Muslimahdaily - Salah satu tujuan menikah adalah untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batin. Selain itu, menikah ditujukan untuk memperbanyak keturanan sekaligus umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua hal tersebut dapat dicapai dengan cara hubungan suami istri atau dalam Islam biasa disebut jimak. Jimak juga dilakukan sebagai salah satu cara menggapai keharmonisan sebuah rumah tangga.

Tentunya jimak dilakukan dengan keputusan kedua belah pihak, yakni suami dan istri yang sama-sama mau dan bersedia. Namun demikian, tak jarang, istri menolak berhubungan suami istri dengan berbagai alasan.

Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini? Benarkah menolak ajakan suami untuk berjima itu dilarang?

Melayani suami di ranjang atau berjimak merupakan salah satu cara membahagiakan suami. Tentu saja membahagiakan suami melahirkan pahala yang amat besar. Yang demikian juga termasuk kewajiban seorang istri terhadap suaminya. Hal ini dijelaskan dalam salah satu hadits, dari Thalqu bin Ali, Rasulullah bersabda,

“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul, hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.” (HR. Tirmidzi).

Dari hadits di atas, dapat kita pahami bahwa istri hendaknya tidak menolak saat suami mengajak untuk berhubungan istri sekalipun istri sedang melakukan kewajiban lain, misalnya memasak. Menolaknya dapat berujung pada dosa besar, karena dapat menghalangi kebahagiaan suami.

Bahkan dijelaskan bahwa istri yang menolak ajakan suami untuk berhubungan di ranjang akan dilaknat oleh malaikat hingga pagi tiba. Apalagi sampai membuat si suami merasa jengkel pada istrinya. Ketika salah satu dari pasangan sudah merasa jengkel terhadap yang lainnya, hal tersebut bisa jadi pemicu konflik-konflik kecil hingga besar di dalam rumah tangga dan berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga.

Rasulullah bersabada,

“Jika suami memanggil istrinya untuk tidur bersama (bersenggama), lalu istri menolak sehingga semalam itu suami menjadi jengkel (marah) pada istrinya, maka para malaikat mengutuk pada istri itu hingga pagi hari.” (HR Bukhari).

Ketika kejengkelan tersebut berlangsung selama terus menerus, maka bukan tak mungkin menimbulkan rasa benci seorang suami terhadap istrinya. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa termasuk orang yang shalatnya tidak diterima adalah istri yang dibenci oleh suaminya.

Rasulullah bersabda,

“Ada tiga orang yang shalatnya tidak akan diterima, dan kebaikan mereka tidak akan naik kepada Allah, (1) orang yang mabuk sehingga dia sadar, (2) seorang wanita yang dibenci oleh suaminya, dan (3) seorang hamba sahaya yang lari sehingga dia kembali dan meletakkan tangannya di tangan tuannya.” (HR. at-Thabrani, hasan).

Lebih lanjut, hadits lain menyebutkan bahwa seorang istri dilarang puasa sunnah tanpa izin dari suami. Hal ini dimaksudnya jika sang suami mengingkan hubungan badan pada hari itu.

“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari).

Diperbolehkan menolak, dengan alasan ....

Namun demikian, bukan berarti istri harus mengiyakan ajakan suami untuk jimak dalam kondisi seperti apapun. Pasalnya, ada beberapa uzur yang memperbolehkan istri menolak ajakan suami dan tidak dikenakan sebagai dosa. Uzur tersebut termasuk haid, nifas, hamil, sakit, dan kelelahan.

Sebagaimana diketahui bahwa jimak saat istri sedang haid hukumnya haram. Melansir dari laman NU Online, Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Al Fiqhul Islami wa Adillatuh menjelaskan sebagai berikut,

“Hubungan badan dengan istri yang sedang haid haram berdasarkan kesepakatan ulama. Seorang Muslim yang menganggapnya halal bisa berubah menjadi kufur. Keharaman ini didasarkan pada firman Allah, ‘Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah, ‘Itu adalah kotoran. Maka itu, jauhilah perempuan saat haid. Jangan kalian dekati mereka hingga mereka suci. Kalau mereka telah suci, maka datangilah mereka dari jalan yang Allah perintahkan kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang bertobat dan orang yang bersuci,’’ (Surat Al-Baqarah ayat 222). Mereka yang tengah melalui masa nifas sama dengan mereka yang sedang haid.”

Dengan demikian, memang benar bahwa istri dilarang menolak ajakan suami untuk berjima. Namun demikian, ada beberapa uzur atau alasan syar’i yang memperbolehkan seorang istri menolaknya.

Wallahu ‘alam.

Itsna Diah

Add comment

Submit