Muslimahdaily - Film “Dirty Vote” ramai diperbincangkan masyarakat mulai dari rakyat biasa, akademisi, para ahli bahkan politisi saat ini. Film dokumenter yang dirilis Minggu (11/02) mengulas mengenai perjalanan pemilu 2024 dan kecurangan-kecurangan yang telah terjadi dimulai jauh sebelum masa pemilu.
Sutradara film “Dirty Vote”, Dandhy Dwi, mengungkapkan alasan di balik pembuatan dan peluncuran yang dilakukan di awal masa tenang Pemilihan Umum (Pemilu 2024) karena beberapa informasi kecurangan Pemilu tahun ini yang ada di media sosial.
"Jadi, aku ke-trigger dengan beberapa informasi tentang kasus kecurangan Pemilu yang berseliweran di media sosial. Ke-trigger juga dengan beberapa podcast Bang Feri Amsari yang sedang bikin project tentang peta kecurangan Pemilu," kata Dandhy kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/2).
"Jadi, ku lihat beberapa temuan dan buktinya. Masih tidak ada kontak sama sekali, aku masih mengamati saja bagaimana cerita-cerita soal kecurangan ini. Apakah ada benang merahnya satu dengan yang lain atau cuma random?" tuturnya.
Salah satu yang ia soroti dan masuk dalam film dokumenter tersebut adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas batas calon presiden dan calon wakil presiden.
Isu tersebut memang panas akhir-akhir ini dan menuai banyak kritik dari berbagai kalangan masyarakat.
Dandhy berharap bahwa film tersebut bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat untuk pemungutan suara yang direncanakan pada 14 Februari 2024.
"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers, dikutip dari Detik.com, pada Minggu (11/2/2024).
Dandhy juga berharap semua elemen masyarakat untuk sejenak mengesampingkan dukungan politik kepada para pasangan calon (paslon), dan menyimak dengan betul isi dokumenter tersebut dengan realistis.
Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy.
Film dokumenter tersebut diperankan oleh tiga orang pakar hukum tata negara. Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti dan Zainal Arifin Mochtar. Ketiganya menyampaikan substansi menggunakan layar besar dibelakangnya seperti mekanisme presentasi.
Pembuatan film “Dirty Vote” merupakan hasil kolaborasi lintas lembaga sipil.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) sekaligus produser, Joni Aswira, dokumenter itu turut memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksi film Dirty Vote, kata Joni, dihimpun melalui pengumpulan dana (crowd funding), sumbangan individu, dan lembaga. Film ini juga digarap dalam waktu yang singkat, sekitar dua minggu.
“Biayanya patungan. Selain itu, Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” kata Joni, dikutip dari Kompas.com (13/02).
Sejumlah lembaga yang berkolaborasi dalam film itu adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, YLBHI, dan WatchDoc.