan sembunyi-sembunyi. Semua maksiat akan terungkap dan manusia tak mampu menghindarinya. Semua dosa akan tersingkap dan membuat manusia tak mampu membela diri. Hanya rahmat Allah lah yang mampu menyelamatkan mereka.
Saat menunjukkan kesalahan seorang hamba yang beriman, Allah berkata, “Apa kau mengetahui dosa ini? Apa kau mengakui dosa ini?” Maka sang mukmin menjawab, “Ya wahai Tuhanku, aku mengetahuinya.” Terus terjadi demikian acap kali ditunjukkan dosa-dosa yang dilakukan. Namun kemudian Allah berfirman kepada seorang yang beriman itu,
“Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia, dan sekarang Aku mengampuni dosa-dosamu.” Kemudian diberikan kepadanya catatan amal kebaikannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Bagaimana dengan orang kafir dan munafik? Para saksi mengungkap kedustaan mereka kepada Rabb Ta’ala. Mereka, baik saksi hidup maupun benda mati akan menyeru bahwa mereka adalah para pendusta. “Ia telah berdusta kepada Rabbnya,” seru mereka. Maka laknat Allah didapatkan bagi orang kafir dan munafik.
Itulah sedikit gambaran dari peristiwa yaumul hisab. Itu baru sedikit gambaran, karena kita tak tahu bagaimana dahsyatnya kengerian saat terlunta-lunta di Padang Mahsyar, bagaimana gejolak ketakutan saat menghadapi pengadilan Allah yang amat sangat adil.
Kekhawatiran itu makin menjadi ketika ada sebuah pertanyaan, akankah kita termasuk yang mendapat rahmat-Nya hingga terhapuslah dosa-dosa kita? Ataukah kita akan diserang para saksi yang mengungkap segala dosa kita?
Rasulullah pernah mengajarkan sebuah doa agar diberi kemudahan saat menghadapi yaumul hisab. Beliau berdoa di dalam shalat, “Allaahumma haasibni hisaaban yasiiraa (Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah).”
Ummul Mukminin Aisyah kemudian bertanya, “Apakah maksud hisab yang mudah, wahai Rasulullah?” Rasulullah pun menjelaskan, “Allah memperlihatkan kitab hamba-Nya, lalu Allah memaafkannya begitu saja. Barang siapa yang dipersulit hisabnya, maka niscaya ia akan binasa.” (HR. Ahmad, Al Hakim dan Ibnu Abi ‘Ashim).