Muslimahdaily - Berjilbab tidak menghalangi Sri Fatmawati untuk berkarya, berkarir dan tetap beribadah. Dosen jurusan kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tersebut dinobatkan sebagai salah satu ilmuwan perempuan terbaik dunia versi Elsevier Foundation Awards for Early Career Women Scientists in the Developing World pada 2016 lalu. Yakni, penghargaan untuk para peneliti perempuan di seluruh dunia atas dedikasinya di bidang saintis, kesehatan dan ekonomi.
Sebelumnya, Fatma, sapaan akrabnya, juga pernah mendapatkan penghargaan serupa dari International Fellowship L’Oreal for Women in Science 2013 di Prancis dan Early Chemist Award 2015 di Honolulu, AS. Perempuan kelahiran Sampang, Madura, 3 November 1980, tersebut mendapat penghargaan dunia atas dedikasinya di bidang kesehatan. Dia meneliti bahan-bahan alami untuk pengobatan.
Penghargaan yang dicapai Fatma tentu melalui berbagai halang rintang. Di samping itu, cita-citanya semenjak kecil lah yang membawa Fatma menjadi salah satu peneliti perempuan terbaik dunia. Sejak kecil dia telah dikenalkan jamu oleh sang ibu. Tiada hari tanpa minum minuman tradisional tersebut. Konon, minuman itu dapat menjaga kesehatannya. Begitu yang disampaikan sang ibu kepada Fatma sejak kecil.
Pernyataan sang ibu mengusik pikiran Fatma kecil. Dia pun penasaran mengapa minuman pahit tersebut dapat menjaga kesehatannya. Namun, tidak ada jawaban memuaskan dari sang ibu. Hal itu mendorong pilihan studinya kelak. Dan, jawaban-jawaban atas pertanyaan masa kecilnya baru terjawab ketika dia melanjutkan studi di Jurusan Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Sejak di bangku kuliah, Fatma menyadari ada banyak senyawa yang terkandung dalam bahan-bahan alami. Senyawa tersebut bermanfaat bagi tubuh. Sejak itulah, Fatma menekuni bidang tersebut. “Saya langsung merasa ini adalah passion saya,” ujarnya. Dalam penelitiannya, senyawa murni itu yang bertujuan menekan zat-zat pemicu diabetes dan kanker.
Dia mencontohkan pada buah manggis. Menurut penelitiannya, di dalam buah berkulit ungu itu mengandung senyawa xanthones. Tujuannya, untuk menghambat enzim yang membuat kadar gula darah naik atau komplikasi pada penderita diabetes.
Tidak hanya pada manggis, beberapa tanaman seperti jamur, daun salam, dan daun kelor juga menjadi objek penelitiannya. Menurut dia, bahan-bahan alam tersebut dapat berpotensi menjadi obat. Tak heran, semua penelitiannya didedikasikan untuk menganalisis kimia organik.
Sehingga, dia pun patut mendapatkan penghargaan internasional. Dalam penghargaan itu Fatma merupakan satu di antara lima ilmuwan perempuan yang mewakili Indonesia. Dia juga bersanding dengan para peneliti perempuan dari berbagai negara. Mereka adalah Etheldreda Nakimuli (Uganda), Ghanya Naji Mohammed (Yaman), Magaly Blas (Peru), dan Sushila Maharjan (Nepal).
Selain berkarir di dunia yang digelutinya, Fatma tentu tidak melupakan perannya sebagai istri dan ibu bagi ketiga anaknya. Bahkan, saat melakukan penelitian di Kyushu University, Jepang, Fatma rela jungkir balik antara mengurus keluarga dan tetap melakukan penelitian.
“Di awal penelitian, saya hamil anak pertama. Rasanya luar biasa,” kenangnya, saat dihubungi melalui telepon internet.
Mulai mual, pusing, hingga hampir pingsan menjadi makanan sehari-hari saat dia melakukan penelitian. “Saya sampai mau dipulangkan gara-gara itu. Tetapi, saya meyakinkan profesor saya untuk tetap melanjutkan ini semua,” paparnya.
Fatma pun berjibaku dengan rutinitas sebagai ibu, istri, juga saintis. “Saya selalu membuat jadwal terstruktur agar semua bisa ditangani dengan baik,” ungkap anak pertama dari tiga bersaudara tersebut.
Bagi Fatma sudah berkeluarga tidak lantas menyurutkan mimpi-mimpinya. Dia menuturkan, dunia sains sudah menjadi bagian hidupnya. “Sains ini untuk kebaikan dan kemanusiaan,” katanya.
Peran keluarga juga penting bagi Fatma. “Orang tua, suami, anak-anak, serta para sahabat saya sangat mendukung. Saya sangat bersyukur akan hal itu,” tuturnya. Dia tidak pernah berhenti untuk bermimpi dan bermanfaat bagi banyak orang.