Muslimahdaily - Ibadah haji telah dikenal sejak Ka’bah berdiri di era Nabi Ibrahim. Namun waktu berlalu, ibadah nan agung ini dilekatkan pada budaya jahiliyyah. Pembaruan manasik haji pun dimulai dengan diutusnya sang nabi terakhir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut runtutan awal mula perintah haji menjadi kewajiban muslimin.

1. Perintah Pertama Kali kepada Nabi Ibrahim

Ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka’bah, perintah haji pun turun. Namun Nabi Ibrahim tak tahu cara manasik yang benar. Beliau alaihissalam kemudian memohon petunjuk cara menunaikan ibadah haji. Sang Khalilullah berdoa, sebagaimana diabadikan dalam kitabullah,

“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, serta terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 128).

2. Manasik Pertama oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Doa Nabi Ibrahim dikabulkan. Allah mengutus malaikat Jibril untuk mengajarkan cara manasik haji dan menunjukkan tempat-tempatnya. Kali pertama, Jibril membawa sang nabi ke bukit Shafa, seraya berkata, “Ini adalah sebagian dari syiar Allah.”

Setelah itu, dibawalah Nabi Ibrahim ke bukit Marwah dan mengatakan hal yang sama, “Ini adalah sebagian dari syiar Allah.” Itulah perjalanan sa’i dari Shafa ke Marwah. Selepas itu, Jibril dan nabi Allah pergi ke arah Mina.

Namun di perjalanan, tepatnya di wilayah ‘Aqabah, Iblis mengganggu Nabi Ibrahim. Ia ingin mengacaukan manasik yang tengah dipelajari sang nabi. Jibril kemudian meminta Ibrahim untuk melempari Iblis dengan batu, “Bertakbirlah dan lemparilah ia.”

Nabi Ibrahim pun melakukannya. Namun Iblis kemudian kabur ke Jumratul Wustha. Nabi Ibrahim dan Jibril mengejarnya. Jibril berkata lagi, “Bertakbirlah dan lemparilah ia.” Nabi Ibrahim pun melempari iblis hingga makhluk api itu kabur. Peristiwa Ini kemudian menjadi bagian manasik haji, yakni melempar jumrah.

Setelah gangguan iblis pergi, Jibril kemudian mengantar dan membimbing tangan Nabi Ibrahim ke Masy’aril Haram. Setelah itu, keduanya bertolak ke sebuah padang pasir, lokasi wukuf yang saat ini disebut Arafah. Di sana, Jibril bertanya tiga kali kepada Ibrahim,

“Apakah Anda sudah mengetahui apa-apa yang saya perlihatkan tadi kepada Anda?” Nabi Ibrahim pun menjawab, “Ya, aku tahu (‘Arafa).” Dari kisah ini kemudian wilayah tersebut dinamai dengan Arafah.

3. Nabi Ibrahim Mengumumkan Perintah Haji

Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengumumkan perintah haji kepada manusia. Perintah ini diabadikan di dalam Al Qur’an, Rabb berfirman,

“Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji. Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak, maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 27-29).

Saat hendak memberi pengumuman, Nabi Ibrahim kebingungan. Bagaimana cara agar perintah ini dapat didengar hingga seluruh penjuru bumi. Sang Khalil berkata, “Wahai Rabbku, bagaimana aku menyampaikannya kepada manusia, sedangkan suaraku tidak mungkin sampai kepada mereka?”

Lalu difirmankan kepada sang nabi, “Serukanlah, dan Kamilah yang akan membuatnya sampai.” Maka Nabi Ibrahim pun berdiri di sebuah batu, pendapat lain mengatakan di atas bukit Shafa atau di puncak Gunung Qubais. Beliau pun berseru,

 “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Rabb kalian sudah membuat sebuah rumah, maka berhajilah kepadanya.”

Saat Nabi Ibrahim berseru, gunung-gunung merunduk hingga suara beliau didengar oleh seluruh manusia di bumi. Bahkan ada pendapat bahwasanya suara tersebut terdengar hingga rahim dan tulang sulbi. Seruan itu pula bukan hanya didengar manusia, namun disambut pula oleh tumbuhan, pepohonan, batu, dan sebagainya.

Seluruh manusia yang ditakdirkan Allah akan menjadi tamu-Nya, sejak perintah itu diserukan hingga hari kiamat kelak, mendengar seruan Nabi Ibrahim dan menyambutnya dengan berkata, “Labbaika Allahumma, labbaik (Aku sambut panggilanmu, ya Allah, aku sambut panggilanmu).” Demikianlah sejarah ibadah haji berdasarkan kitab Tafsir Ibnu Katsir.

4. Haji di Era Rasulullah

Ibadah haji yang disyariatkan sejak Nabi Ibrahim itu terus dilaksanakan manusia tahun demi tahun. Hanya saja, mereka kemudian mengubah banyak ritual manasik Nabi Ibrahim. Sebut saja thawaf dalam keadaan telanjang, menaruh berhala di sekitar ka’bah, dan sebagainya.

Sebagaimana penjelasan Shafiyurrahman Al Mubarakfurry dalam Sirah Nabawiyyah, ia menyebutkan, “Selama ini bangsa Arab mengira bahwa mereka berada di atas agama Nabi Ibrahim dan syiar-syiar yang mereka pegangi bersumber dari agama tersebut, di antaranya adalah ibadah haji ke Baitullah Al Haram. Mereka menunaikan haji setiap tahunnya, mereka benar-benar mencurahkan perhatian penuh akan hal ini. Namun mereka memasukkan tambahan dan perubahan dalam ritual tersebut.”

Bahkan setelah Fathul Makkah, muslimin pun masih menunaikan ibadah haji sebagaimana kebiasaan jahiliyyah dahulu. Mereka pun berhaji bersama kaum musyrikin. Keadaan mulai berubah di tahun 9 Hijriyyah, ketika Rasulullah mengutus Abu Bakr Ash Shiddiq untuk memimpin pelaksanaan ibadah haji.

Sat itu, turun firman Allah di surah At Taubah yang membatalkan perjanjian antara muslimin dan musyrikin. Rasulullah pun meminta Abu Bakr untuk memberi pengumuman bahwasanya kaum musyrikin dilarang menunaikan ibadah haji di Baitullah, dilarang pula melakukan thawaf dalam keadaan telanjang. Sejak itulah, ibadah haji mulai dikembalikan sesuai syariat-Nya, sebagaimana yang disyariatkan kepada Nabi Ibrahim.

5. Rasulullah Memberi Contoh Manasik

Umat Islam mengetahui tata cara manasik haji dengan belajar langsung dari Rasulullah. Para shahabat lah yang mempelajarinya ketika Rasulullah menunaikan haji wada’ di tahun 10 Hijriyyah. Haji yang dilakukan nabiyullah inilah kemudian menjadi patokan tata cara ibadah haji umat Islam, sampai sekarang, hingga hari akhir kelak.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, telah berkhutbah Rasulullah kepada kami dan berkata, “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan atas kalian untuk berhaji, maka berhajilah kalian.” (HR. Muslim)

Hadits tersebut kemudian menjadi dalil tentang wajibnya Umat Islam untuk menunaikan haji ke Makkah Al Mukaramah. Itulah kisah panjang ibadah haji hingga akhirnya menjadi rukun Islam yang kelima, serta menjadi kewajiban setiap muslim yang diberi kemampuan harta dan tenaga.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit