Muslimahdaily - Standar kecantikan wanita Indonesia diidentikkan dengan warna kulit putih langsat. Alhasil, tak sedikit kosmetik yang menawarkan hasil putih bercahaya dengan menargetkan mayoritas wanita di negeri ini yang berkulit sawo matang. Namun Islam sebagai agama yang sempurna tentulah sudah mengatur bagaimana hukum memutihkan kulit, baik untuk wanita ataupun pria.
Bagaimana Islam mengaturnya? Dalam fiqh, terdapat rincian bagaimana kondisi seseorang yang memutihkan kulit. Apakah ia memutihkan secara permanen ataukah sementara semisal krim putih yang hilang saat dibasuh air. Lalu apakah ia ingin warna kulit yang lebih putih, ataukah sekedar mengembalikan warna kulit yang menggelap karena paparan sinar matahari. Berikut penjelasan lebih tentang permasalahan tersebut.
1.Memutihkan Secara Permanen
Seseorang yang memutihkan kulit secara permanen, seperti melalui operasi, maka dihukumi haram. Hal ini termasuk dalam keharaman mengubah ciptaan Allah sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur’an, “Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An Nisa’: 119).
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah juga bersabda, “Semoga Allah melaknat orang yang menato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al Bukhari).
Rasulullah menyebut “untuk memperindah penampilan”, maksudnya ialah mengubah ciptaan Allah bukan karena sakit atau cacat. Jika melakukan operasi karena terpaksa, baik karena penyakit atau cacat, maka tidaklah diharamkan.
2.Memutihkan Sementara
Adapun jika seseorang sekedar memutihkan sementara, maka diperbolehkan. Hal ini tidaklah termasuk dalam mengubah ciptaan Allah. Sebagaimana fatwa Syekh Al Utsaimin dalam Fatwa Nurun ‘alad Darb, “Adapun jika jika memutihkan wajah untuk sementara waktu, jika dicuci akan hilang, maka ini tidaklah mengapa.”
Lalu permasalahannya ialah, apakah kosmetik pemutih yang kita pakai itu bersifat sementara? Apakah setelah dicuci, efeknya akan hilang? Jika kesulitan menjawabnya, maka perhatikan kondisi berikutnya.
3.Mengembalikan Kulit Menjadi Warna Semula
Yang sering kali terjadi ialah warna kulit yang menggelap karena beberapa sebab atau memiliki noda karena jerawat atau penyakit. Krim pemutih kemudian membantu seseorang untuk mengembalikan warna kulit aslinya. Jika kondisi yang terjadi demikian, maka hukumnya diperbolehkan. Terlebih lagi bagi wanita agar tampil cantik di depan suami.
Ibnul Jauzi dalam Ahkam An Nisa memberi fatwa, “Adapun obat yang bisa menghilangkan bintik noda dan memperbagus wajah bagi suami, saya berpendapat ini tidak mengapa (dibolehkan).”
Hal ini tidak termasuk dalam mengubah ciptaan Allah karena adanya hajat untuk mengembalikan seperti semula. Dalilnya berdasarkan kisah seorang shahabat yang rusak hidungnya sepulang berperang. Rasulullah kemudian menyuruhnya untuk menambal hidungnya. “Rasulullah memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” (HR. An-Nasai dan Abu Daud).
4.Bukan Mengembalikan Warna Kulit, Namun Ingin Kulit Lebih Putih
Adapun jika menggunakan kosmetik pemutih dengan tujuan ingin warna kulit yang lebih putih, maka hukumnya haram. Kondisi ini pernah ditanyakan pada Syekh Ibnu Utsaimin. Yakni pertanyaan tentang beredarnya produk kecantikan yang dioleskan ke wajah dan berkhasiat untuk memutihkannya.
Dalam Majmu’ Rasa’il, Syekh menjawab, “Menurut pendapat kami, apabila hal itu dilakukan dalam rangka berhias dan mempercantik diri, maka hukumnya haram. Berdasarkan qiyas dengan perbuatan nash (mencukur alis), wasyr (mengikir gigi), dan yang semisalnya.
Adapun jika dalam rangka menghilangkan cacat pada wajah maka hukumnya boleh. Seperti menghilangkan flek hitam, noda hitam, dan goresan pada wajah serta yang serupa dengannya. Karena Rasulullah mengizinkan salah seorang sahabatnya yang putus hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas.”
Demikian penjelasan hukum memutihkan kulit yang sering kali dilakukan wanita. Hendaknya menjadi perhatian muslimah pula bahwasanya jangan mudah tergiur cantiknya kulit putih sebagaimana iklan-iklan kosmetik yang beredar. Pada dasarnya standar cantik bukanlah dari warna kulitnya.
Jika Allah memberikan warna kulit yang gelap, sawo matang, kecoklatan, atau apapun itu, maka bersyukurlah karena itu adalah yang terbaik dari Allah. Tak perlu mengubahnya menjadi putih karena setiap wanita diciptakan Allah dalam kondisi cantik. Persepsi dan pendapat manusia lah yang telah merusaknya. Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber: Majalah Asy Syariah Edisi 33, muslimafiyah.com