Muslimahdaily - Menjadi musuh di negaranya sendiri, muslim Rohingya dari Myanmar banyak yang memutuskan untuk pergi dari negara mereka menuju negara lain untuk menyelamatkan diri dan juga mencari penghidupan yang layak. Mereka disiksa oleh masyarakat Budha di Myanmar dan bahkan pemerintah Myanmar dituduh melakukan pembiaran atas penindasan yang diterima oleh muslim Rohingya.

Oleh karena itu tak sedikit dari mereka yang kabur dari negaranya menumpang kapal seadanya menuju negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia untuk mencari tempat aman bagi mereka. Mereka biasanya terkatung-katung di tengah laut selama berbulan-bulan karena tak kunjung diberi izin oleh otoritas setempat untuk merapat ke negara tertentu. Sungguh miris melihat perjuangan para muslim Rohingya ini lari dari negara mereka, menjadi pengungsi atau pencari suaka.

Kasus muslim Rohingya pun kembali memanas setelah selama sepekan ini gelombang pengungsi Rohingya dan Bangladesh ramai-ramai mendatangi Indonesia. Bagaimana tidak, dua negara lain yang hendak mereka tuju menolak kehadiran mereka di teritori negara mereka. Militer Thailand dikabarkan mencegat kapal pengungsi Rohingya, membetulkan mesin kapal mereka, memberi bahan logistic berupa makanan dan bahan bakar lalu menggiring kapal tersebut menjauh dari perairan Thailand menuju Malaysia. Di wilayah Malaysia mereka pun menerima perlakuan yang sama; tak diijinkan masuk. TNI AU juga sempat menghalau kapal imigran untuk tidak masuk ke wilayah Indonesia dengan terlebih dahulu memberi bantuan logistik kepada mereka untuk melanjutkan perjalanan. 

Kini dikabarkan ada sekita 3.000 muslim Rohingya dan Bangladesh yang ditampung di Aceh dalam seminggu ini. Meski memberi masalah baru bagi Indonesia, namun kisah mereka menyelamatkan diri sungguh menggugah hati nurani.

Bertahan hidup dari urin

Pengakuan dari reporter BBC, Jonathan Head yang ikut di kapal milik penjaga pantai Thailand menyebutkan bahwa dia menyaksikan kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya di wilayah perairan dekat Thailand yang meminta bantuan makanan dan minuman kepada kapal tersebut. Dia menyaksikan sendiri beberapa diantara mereka yang meminum urin mereka sendiri yang ditampung dalam botol untuk bertahan hidup. 

“Mereka memanggil-manggil kami memohon agar diberi makan dan minum” kata Jonathan seperti dikutip dari laman OnIslam.net. 

“Ada banyak wanita dan anak-anak di dalam kapal nelayan yang tua tersebut. Kami pun bisa melihat mereka meminum urin mereka sendiri yang telah ditampung di botol. Kami pun memberikan semua yang ada di kapal penjaga Thailand untuk mereka” tambahnya. 

Diperkirakan kapal nelayan yang berisi 350 orang tersebut sudah berada di laut, terombang ambing selama tiga bulan lamanya tanpa tahu akan mendarat dimana. Kapal pengungsi itu ditolak masuk ke Thailand.

Ditolak Malaysia

Kapal yang diusir dari Thailand tadi termasuk dari sekian banyak kapal pengungsi yang hingga kini masih terombang – ambing di tengah laut. Setelah diusir dari Thailand dan diarahkan ke wilayah Malaysia, para pengungsi tersebut juga ditolak masuk ke Malaysia. Terus berlayar memasuki wilayah Indonesia, pihak TNI juga meminta mereka untuk memutar arah dan tak memasuki wilayah Indonesia pada Minggu (10/5/2015). 

Namun menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa TNI yang ada di KRI Sutanto tidak meminta kapal pengungsi Rohingya memutar arah. 

"KRI Sutanto bertemu dengan sebuah kapal pengungsi di Selat Malaka. Kapal itu meminta bantuan makanan, air bersih, dan bahan bakar. Setelah semuanya diberikan, mereka berpisah sebab kapal pengungsi mengatakan bahwa mereka tidak akan ke Indonesia. Masa kita paksa?" kata Arrmanatha.

"Mereka sudah berkoordinasi dengan TNI di KRI Sutanto. Mereka mengatakan tujuan mereka bukan Indonesia. Mereka hanya ingin meminta bantuan berupa makanan, dan obat-obatan," lanjutnya.

Tata juga mengatakan, menurut keterangan yang dia dapat, usai mendapatkan bantuan makanan dan obat-obatan, para pengungsi Rohingya ini akan segera pergi dari Indonesia.

"Kita hanya negara transit saja," tukas Tata.

Ditolong nelayan Aceh

Meski sempat dilarang masuk ke wilayah Indonesia, namun ternyata nelayan Aceh menolong para pengungsi tersebut. Salah satu nelayan dari Kota Langsa, Ar Rahman, mengatakan mendapatkan informasi dari radio komunikasi mengenai kapal yang hampir tenggelam di perairan Aceh Timur.

"Lalu saya dan kawan-kawan menuju lokasi untuk menolong mereka. Ketika sampai di sana kami melihat ratusan orang, laki-laki dan anak-anak, perempuan dan orang lanjut usia. Ketika melihat kami laki-laki melompat ke laut dan berenang, sedih kami melihatnya," jelas Ar Rahman yang biasa disapa Pak Do, dikutip dari laman BBC.

Ar Rahman mengatakan perempuan dan anak-anak bertahan di kapal yang oleng sebelum dievakuasi. Ar Rahman atau biasa disapa Pak Do, ialah salah satu nelayan Aceh yang turut membantu proses evakuasi para pengungsi Bangladesh dan Myanmar.

"Laki-laki melompat ke laut sambil histeris dan berteriak Allahu Akbar. Mereka meminta tolong dengan bahasa mereka," jelas Ar Rahman.

Saat dievakuasi, keadaan para pengungsi sangat memprihatinkan. Banyak dari mereka yang kelaparan dan kehausan sehingga harus dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit di Aceh.  

Pengungsi Rohingya dan Bangladesh kini ditampung di Aceh dan Langkat

Kini para pengungsi muslim Rohingya dan Bangladesh ditampung di Aceh dan juga Langkat, Sumatera Utara untuk didata dan diberi bantuan kesehatan. 

Salah seorang pengungsi yang kini ditampung di Aceh Utara, Muhammad Husen, mengaku dia dan rekan-rekannya semula hendak ke Malaysia dan tidak ingin kembali ke kampung halaman di Myanmar atau Bangladesh.

"Kita tidak mau balik. Di sini banyak orang sayang kita. Kita dibagi makanan, dibagi kain, dibagi sabun. Mereka bilang, ‘Jangan takut. Ini di Aceh, Indonesia. Semua muslim. You orang jangan takut’. Tapi kita memang betul-betul tidak takut, mereka sayang kita," kata Husen.

Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), akan mendata para pengungsi tersebut dan kemudian akan berkoordinasi dengan UNHCR PBB untuk memberikan solusi pada mereka yang lari dari negaranya tersebut. Indonesia, Malaysia dan Thailand juga berencana akan mengadakan pertemuan untuk membahas pengungsi Rohingya di daerah mereka sekaligus menekan pemerintah Myanmar untuk memperhatikan penindasan yang dialami muslim Rohingnya di tanah kelahiran mereka.