Muslimahdaily - Dalam sebuah pernikahan, masalah ekonomi sering kali muncul sebagai masalah utama. Baik suami maupun istri memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing. Suami diharapkan untuk memberi nafkah, dalam hal ini kepada keluarga barunya, sementara istri mengatur pengeluaran sehari-hari.
Terkadang uang saku yang diberikan suami mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dan istri akan mengambil uang dari dompet suami tanpa sepengetahuan atau izinnya. Perilaku ini bisa muncul ketika dia tidak memiliki atau sangat sedikit uang saku dan tidak memiliki pilihan lain selain mencuri sedikit dari saku suaminya.
Lantas, bagaimana pandangan hukum terhadap istri yang mengambil uang dari dompet suami? Menurut NU Online, terjadi insiden semacam itu antara pasangan, Hindun dan Abu Sufyan, di mana Abu Sufyan disebut sebagai suami yang pelit. Suatu hari, Hindun tidak memiliki pilihan lain selain mengambil uang secara diam-diam dari suaminya.
Merasa bersalah dan bingung akan konsekuensi hukumnya, Hindun berdiskusi dengan Nabi Muhammad.
عن عائشة قالت: جاءت هند إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: يارسول الله إن أبا سفيان رجل شحيح، لايعطيني ما يكفيني وولدي
إلا ما أخذت من ماله، وهو لايعلم، فقال: خذي مايكفيك وولدك بالمعروف.
Artinya: Aisyah ra menceritakan bahwa Hindun pernah bertanya kepada Nabi Muhammad saw. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan suami yang pelit. Nafkah yang diberikannya kepadaku dan anakku tidak cukup, sehingga aku terpaksa mengambil uang tanpa sepengetahuannya," kata Hindun.
"Ambil secukupnya untuk kebutuhanmu dan anakmu," jawab Nabi saw (HR Al-Bukhari, Ibnu Majah).
Para ulama berpendapat bahwa wanita berhak menerima mahar serta nafkah dan perlakuan yang manusiawi. Seorang istri memiliki hak finansial, yang mencakup mahar dan nafkah, serta hak non-finansial yang akan memastikan perlakuan yang baik, interaksi yang menyenangkan, dan keadilan.
Syekh Wahbah Az-Zuhayli salah seorang cendikia muslim ternama asal suriah, mengatakan :
للزوجة حقوق مالية وهي المهر والنفقة، وحقوق غير مالية: وهي إحسان العشرة والمعاملة الطيبة، والعدل
Artinya: Istri memiliki hak atas materi berupa mahar dan nafkah; dan hak nonmateri berupa perlakuan yang baik, interaksi yang menyenangkan, dan keadilan (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], Edisi Kedua, Vol. VII, hlm. Oleh karena itu, suami harus memberi nafkah kepada istri dan berada dalam posisi memahami kebutuhan finansial keluarga.