Muslimahdaily - Ilmu adalah sesuatu yang dapat membuka cakrawala kehidupan, manusia diberikan setetes ilmu dari Sang Pemilik ilmu yakni Allah Subhanhu Wa Ta'ala. Hadrinya ilmu mampu membawa manusia pada sikap tawadhu dan juga sombong, seiring dengan hati yang menyikapinya.
Kisah Nabi Musa 'Alaihissalaam dengan pertemuannya bersama Nabi Khidir 'Alaihissalaam, mengantarakan imajinasi manusia pada hakikat ilmu, ilmu tidak semata-mata hapal sesuatu, tapi mampu diamalkan sesuai porsinya.
Ubai bin Kaab berkata : Ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Suatu ketika, Musa berkhotbah di depan bani Israil, lalu ia ditanya, ‘Siapa manusia yang paling berilmu?’ ‘Aku’. Jawab Musa. Allah kemudian menegur Musa karena tidak menyatakan yang paling tahu adalah Allah. Allah kemudian mewahyukan kepadanya, ‘Sungguh, aku memiliki seorang hamba di pertemuan antara dua lautan, dan lebih berilmu darimu. (H.R Bukhari).
Lalu Musa bekeinginan menemui seorang hamba itu, ia pun mendapatkan petunjuk jalan dari Allah tatkala ia menanyakannya. Kemudian Musa pergi bersama pelayannya yang bernama Yusya bin Nun. Atas petunjuk yang Allah berikan, Musa membawa ikan ke dalam kerangjang dan ikan itu akan hilang jika telah sampai di tempat hamba Allah itu.
Tatkala waktu mampu mempertemukan keduanya, dengan garis pertemuan yang sesuai dengan takdir Allah. Muusa pun memperkenalkan diri pada hamba Allah yang bernama Khidir, dan memintanya untuk mengajarkan perihal yang ia tidak mengetahuinya. Khidir pun mengatakan jika Ia ingin belajar darinya, maka kesabaran adalah sebagai kuncinya. Ilmu yang Allah berikan kepada Khidir melebihi ilmunya Musa, namun sikap tawadhu ada di dalam sanubari Khidir, ia mengatakan bahwa Ilmu yang ada pada dirinya dan Musa semata-mata hanya setetes dari yang Maha Pemilik Ilmu, ilmu yang dipunya hanya seperti burung yang meminum air di lautan.
Keduanya berjalan di pantai, ada sebuah perahu yang melintas dan keduanya meminta ikut tanpa membayar upah, lalu Khidir mendekat pada salah satu papan perahu kemudian mencabutnya, Musa pun berkata : “Mereka sudah mau mengangkut kita tanpa upah, namun kau melubangi perahunya untuk menenggelamkan seluruh penumpangnya?” Khidir kembali menegaskan untuk bersabar. Hingga keduanya sampai di tepi pantai, dan anak-anak kecil sedang bermain. Ia melihat salah satu anak kecil, lalu memenggal kepalanya hingga putus. Musa pun berkata : “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena ia telah membunuh orang lain. Sungguh kau telah melakukan sesuatu yang sangat ingkar.”
Lalu Khidir lebih menegaskan untuk bersabar tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan Musa. Dan keduanya tiba di suatu negeri, kedunya minta dijamu namun penduduknya tidak ada yang menjamu, lalu Khidir tiba di sebuah rumah yang roboh dan tangannya menegakkannya. Lalu Musa menawarkan diri untuk meminta imbalan jamuan kepada para penduduk. Namun Khidir berkata : “Inilah perpisahan antara aku dan kau, aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya”.
Khidir melubangi perahu, karena di hadapan mereka tersebut ada sebuah perahu Raja yang akan merampas seluruh isi perahu, dan Khidir menyembunyikan perahu saat melintasi Raja, dan Raja pun membiarkan mereka. Setelahnya mereka dapat memperbaiki perahu.
Khidir membunuh anak kecil di tepi pantai, karena anak itu kafir sedang kedua orang tuanya mukmin, dan orang tuanya sangat menyayanginya. Hingga ia khawatir rasa cinta pada anaknya akan membawanya pada kekafiran. Kemudian Allah menggantinya dengan anak yang lebih baik.
Khidir menegakkan rumah miring yang hendak roboh di negeri dengan penduduk yang tidak menjamunya. Maka rumah tersebut milik seorang yang yatim, dan dibawah rumah itu terdapat harta berupa emas yang meilmpah.
Sungguh, Allah Maha Tahu atas segalanya, dan mencurahkan setetes ilmu pada hambanya. Hal ini mengajarkan pula kepada kita, bahwa ketika sedang menuntut ilmu perlu kesabaran, percayalah kesabaran menjadi salah satu kunci kesuksesan mendapatkan ilmu.