Muslimahdaily - Ingat kasus hijab dan sepak bola? Tahun 2012 lalu, atlet sepak bola muslimah berkampanye agar FIFA mengizinkan mereka mengenakan hijab saat bertanding. Perjuangan mereka pun berbuah manis. Kini tak jarang ditemui atlet sepak bola wanita yang mengenakan hijab.

Salah satu atlet muslimah yang turut berjuang kala itu ialah Assmaah Helal. Kini, ketika cabang olah raga lain masih dirundung peraturan tentang hijab, ia pun mengajak atlet muslimah untuk berjuang. Ia mengajak muslimah untuk tetap bermain, bertanding, berolahraga meski tanpa melepas hijab.

“Wanita Muslimah masih berjuang agar bakat olah raga mereka dikenal. Di industri olah raga , apa yang dijual adalah gagasan ‘perempuan muslim yang miskin’. Perempuan miskin tertindas yang menggunakan olah raga untuk mengatasinya,” ujar Assmaah, dilansir The National, Senin (12/11/2018).

Assmaah membagi pengalamannya saat pertama kali masuk tim sepak bola, ia merasa sangat khawatir jika jilbabnya akan menjadi penghalang. Beragam prasangka muncul. Namun ternyata teman-teman tim menerimanya dengan baik.
“Ketika saya semakin terlibat dalam komunitas saya, saya mulai menyadari bahwa ini bukanlah sesuatu yang baik bahwa muslimah lain tak dapat mengambil bagian dalam sepak bola. Saya bertanya kepada wanita lain, ‘mengapa kalian tidak ikut bermain’?” tutur wanita berdarah Mesir tersebut.

Wanita yang kini berusia 32 tahun itu mengatakan, larangan hijab bagi atlet muslimah berarti mematikan generasi masa depan perempuan. Aturan tersebut sangat berbahaya dan harus dibatalkan.

“Dengan melarang jilbab, Anda akan melarang dan pengecualian ribuan wanita muda dari pertandingan yang dipromosikan sebagai pertandingan dunia. Saya ingin memastikan bahwa kampanye ini adalah untuk generasi masa depan perempuan,” kata Assmaah yang pernah menerima hibah dari pemerintah Australia karena pemberdayaannya di program Women’s Football Leadership.

Assmaah mulai bermain sepak bola sejak usia 5 tahun. Ia biasa bermain sepak bola bersama dua saudara laki-lakinya. Wanita yang lahir di Australia ini berasal dari keluarga imigran asal Mesir. “Mesir dan sepak bola bergandengan tangan,” tuturnya.

Sebelum bergabung dengan tim sepak bola wanita, Assmaah sempat bergabung dengan tim pria. Namun ia merasa diasingkan hingga akhirnya keluar dan harus berhenti bermain sepak bola. Baru di usia 12 tahun, dia kembali bermain dan bergabung dengan tim sepak bola wanita.

Sepak bola, kata Assmaah, memberikan sebuah keterikatan sosial, memberi inspirasi, dan menumbuhkan rasa saling percaya pada orang lain. Ia meyakini bahwasanya perubahan sosial dapat dilakukan melalui olahraga, yakni dengan bekerja bersama pengungsi dan komunitas marginal.

Karier Assmaah dalam sepak bola wanita sangatlah baik. Ia merupakan kapten di salah satu klub Liga Australia. Ia juga pernah bergabung dengan organisasi non profit, United Football yang berbasis di University of New South Wales.

Selama bergabung di organisasi tersebut, Assmaah turut serta mempromosikan sepak bola di sekolah-sekolah di seluruh Sydney. Organisasi tersebut pula memberikan beasiswa olah raga untuk pemuda dan pemudi yang tak mampu secara finansial.

Selain itu, Assmah juga mengusung gerakan Go Active yang mengajak muslimah untuk menjadi atlet sepak bola. Ia sering kali mengampanyekan bahwasanya berhijab pun bisa berolahraga. “Saya tetap berhijab dan bisa bermain bola. Saya pun bangga karena bisa mengenakan jilbab di lapangan,” tuturnya kepada The Sydney Morning Herald, beberapa waktu lalu.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit