Muslimahdaily Pandangan ulama terhadap musik

Dalam permasalahan musik, ulama bersilang pendapat dalam memahaminya. Ada dari mereka yang melarang karena kehati-hatiannya akan efek yang mungkin ditimbulkan dan ada pula yang memperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.

(Baca Juga : Benarkah Hukum Musik Haram Dalam Islam? Part 1 ...)

1. Imam Asy-Syafii

“Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong safih atau orang bodoh. Maka dari itu, kesaksiannya ditolak”. Asy-Syafii menambahkan bahwa memukul-mukul (al-taqtaqah) dengan tongkat hukumnya makruh. Permainan seperti itu biasa dilakukan orang-orang zindiq, hingga mereka lupa membaca Al-Qur’an.

Beliau mengutip sebuah hadits yang mengatakan bahwa permainan dadu adalah salah satu jenis permainan yang paling dimakruhkan dibanding permainan-permainan yang lain. Asy-Syafii menegaskan, “sangat membenci permainan catur. Bahkan semua jenis permainan. Sebab permainan bukanlah aktivitas ahli agama dan orang-orang yang memiliki harga diri.”

Namun, yang perlu diketahui adalah Imam Asy-Syafii melarangnya karena melihat orang-orang yang bermusik sampai melalaikan segalanya. Sedangkan dalam kegiatan bersyair, beliau adalah penyair hebat yang memiliki karya begitu banyak yang dihimpun dalam Diwan Asy-Syafii. Ini adalah bukti bahwa beliau tidak mutlah mencela seni, hanya saja ia memakruhkan apabila membawa pada kelalaian.

2. Imam Malik

Belau menyatakan dengan tegas, “Jika seseorang membeli budak perempuan, dan budak tersebut seorang penyanyi, maka pembeli berhak untuk mengembalikan budak tersebut (karena termasuk cacat).

3. Imam Abu Hanifah

Ia berpendapat bahwa musik hukumnya makruh, dan mendengarkannya termasuk dosa.

Berbeda dengan ulama-ulama tasawwuf yang cenderung memperbolehkan musik dan nyanyian seperti Al-Ghazali serta ahli sufi lainnya. Mereka menganggap bahwa musik akan memberikan ketenangan jiwa dan menghadirkan kenyamanan dalam beribadah hingga amat membantu mereka untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Hemat penulis, adanya sikap tegas ulama terhadap musik adalah karena kehati-hatian mereka akan efek yang ditimbulkannya, bukan karena musiknya itu sendiri. Tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkan nyanyian ataupun musik.

Dalil-dalil yang ada cenderung memberikan gambaran bagaimana musik yang dibenci dan bagaimana musik yang dibolehkan.

Syarat diperbolehkan

Ulama yang memperbolehkanpun menetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Isi dari yang disampaikan

Apabila musik adalah nyanyian-nyanyian yang liriknya berisikan hal-hal yang buruk seperti ujaran kebencian terhadap Islam atau mencela Rasul, maka hal ini jelas tidak diperbolehkan. Namun, apabila lirik yang disampaikan adalah kebaikan seperti ajakan untuk beriman atau sanjungan kepada Nabi, maka diperbolehkan.

2. Siapa yang membawakan

Yang membawakan musik ataupun alat musik haruslah seseorang yang sopan sikapnya maupun pakaiannya. Tidak membuka aurat ataupun berlenggak-lenggok sampai menggoda siapapun yang melihatnya.

Meskipun yang disampaikan adalah lirik-lirik kebaikan seperti shalawat, namun yang membawakan adalah wanita yang membuka auratnya atau yang berjoged dan bertingkah centil di atas panggung, maka sepatutnya dihindari karena berpotensi menimbulkan syahwat dari kaum lelaki begitupun sebaliknya.

3. Waktu

Bernyanyi, mendengarkan nyanyian dan musik atau memainkan alat musik perlu dilakukan pada waktu yang tepat. Kita akan dianggap orang yang lalai apabila bermusik saat waktu shalat tiba ataupun saat kita harus mengerjakan kewajiban yang lain. Kitapun akan zhalim apabila bermusik disaat orang-orang sedang beristirahat karena kita akan mengganggu mereka.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengatur waktu sebaik mungkin. Karena, faktor yang menjadikan musik dilarang adalah jika pengguna menjadi lalai terhadap pekerjaannya.

4. Tempat

Untuk menyenandungkan syair-syair pujian terhadap Rasulullah maka haruslah di tempat yang elok bukan di tempat yang didalamnya terdapat kemaksiatan. Karena tempat yang tidak baik dapat menggiring orang yang berkunjung untuk melakukan hal yang tidak terpuji.

Kitapun dilarang untuk bermusik ataupun bernyanyi di kamar mandi, karena memang kamar mandi adalah tempatnya setan.

5. Apa yang mengiringi

Sebagaimana telah disinggung di atas, jika musik atau nyanyian didampingi dengan kemaksiatan seperti perzinahan atau ajang mabuk-mabukan maka jelas tidak diperbolehkan.

Bagaimana kita menyikapi musik?

Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa terjadi di kalangan ulama. Ada yang mengambil sikap secara ketat dan ada yang luwes.

Karenanya, kita harus menyikapi fenomena ini dengan bijak. Tidak mencela kelompok yang menjauhi musik dan terlalu membanggakan kelompok yang membolehkan ataupun sebaliknya.

Bagi yang melarang musik, boleh jadi dirinya sedang meminimalisir waktu yang terbuang sia-sia karena mendengarkan musik. Bagi yang membolehkan, boleh jadi ia mendapat inspirasi saat mendengarkan musik selama tidak membuat lalai.

Jika kita ingin berhati-hati, maka tinggalkanlah. Jika kita merasa fine dengan usik, maka aturlah waktu sebaik mungkin.

Wallahu A’lam