Ilustrasi peringatan darurat ( Foto : YouTube/EAS Indonesia Concept )

Muslimahdaily - Media sosial dibanjiri lautan gambar garuda berlatar biru tua dengan tulisan "Peringatan Darurat". Gambar ini awalnya pertama kali dibagikan pada platform X alias Twitter oleh @BudiBukanIntel sebagai guyonan belaka pada Rabu pagi (21/8/2024). Namun, gambar tersebut mulai ramai dibagikan oleh para aktivis dan pengguna medsos X hingga sukses menjadi trending topic world wide.

Akun media @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv turut mengunggah gambar garuda biru di platform Instagram yang menambah masif gerakan tersebut. Akhirnya, masyarakat pun berbondong-bondong mengunggah gambar tersebut. Gambar peringatan darurat tersebut juga diiringi dengan tagar #KawalPutusanMK #TolakPilkadaAkal2an.

Gambar tersebut digunakan untuk mewakili kondisi "darurat" akibat hukum tata negara dan konstitusi yang tengah diacak-acak. Peringatan darurat itu juga merupakan bentuk perlawanan atas keputusan Baleg (Badan Legislasi) yang terkesan buru-buru melakukan Revisi UU Pilkada pada Rabu (21/8/2024).   

Dari mana Asalnya Gambar Peringatan Tersebut?

Setelah ditelusuri, gambar peringatan darurat itu berasal dari kanal YouTube EAS Indonesia Concept yang diunggah pada 22 Oktober 22. Kanal YouTube tersebut memang berisikan konten video dengan konsep The Emergency Alert (EAS) versi Indonesia. 

Sebagai informasi, EAS nmerupakan sistem peringatan darurat nasional Amerika yang digunakan untuk menyebarkan pesan darurat di tengah-tengah siaran televisi dan radio. Negara yang rawan terkena bencana alam seperti Jepang, EAS kerap ditemui di siaran masyarakat.

Penyebab Gerakan Peringatan Darurat Indonesia

Baleg DPR RI dan pemerintah sepakat untuk membawa revisi undang-undang Pilkada ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan ini merespons putusan MK terkait Pilkada 2024 yang tertian dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Dalam Putusan Nomor 60, MK memutuskan bahwa partai politik ataupun gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah walaupun tidak memiliki kursi di DPRD. Pengusungan calon di Pilkada digunakan dengan menyetarakan besaran persentase persyaratan calon perseorangan atau independen, yakni berbasis jumlah penduduk.

Dalam pembahasan RUU Pilkada, DPR mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada, dengan memberlakukannya hanya bagi partai nonparlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD. Adapun bagi partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.

Selanjutnya, dalam putusan nomor 70, MK menetapkan syarat usia calon gubernur dan calon wakil gubernur berumur minimal 30 tahun pada saat penetapan calon. Namun dalam rapat, Baleg DPR RI memperdebatkan dua putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat usia calon kepala daerah. 

Dalam Putusan MA diatur bahwa syarat usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih. Namun, bukannya mengikuti putusan MK, DPR justru menyepakati batas usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada mengacu pada putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang diketok pada 29 Mei 2024.

Keputusan DPR tersebut dianggap secara terang-terangan upaya untuk memuluskan pihak tertentu dalam melaju dalam kompetisi Pilkada.

Keresahan Masyarakat Picu Demonstrasi

Masyarakat yang jengah dan kecewa pun turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada pada Kamis (22/8/2024). Tepat di depan Gedung DPR, seluruh elemen masyarakat bersatu untuk menumpahkan menyuarakan keresahan mereka. Sejumlah tokoh terkenal seperti Reza Rahardian, kemudian komika tanah air seperti Abdur Arsyad, Arie Kriting, Abdel Achrian, Bintang Emon, Arif Brata, Yudha Keling, hingga Rigen Rakelna. Komika lainnya dari komunitas Stand Up Indo juga terlihat ikut berkumpul.

Adapun rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada batal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. Apabila jumlah minimum itu tidak tercapai, rapat dapat ditunda sebanyak dua kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 24 jam. Jika setelah dua kali penundaan kuorum tidak juga tercapai, penyelesaian rapat itu akan diserahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

 

Aleda Fanesya Maharany

Add comment

Submit