Muda dan Berbakat, Ini Sosok Rona Mentari Sang Pendongeng Internasional

Muslimahdaily - Mendongeng bukanlah pekerjaan yang mudah. Bukan pula ranah yang diminati banyak orang. Namun bagi Rona Mentari, dongeng adalah menghidupi mimpi, mendongeng adalah alarmnya untuk menjadi agen perubahan.

Tak banyak kaum muda yang tertarik pada dunia bertutur. Hanyalah para ibu yang kemudian mendadak menjadi pendongeng bagi putra-putrinya. Namun Rona keluar dari pakem itu. Gadis kelahiran 1992 ini melakoni hidupnya sebagai pendongeng muda yang sangat inspiratif.

Mendongeng sejak sangat belia, Rona merupakan founder Rumah Dongeng Mentari yang mengabdi di Kota Pelajar. Ia pun inisiator dongeng.tv dan telah berkeliling hingga pelosok Indonesia untuk mendongeng dan mengajarkan dongeng bagi para pendidik. Tak pelak jika kemudian ia mendapat beasiswa di International School of Storytelling di Emerson College, Inggris, awal tahun 2018 lalu.

Panggung Rona pun tak terbatas di tanah air. Beragam festival storyteling di luar negeri mengundangnya untuk mengisi acara. Sebut saja Sydney International Storytelling Festival, Singapore International Storytelling Festival, dan Wellington’s Storytellers Cafe di New Zaeland. Sarjana Komunikasi dari Universitas Paramadina ini bahkan pernah mewakili Indonesia dalam Asean Young Leaders Summit tahun 2015 lalu.

Sederet prestasi Rona tak akan habis jika dikisahkan. Keseluruhan menunjukkan sosoknya yang berbakat dan telah melanglang buana dalam seni bertutur. Seperti apa sosok Rona sang storyteller kebanggaan Indonesia? Berikut hasil wawancara muslimahdaily.com dengan Rona Mentari di tengah jadwalnya yang sangat padat.

1.Sejak kapan Rona suka mendongeng?

Sebenarnya berawal bukan dari suka mendongeng dulu, tapi dari mendengarkan dongeng. Itu pasti kan. Rona seneng banget mendengarkan dongeng dari guru TK.

Saat TK, Rona bukan anak percaya diri, nggak punya teman, kalau istirahat jarang main di luar. Tapi ada pengalaman luar biasa yang jadi life changing experience, yaitu saat guru TK mendongeng. Jadi, awalnya senang mendengarkan dongeng.

Lalu kemudian, saat pulang ke rumah, seperti ibu kebanyakan pada umumnya, Mamah bertanya apa yang dikerjakan di sekolah. Aku selalu menjawab pengalaman terbaikku, yaitu mendengarkan dongeng.

Orang tuaku, dalam hal ini Mamah, memberikan encourage kepadaku. Disuruh mendongeng ulang dongeng-dongeng yang didongengkan guru TK.

Ternyata hal yang baru saya sadari belakangan ini adalah Mamah saya adalah pendengar yang baik. Mamah saya sebagai pendengar pertama saya adalah pendengar yang baik sehingga saya senang ketika saya bercerita. Itu menjadi awal perubahan saya menjadi percaya diri dibanding yang sebelumnya, minder.

2.Mendongeng kan susah, belajar pertama kali dari siapa?

Belajar itu lebih ke dari sendiri sih, dari alam, pengalaman. Kebetulan juga mendapatkan guru yang sangat baik di SD. Guru ini tidak mengajarkan saya tentang kamu harus begini dan begitu, tapi dia mengajarkan bagaimana agar saya percaya diri, menggali potensi sendiri.

Hal yang baru saya sadari sekarang juga, bahwa mendongeng bukan tentang menjadi seperti ini atau bisa seperti itu. Tapi bagaimana mendongeng itu tentang mengenal diri. Memahami diri.

Jadi apa yang kita sampaikan ya memang dari diri sendiri. Tidak mengikuti orang atau tidak kemudian harus begini dan begitu, tapi bagaimana kita serving the word, menyampaikan kata demi kata dalam sebuah cerita. Apa yang disampaikan dari hati, insya Allah akan sampai ke hati juga.

Belajar mendongeng ternyata belajar untuk mengenal diri sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sehingga apa yang kita katakan itu sampai ke pendengar.

3.Ada sosok yang menginspirasi?

Tentu mamah ya. Dari dia, saya belajar (bahwa) storytelling is not just about telling, but also listening. Jadi kalau kita mau jadi pe-storyteller tapi ga pernah listening, ya don’t be a storytellented.

