Muslimahadaily - Haid yang dialami seorang wanita akan menggugurkan kewajibannya untuk melaksanakan salat. Namun Sahabat Muslimah pernahkah kamu mengalami keadaan di mana sudah masuk waktu salat namun haid datang sementara saat itu belum menunaikan salat? Mungkin ada yang masih bingung bagaimana nasib salat yang ditinggalkan, apakah harus diqada atau tidak.
Melansir rumahfiqih.com, berikut beberapa pendapat para ulama fiqih yang merujuk pada kejadian tersebut:
1.Madzhab Hanafi
Ulama Fiqih dari Madzhab Hanafi mengatakan jika seorang wanita mengalami haid ketika sudah masuk waktu salat, namun ia belum menunaikan salatnya, maka gugur kewajiban salat tersebut.
Artinya, jika jam 16.00 ia belum sempat menunaikan salat asar, kemudian di jam itu ia mengalami keluarnya darah haid, maka gugurlah kewajiban salat asar itu baginya, dan semua waktu shalat berikutnya yang datang selama masa haidnya berlangsung.
2.Madzhab Maliki
Madzhab Maliki mempunyai pendapat bahwa jika perempuan haid pada awal waktu solah fardu, dan ia belum sempat melakukan salat, maka keluarnaya darah haid tersebut menggugurkan kewajiban solatnya.
Wanita yang mengalami hal demikian tidak wajib mengqadanya. Namun dalam kasus salat yang boleh di jama' yakni zuhur, asar, magrib, dan isya, Madzhab Maliki membedakan antara darah haid yang keluar pada waktu ikhtishash dengan darah haid yang keluar pada waktu musytarak.
Waktu ikhtishash saat zuhur yaitu ketika masuknya awal waktu atau condongnya matahari sampai waktu di mana seseorang dapat melaksanakan salat empat rakaat di awal waktu tersebut.
Sedangkan waktu ikhtishash saat asar adalah waktu di mana seseorang menunaikan salat empat rakaat sebelum matahari terbenam atau menjelang magrib.
Kemudian, waktu musytarak berada antara awal waktu zuhur hingga menjelang berakhirnya waktu asar atau menjelang magrib.
Jika darah haid keluar di waktu musytarak, maka wanita tersebut gugur untuk melaksanakan kewajiban salat zuhur dan asar.
3.Madzhab Syafi’I dan Hambali
Dalam Madzhab Syafi’I dan Hambali, jika seorang wanita haid ketika sudah masuk waktu salat namun ia belum sempat salat, maka wajib bagi wanita tersebut untuk mengqada salat yang belum ia lakukan. Hal tersebut karena setiap mukallaf yang memasuki waktu salat fardu dalam keadaan suci, maka ia wajib melaksanakan salatnya. Jika ia menunda salatnya hingga datang hal yang menghalangi untuk salat (haid), maka penghalang tersebut tidak menjadikannya lepas dari kewajiban salat.
Namun jika seseorang berada dalam perjalanan yang membolehkan jama’ salat, ulama dalam Madzhab Syafii memiliki pendapat sebagaimana berikut:
Jika haid keluar di waktu salat yang pertama yaitu zuhur atau magrib, dan ia belum melaksanakannya, maka ia wajib untuk mengqada salat itu saja. Tidak ada kewajiban untuk mengqada salat yang datang berikutnya yaitu asar atau isya. Kemudian jika darah haid keluar di waktu salat yang kedua yakni asar atau isya, sedangkan ia meniatkan untuk menjama’ ta’khir dan menunda untuk melaksanakannya, maka wajib baginya untuk mengqada kedua waktu salat itu, yakni zuhur, asar atau magrib, isya.