Muslimahdaily - Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidup dan memiliki aibnya masing-masing. Sebagai orang yang sehat, ketika mengetahui sebuah kesalahan ia pasti akan segera memperbaiki dirinya, dengan cara menemukan obat dan cara yang ampuh untuk memperbaiki kesalahan dan aibnya sendiri.

Sebagai contoh, ketika seseorang telah mencela orang lain, maka begitu sadar telah melakukan kesalahan tersebut maka ia akan segera mencari solusinya untuk kembali dicintai oleh Allah. Misal dengan segera bertaubat dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.

Namun sayangnya, banyak orang yang pada akhirnya tak menyadari kesalahan dan aib-aib dirinya sendiri, dan cenderung mudah menyadari kesalahan orang lain. Bagaikan kuman di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak terlihat. Padahal sebenarnya jika Allah menghendaki sebuah kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia akan memperlihatkan kepadanya berbagai aib dirinya.

Jika begitu kenyataannya, Syaikh Sa'id Hawwa dalam kitab Tazkiyatun-nafs mencoba untuk membantu kita bagiamana caranya untuk mengetahui aib diri sendiri melalui empat jalan ini:

1. Hendaklah ia duduk di hadapan seorang Syaikh yang mengetahui berbagai aib jiwa, dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi, kemudian guru dan syaikh tersebut memberitahukan berbagai aib diriya dan jalan terapinya. Tetapi keberadaan orang ini di zaman sekarang sulit ditemukan.

2. Hendaklah ia meminta kepada seorang teman yang jujur, beragama dan "tajam penglihatan" untuk menjadi pengawas dirinya untuk memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya, kemudian menunjukkan kepadanya berbagai akhlak tercela, perbuatan yang tidak baik dan aibnya, baik yang batin ataupun yang zhahir. Hal inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas dan para ulama besar.

Umar radhiallahu anhu berkata, "Semoga Allah merahmati seseorang yang menunjukkan aib diriku." Umar biasa bertanya kepada Salman tentang aib dirinya. Ketika Salman datang kepadanya Umar bertanya: "Apa yang telah kamu dengar tentang diriku yang tidak kamu sukai?"

Salman tak bersedia mengatakannya, tetapi setelah didesak terus oleh Umar akhirnya ia mengatakan: "Aku mendengar bahwa engkau mengumpulkan dua macam kuah dalam satu hidangan, dan engkau punya dua jubah: satu jubah untuk siang hari dan satu jubah lagi untuk malam hari."

Umar bertanya, "Apakah ada lagi yang kamu dengar selama itu? Salman menjawab: "Tidak," Umar berkata, "Adapun dua hal itu maka akan aku tinggalkan."

3. Memanfaatkan lisan orang-orang yang tidak menyukaimu untuk mengetahu aib dirimu sendiri. Karena biasanya mata kebencian akan mengungkapkan segala keburukan. Mungkin seseorang bisa lebih banyak mengambil manfaat dari musuh bebuyutan yang menyebutkan aib-aibnya ketimbang manfaat yang diperoleh dari teman yang basa-basi dengan berbagai pujian tetapi menyembunyikan aib-aibnya.

Hanya saja tabiat manusia cenderung mengelakkan hal itu dan menilai pernyataan tersebut sebagai kedengkian. Padahal orang yang memiliki bashirah (mata hati) tidak akan mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari pernyataan orang-orang yang tak suka padanya, karena keburukan-keburukannya pasti akan tersebar melalui lisan mereka.

4. Bergaul dengan masyarakat dan peka terhadap fenomena yang ada di sekitar. Saat kamu melihat ada suatu hal yang tercela di tengah masyarakat, maka sebaiknya kamu menuntut dirimu sendiri untuk tidak melakukan hal itu. Selain itu, lihatlah aib orang lain sebagai aib diri sendiri, dan mengetahui bahwa tabiat manusia berbeda-beda tingkatan dalam mengikuti hawa nafsu.

Maka ada baiknya, kita selalu memeriksa diri dan membersihkan hati setiap harinya. Seandainya semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain, maka mereka tak lagi memerlukan mu'addib (pemberi pelajaran).

Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.

Suha Yumna

Add comment

Submit