Muslimahdaily - Kenapa kita harus menjadi orangtua pintar? Karena selayaknya kita menjadi tempat bertanya dan berdiskusi dengan buah hati. Kondisi tersebut yang menyebabkan orangtua harus selalu memperkaya pengetahuan dan mempelajari ilmu-ilmu baru, khususnya mengenai parenting sebagai modal dasar mendidik anak.
Begitupula ketika bertindak, kita harus berfikir dengan matang sebelum melakukan segala sesuatu, jangan sampai perilaku dan keputusan kita merugikan si buah hati. Begitupula untuk pemenuhan kebutuhan lahir dan batin anak-anak, sebagai orangtua harus memperhatikan hal tersebut.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Ohio State University tentang orangtua yang terlalu cemas dengan apa yang dipikirkan orang lain, ternyata mampu membuat orangtua merasa tidak percaya diri dan menghambat tujuannya yaitu mendidik anak. Kita menyadari faktanya orangtua adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, namun kita bisa menjadi orangtua yang baik untuk anak sesuai dengan porsi dan kebutuhannya masing-masing.
Sebagai contohnya jika termasuk sebagai Ibu bekerja bisa merasakan meskipun hanya memiliki waktu yang terbatas untuk berinteraksi dan mendampingi anak, dirinya tetap ingin menjadi panutan bagi anak-anaknya. Berbagai upaya pun bisa dilakukan agar jalinan itu tetap rapat dan terikat. Mendekatkan anak sepenuh hati, meskipun tak bisa selalu mendampingi seharian.
Dalam bukunya Kenali Anakmu, penulis Angga Setiawan mencoba memperkenalkan dan mensosialisasikan model orangtua dan solusinya. So, sebenarnya kita tipe orang tua seperti apa?
Model Pertama
Tipe orangtua sepenuh hari, tetapi tidak sepenuh hati bersama anak. Biasanya tipe ini ialah orangtua yang memiliki banyak waktu dirumah, seharian mengurus anak namun suka mengeluh, cerewet, marah-marah kepada anak dan membentak.
Solusi: Cobalah untuk selalu mengevaluasi diri, dalam kondisi apa kita sering terpancing emosi? Karena tugas orangtua merupakan teladan untuk anak, tentu tidak mau jika kita dikenal sebagai orang tua yang di kenal galak, suka marah-marah dan membentak. Pujilah secukupnya jika si anak berbuat kebaikan tetapi jangan berlebihan.
Model Kedua
Tipe orangtua sepenuh hati, tetapi tidak sepenuh hari berada di sekitar anak. Tipe yang satu ini adalah orangtua pekerja yang sibuk di luar rumah, tetapi berupaya secara maksimal memberikan kualitas waktu di saat dia mampu melakukannya. Ciri-cirinya tidak suka marah-marah, bertutur kata lembut, dan menggunakan waktu untuk anak seutuhnya terutama di saat hari libur. Namun di dalam hatinya merasa galau karena sesungguhnya ingin sepenuh hari bersama anak
Solusi: Secara kuantitas kita merasa sudah memenuhi kebutuhan anak, namun jika dari sudut anak merasa belum. Buatlah interaksi dan mengajak anak terlibat dalam keputusan, kondisi tersebut akan membuat kita menjadi orangtua yang bisa diandalkan oleh anak.
Model Ketiga
Tipe orang tua yang tidak sepenuh hari dan tidak sepenuh hati kepada anak. Kalau yang satu ini tidak ada kesampatan bersama anak dalam satu hari apapun. Ciri-cirinya terlalu sibuk, selalu berdalih untuk menghindari dari berinteraksi dengan anaknya. Bekerja selalu menjadi alasan, namun disaat bersama teman-teman bisa berlagak perhatian dengan menelpon anak.
Solusi: Kondisi seperti ini berbahaya karena berarti kita belum siap lahir batin menjadi orangtua. Jika memiliki ciri-ciri seperti model ketiga ini cobalah untuk introspeksi diri, jika anak tidak bisa mengandalkan kita sebagai orangtua, lalu kepada siapa lagi. Upaya yang harus dilaksanakan yaitu dengan memposisikan sebagai sahabat dan teladannya. Berusahalah lebih sensitif terutama dengan kebutuhan anak. Kuncinya memperhatikan kualitas dan kuantitas dengan anak, karena kedua hal tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam membangun relasi bersama anak.
Model Keempat
Tipe orangtua sepenuh hari dan sepenuh hati bersama anak. Dan ini tipe yang langka namun sangat ideal. Ciri-cirinya sering di rumah, bisa berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau mereka yang bekerja dirumah sehingga memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak.
Solusi: Ini merupakan tipe ideal, jika sudah bisa mempertahankan posisi seperti ini niscaya anak akan lebih terbuka dan nyaman bertukar pikiran dengan kita.