Sosok menginspirasi lainnya ada guru SD Rona namanya Pak Arif. Kemudian ada storyteller internasional namanya Diane Ferlatte. Dia luar biasa banget. Orang Texas, asal Amerika. Storyteller panutan lah.

4.Rasanya jarang sekali anak muda yang terjun di ranah ini, apa yang Rona sukai dari mendongeng?

Apa ya yang rona suka dari mendongeng, karena banyak sih manfaatnya, pengalamannya, kekuatannya, karena ternyata sangat powerful sekali.

Dan bagaimana sih, ini kan sebetulnya, Rona sih kaya menghidupi mimpi. Siapa sih yang sekarang punya cita-cita menjadi pendongeng. Ternyata saya bisa hidup dari sini. Ketika hobi menjadi hal yang bisa kita pertanggung jawabkan untuk menghidupi diri.

5.Pernah mengalami kesulitan nggak saat mendongeng?

Jelas pernah. Nggak mungkin saya sampai di kursi ini kalau tak pernah kesulitan. Berkali-kali salah atau nggak berhasil.

6.Ada cerita seru yang tak lekang dari kenangan ketika mendongeng?

Banyak ya. Saya mendongeng pertama kali di Karimunjawa. Saya mendongeng tentang fabel. Anak-anak ditanya, lalu ada anak menjawab bahwa dia ingin menjadi koruptor pas saya mendongeng. Kaget juga. Jawabannya cukup membuat saya syok.

Namun kemudian membangkitkan, awaken, membangunkan saya sebagai storyteller untuk bisa melakukan sesuatu agar apa yang kita lakukan ini ada manfaatnya buat perubahan ke arah yang lebih baik.

Terus tadi kan saya bilang, saya kagum dengan cara mendongengnya Diane Ferlatte. Tahun 2014 saya mendapat kesempatan ikut storytelling festival di Sydney. Di sana saya bertemu dengan Diane. Dia mendongeng tepat sebelum saya mendongeng. Saya sempat mengobrol sama dia. Itu benar-benar surprise banget dan menjadi pengalaman luar biasa.

Terus (pengalaman) apa lagi ya. Banyak sekali. Banyak.

7.Kemarin dapat beasiswa ke luar negeri, ada cerita menarik di sana?

Kemarin dapat beasiswa untuk short course selama 4 bulan di UK. Tantangan tentu sangat menantang, karena pertama, saya tinggal bukan di daerah di tempat saya tinggal. Kemudian yang kedua, saya menggunakan bahasa yang bukan first language.

Karena mau bagaimana pun, menurut saya ya, apalagi saya yang Bahasa Inggris-nya nggak bagus-bagus amat gitu, berbicara atau mendongeng dengan bahasa yang bukan materi tentang kita, tentu berbeda dengan bahasa yang sesuai materi tentang kita. Itu menjadi pengalaman yang luar biasa.

Ditambah lagi saya di sana muslim satu-satunya yang pakai jilbab. Puasa pula saat itu Ramadhan. Tantangan itu, saya lebih suka menyebutnya beutifully challenging.

Kemudian saya ingat, bahwa kita nggak akan naik tingkat kalau nggak diberi ujian. Sama juga dengan ini. Mungkin Allah beri ujian seperti ini, supaya saya bisa naik kelas.

Pada akhirnya, ternyata, walaupun dua minggu di awal sangat menakutkan, rasanya pengen pulang aja, tapi setelah itu malah nggak pengen pulang. Nyaman. Karena itu proses. Berproses bersama diri untuk beradaptasi.

8.Apa cita-cita terbesar atau goal Rona dalam mendongeng?

Cita-cita terbesar, pertama ya, manfaat yang didapat dari storytelling nggak akan bisa terwujud kalau yang mendongeng dari saya saja dan dari beberapa orang yang hari ini menjadi seorang pendongeng. Goal-nya bagaimana caranya menambah pendongeng sebanyak mungkin di Indonesia agar manfaat yang bisa kita capai itu semakin besar.

Yang kedua saya pengen banget bikin storytelling centre di Jogja yang memang menjadi pusat belajar storytelling di seluruh Indonesia. Semoga sih ada kesempatan. Saya juga pengen bikin konser mendongeng. Tapi Itu nantilah.

Ma’a Najjah Rona! Semangat selalu untuk terus mendongeng, mendidik, dan menginspirasi.

Add comment

Submit