Muslimahdaily - Setiap pria memiliki karakter yang berbeda dan karakter itu hanya akan terungkap di rumahnya. Para istri lah yang mampu menilai tentang bagaimana karakter “asli” para pria yang tertutup dari pihak luar.
7 Karakter suami berikut diungkap dari keluhan para istri yang berkumpul bersama dan mengisahkan kehidupan rumah tangga mereka. Ada 12 wanita yang berkumpul, namun hanya lima orang yang merasa nyaman dengan suaminya. Salah satu dari lima wanita itu yakni Aisyah yang sangat bahagia hidup bersama Rasulullah.
Kisah berkumpulnya 12 wanita ini dikabarkan langsung oleh Ummul Mukminin Aisyah kepada Rasulullah. Beliau radhiyallahu ‘anha tak menyebut siapa saja 11 wanita yang bersamanya agar menghindari ghibah. Aisyah berkata, “Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun kabar tentang suami mereka.”
Ditambah Aisyah, maka jumlah wanita yang berkumpul tersebut adalah 12 orang. Berikut karakter 12 suami yang dikisahkan mereka para istri dengan tujuh di antaranya yakni karakter suami yang dikeluhkan istri.
1. Pelit
Disampaikan Aisyah, wanita pertama berkata, “Sesungguhnya suamiku adalah daging unta yang kurus yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur, tidak mudah untuk didaki dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambil.”
Maksud ungkapan tersebut ialah, suaminya diibaratkan daging unta yakni orang yang sangat pelit. Berada di atas puncak gunung yang sulit didaki maknanya jika sang istri menginginkan sesuatu, maka ia harus berusaha keras untuk mendapatkannya atau membujuknya. Kalaupun suaminya memenuhi keinginannya, maka yang terpenuhi hanyalah secuil. Padahal syariat melarang suami menahan harta untuk istrinya. Meski hartanya sedikit sekalipun, suami berkewajiban memenuhi kebutuhan istri.
2. Berperilaku Buruk
Wanita kedua berkata, “Suamiku... Aku tidak akan menceritakan tentang kabarnya, karena jika aku kabarkan tentangnya aku khawatir tidak mampu meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya, maka aku akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya.”
Maksudnya, sang istri tak mampu mengabarkannya karena jika mengabarkannya maka aib-aib suaminya yang sangat banyak akan terungkap. Aib ini diibaratkan urat yang muncul yakni aib yang nampak, dan urat di perut yakni aib yang tersembunyi. Kendati demikian, si istri mengatakan tak mampu meninggalkannya meski begitu banyak aib sang suami.
3. Keras dan suka mengatur
Wanita ketiga berkata, “Suamiku tinggi, jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan tergantung.”
Tinggi diibaratkan sebagai seorang yang keras dan suka mengatur, namun enggan jika istrinya turut campur. Jika istri ingin berucap untuk mencurahkan hatinya, maka si suami akan segera menceraikannya. Namun jika ia diam, maka ia akan terkatung seakan tak memiliki suami. Istri tersebut tak mendapat manfaat apapun dari suaminya, namun ia tak siap bercerai karena cintanya pada sang suami. Faedah dari poin ini yakni suami yang saleh ialah suami yang berbuat baik dan bukan yang ditakuti oleh istrinya.
4. Biasa saja
Wanita keempat mengatakan, “Suamiku seperti malam di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada rasa bosan.”
Si istri menyebutkan kondisi suaminya yang biasa saja, tak ada sesuatu yang membuatnya membenci suaminya, serta tak ada gangguan yang menyebabkannya ingin bercerai.
5. Garang dan Cuek
Wanita kelima berucap, “Suamiku jika masuk rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa yang telah diperbuatnya (yang didapatinya.”
Ada beberapa pendapat mengenai makna ungkapan tersebut. Salah satunya yakni si suami yang garang baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Ketika di rumah, suami itu pula enggan bertanya tentang
istrinya dan tak peduli apa yang terjadi di rumahnya. Ia enggan mengetahui urusan rumah tangga dan enggan mengetahui kondisi istrinya. Padahal suami yang dicontohkan Rasul ialah yang peduli pada istrinya.
6. Tidak perhatian
Wanita yang keenam berkata, “Suamiku jika makan maka banyak menunya dan tidak ada sisanya, jika minum maka tidak tersisa, jika berbaring maka tidur sendiri sambil berselimut dan tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kondisiku yang sedih.”
Bangsa Arab biasa mencela seseorang dengan mengibaratkan banyaknya makan dan minum. Sifat suaminya yang buruk ini juga selalu menjauh saat tidur sehingga istri jarang dibelai. Bahkan saat istrinya sedih atau sakit, sang suami tak peduli, tak mengulurkan tangannya untuk melihat kondisi istrinya. Hal ini tentu bukanlah perangai seorang suami yang saleh karena suami yang baik akan selalu memberi perhatian kepada istrinya.
