Muslimahdaily - Beberapa waktu terakhir, berita tentang pernikahan dini anak SD dan SMP mengejutkan publik. Keduanya menikah atas permintaan sendiri dan mengaku saling cinta. Dari kasus tersebut, muncul pertanyaan, bagaimana Islam memandang pernikahan dini? Sebetulnya berapa batas minimal usia seseorang untuk menikah muda dalam aturan syariat Islam?
Mengenai hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diulas. Berikut penjelasan ringkasnya.
1.Aturan usia
Dalam Islam, tak ada ketentuan batas usia seseorang untuk menikah. Hanya saja, syariat secara umum mengatur usia baligh untuk pembebanan syariat. Seseorang baru diwajibkan menjalankan syariat ketika usia baligh. Dari sinilah kemudian batasan usia pria diatur tergantung masa balighnya. Adapun wanita, ada pengkhususan dan hukum spesial tersendiri.
Menukil pendapat Ibnu Hazm, menikah muda dalam Islam berbeda hukumnya antara pria dan wanita. Seorang wanita yang masih kecil dan belum baligh, dibolehkan untuk menikah dengan syarat mendapat izin dari orang tua atau wali. Adapun menikah untuk anak laki-laki tidaklah diizinkan. Dari sini jelaslah hukum pernikahan di bawah usia bagi pria. Selanjutnya merupakan penjelasan rinci tentang pernikahan dini bagi wanita.
Ibnu Hajr dalam Fathul Bari menuturkan, “Gadis kecil, dinikahkan oleh bapaknya dengan sepakat ulama. Tidak ada yang menyelisihi, kecuali pendapat yang asing.”
Mayoritas ulama berpendapat sama, kecuali beberapa ulama di antaranya Ibnu Syubrumah. Beliau berpendapat bahwasanya tidak boleh seorang ayah menikahkan putrinya yang masih kecil sampai ia baligh dan dia bersedia.
Namun yang dimaksud Ibnu Syubrumah bukanlah melarang seluruh pernikahan anak perempuan. Yang dimaksud beliau ialah tidak dibolehkan seorang ayah memaksa putri yang belum baligh untuk menikah. Seorang ayah harus mendapat izin dari putri kecilnya sebelum menikahkannya.
2.Dalil pernikahan dini bagi wanita
Pengkhususan hukum pernikahan dini bagi wanita disebutkan dalam Al Qur’an. Allah berfirman, “Para wanita yang sudah tidak lagi haid (menopause) di antara istri kalian, jika kalian ragu (tentang masa iddahnya) maka masa iddahnya adalah tiga bulan. Demikian pula para wanita yang belum mengalami haid.” (QS. At-Thalaq: 4).
Al Baghawi menjelaskan ayat di atas, bahwasanya “wanita yang belum mengalami haid” merupakan anak perempuan kecil yang belum baligh. Artinya, mereka boleh menikah dan jika bercerai, maka masa iddahnya tiga bulan.
3.Pernikahan Aisyah dan Rasulullah
Pernikahan dini juga dicontohkan Ummul Mukminin Aisyah. Saat menikah dengan Rasulullah, Aisyah berusia enam tahun. Aisyah baru tinggal bersama dengan Rasulullah di usia 9 tahun. Hal ini kemudian menjadi contoh pernikahan dini bagi wanita yang belum baligh di era awal Islam.
4.Menikah berbeda dengan Hubungan Ranjang
Meski menikah di bawah usia dibolehkan dalam Islam, namun hal ini tidaklah kemudian dibolehkan berhubungan ranjang. Dalam fiqh keluarga, dikenal adanya perceraian sebelum hubungan badan mengingat tidak semua pernikahan diikuti dengan hubungan ranjang, salah satunya pernikahan yang dilakukan wanita pra-baligh. Wanita kecil barulah diberikan kepada suami saat ia mampu melakukan hubungan suami-istri.
Baik Imam Malik, Imam Abu Hanafi, maupun Imam Syafi’i, membatasi hubungan ranjang dengan istri di bawah usia dengan syarat si wanita mampu melakukannya. Kemampuan itu berbeda antara satu wanita dan yang lainnya, sehingga tidak dibatasi dengan usia.
Bagaimana dengan Aisyah? Beliau rhadiyallahu ‘anha sudah tinggal bersama Rasulullah pada usia 9 tahun. Hal ini merupakan keistimewaan Aisyah. Sebagaimana ucapan Imam An Nawawi bahwasanya Aisyah tumbuh besar menjadi gadis yang sangat indah lagi subur badannya.
Apalagi Aisyah merupakan wanita Arab ras kaukasoid yang fisiknya berbeda dengan fisik wanita ras lain, termasuk fisik wanita Asia. Karena itulah, pertimbangan aturan lain perlu diperhatikan, terutama aturan yang dibuat pemerintah setempat.
5.Peraturan negara
Indonesia tentu memiliki aturan untuk pernikahan. Batasan usia menikah menurut undang-undang yakni usia 16 tahun untuk wanita, dan 19 tahun untuk pria. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Peraturan ini tentu berbeda dengan aturan syariat. Hanya saja, ada maslahat dan mudharat yang harus dipertimbangkan.
Sejatinya, syariat Islam tidaklah mewajibkan, melainkan hanya membolehkan pernikahan dini untuk anak perempuan, dan setelah baligh untuk anak laki-laki. Artinya, tidak ada perintah untuk melakukan pernikahan di bawah usia dan hukumnya hanya mubah. Perkara mubah pun dapat menjadi haram jika terjadi mudarat saat melaksanakannya.
Jadi, kembali pada kemaslahatan yang didapat dari pernikahan di bawah umur. Jika dipastikan tidak ada mudarat yang timbul, maka diperbolehkan menikah usia dini untuk wanita. Namun jika dikhawatirkan terdapat mudarat, maka sebagai warga negara, seorang muslim sudah semestinya mengikuti aturan pengadilan agama setempat. Wallahu a’lam.