7. Pemarah
Wanita ketujuh berkata, “Suamiku bodoh yang tidak pandai berjima, semua penyakit (aib) dimilikinya, dia melukai kepalamu, melukai badanmu, atau mengumpulkan seluruhnya untukmu.”
Ungkapan tersebut sangat jelas bahwa suaminya bodoh dalam urusan ranjang dan pemarah jika berinteraksi dengan istrinya. Ia sering memaki istrinya. Bahkan jika si istri membuatnya marah, maka suami tak segan memukul istrinya dengan keras. Perilaku ini sangatlah dilarang dalam syariat. Banyak dalil baik Al Qur’an maupun As Sunnah yang melarang suami memukul istri hingga menyebabkan bekas.
Adapun wanita kedelapan hingga kesebelas, mereka tidak mengeluhkan suaminya melainkan menyanjungnya. Termasuk wanita ke-12, yakni Aisyah yang bersuamikan Rasulullah. Wanita kedelapan berkata, “Suamiku sentuhannya seperti sentuhan kelinci dan baunya seperti bau zarnab (tumbuhan yang aromanya harum).” Maksudnya, yakni sang suami memiliki akhlak yang baik lagi lembut dan disukai banyak orang karena kebaikannya.
Lalu wanita kesembilan berkata, Suamiku tinggi tiang rumahnya, panjang sarung pedangnya, banyak abunya, dan rumahnya dekat dengan bangsal (tempat pertemuan).” Ungkapan ini ditujukan pada suaminya yang dihormati masyarakat karena ia selalu menghormati tamunya yang datang. Alhasil, rumahnya sering menjadi tempat kumpul-kumpul warga.
Wanita kesepuluh mengatakan, “Suamiku (namanya) adalah Malik, dan siapakah gerangan si Malik? Malik adalah lebih baik dari pujian yang disebutkan tentangnya. Ia memiliki unta yang banyak kandangnya dan sedikit tempat gembalanya, dan jika unta-unta tersebut mendengar tukang penyala api maka unta-unta tersebut yakin bahwa mereka akan binasa.” Itu adalah ungkapan bahwa suaminya sangat baik hati lagi dermawan. Setiap kali ada tamu, maka ia akan menjamu dengan menyembelih unta.
Adapun Wanita kesebelas berkata, “Suamiku adalah Abu Zar’. Siapa gerangan Abu Zar’? Dialah yang telah memberatkan telingaku dengan perhiasan dan telah memenuhi lemak di lengan atas tanganku dan menyenangkan aku maka aku pun gembira.... Keluarlah Abu Zar’ pada saat tempat-tempat dituangkannya susu sedang digoyang-goyang agar keluar sari susunya, maka ia pun bertemu dengan seorang wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan. Mereka berdua sedang bermain di dekatnya dengan dua buah delima. Maka ia pun lalu menceraikanku dan menikahi wanita tersebut.
Setelah itu aku pun menikahi seoerang pria yang terkemuka yang menunggang kuda pilihan balap. Ia mengambil tombak khotthi lalu membawa tombak tersebut untuk berperang dan membawa gonimah berupa onta yang banyak sekali. Ia memberiku sepasang hewan dari hewan-hewan yang disembelih dan berkata, “Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berkunjunglah ke keluargamu dengan membawa makanan”. Kalau seandainya aku mengumpulkan semua yang diberikan olehnya maka tidak akan mencapai belanga terkecil Abu Zar’.”
Wanita kesebelas, yakni Ummu Zar, memiliki suami, yakni Abu Zar yang sangat menyenangkannya. Ia memberatkan perhiasan dan mengisi lemak, mengibaratkan betapa besar kasih sayang Abu Zar pada istrinya. Kehidupan rumah tangga keduanya sangat bahagia. Namun Abu Zar kemudian menceraikannya dan menikahi wanita yang subur lagi banyak anak. Ummu Zar kemudian menikah lagi dan mendapati suami barunya pula sangat baik, seorang perkasa yang sangat perhatian. Meski demikian, ia tak mampu melupakan suami pertamanya, yakni Abu Zar.
Setelah mengisahkan tentang kesebelas wanita tersebut di atas, Aisyah pun berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Aku bagimu seperti Abu Zar bagi Ummu Zar. Hanya saja Abu Zar mencerai dan aku tidak mencerai.” (HR. Ath Thabrani). Lalu Aisyah pun menjawab, “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar.” (HR. An Nasa’i).
Rasulullah lah teladan utama tentang bagaimana karakter suami saleh, baik dan idaman para wanita. Beliau lah laki-laki yang paling baik kepada keluarganya. Beliau pula memerintahkan umatnya, khususnya para suami, agar berbuat baik terhadap istrinya.