Nafisah Binti Al – Hasan, Cicit Rasulullah Ahli Ilmu dan Ibadah

Muslimahdaily - Seorang wanita mulia yang begitu taat kepada Allah, setiap harinya dihabiskan untuk beribadah, setiap tarikan nafasnya beriring dengan dzikrullah.

Nafisah Binti Al – Hasan, Cicit Rasulullah kealahiran Mekkah pada 1 Rabiul Awal 145 Hijriah ini sangat mahir dalam berbagai bidang disiplin ilmu, Kedalaman ilmunya diakui oleh para ulama, Bahkan ulama yang termasyur seperti Imam Syafi’i dan Imam Hanbali.

Kecerdasan Nafisah telah tampak sejak usia dini, ketika berumur delapan tahun ia telah mampu menghafal keseluruhan Al – Qur’an. Tumbuh dan berkembang di Madinah membuat Nafisah menjadi pribadi yang matang dan sangat mencintai ilmu.

Nafisah sangat senang mempelajari ilmu Tafsir dan Hadits dengan para ulama di Madinah, hingga ia mendapat julukan Nafisatul’ilmi.

Ia menikah dengan Ishaq Al-Mu’tamin putra dari Ja’far Ash-Shadiq bin Al – Husain pada bulan Rajab 161 Hijriah, dengan pernikahan tersebut bersatulah keturunan dari Al – Hasan dan Al – Husain dalam sebuah keluarga yang dipenuhi keberkahan.

Nafisah selalu meletakan akhirat dihatinya dan menjadi tujuan utamanya, kebanyakan waktunya dihabiskan di Masjid Nabawi untuk beribadah. Zainab keponakan yang selalu membantu Nafisah berkata “Aku tak pernah melihatnya tidur pada malam hari dan tak pernah tak melihatnya puasa kecuali hari ‘ied dan tasyrik. Sampai ku bertanya padanya, Apa kau tidak mengasihani dirimu sendiri?”

“Bagaimana aku mampu mengasihani diriku, padahal didepanku ada jurang yang bisa melewatinya kecuali hanyalah orang yang beruntung.”

Rakyat Mesir Bersuka – cita Menyambutnya

Pada 26 Ramadhan 195 Hijriah, wanita mulia yang memiliki nama lengkap Nafisah binti al-Hasan bin Zaid bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib itu pindah ke Kairo, Mesir.

Kedatangan Nafisah di Mesir disambut dengan suka cita, penduduk kota Kairo berbondong – bondong menuntut ilmu padanya, bahkan hampir membuatnya sulit untuk melakukan ibadah seperti yang biasa ia lakukan.

Nafisah merasa tidak nyaman dengan banyak-nya orang-orang yang terus berdatangan sehingga membuatnya teralihkan dari dzikir – dzikir dan persiapan untuk bekal akhiratnya, sehingga membuat ia ingin kembali ke Madinah.

Saat penduduk kota Kairo tahu akan berita itu, mereka beramai – ramai mencegat kendaraan Nafisah agar tidak keluar dari kota, Masa terus berdatangan untuk meminta agar Nafisah berkenan untuk tetap di Kairo dan mengajar mereka.

Kejadian ini membuat pemimpin kota Kairo , As-Sari bin Al-Hakam bin Yusuf untuk turun tangan. Ia menawarkan Nafisah rumah yang luas dan juga membatasi orang – orang yang ingin berkunjung menuntut ilmu atau konsultasi hanya pada dua hari dalam satu minggu. Nafisah menyetujui tawaran itu dan tetap tinggal di Kairo.

Duka Mendalam Mengiringi Kepergiannya

Nafisah menderita sakit yang semakin parah setiap harinya, namun semgangatnya untuk terus beribadah tak berkurang sedikitpun, sakit yang diderita membuat Nafisah semakin dekat dengan Allah.

Sakitnya kian parah saat bulan Ramadhan tiba, Dokter yang memeriksanya menganjurkan untuk berbuka puasa, namun ia menolaknya, “Alangkah mengherankan, sejak 30 tahun yang lalu aku berdo’a kepada Allah agar bisa berjumpa dengan-Nya dalam keadaan puasa, apakah sekarang aku harus berbuka? Tidak bisa!” Lalu Nafisah melanjutkan bacaan Al – Qur’an, huruf demi huruf ia baca dengan khusyu saat sampai surat Al-An’am ayah 127, tiba – tiba ia tak sadarkan diri.

Zainab segera memeluknya dengan erat, air matanya berlinang ketika mendengar Nafisah dengan lirih mengucapkan syahadat, senyum mengembang menghiasi bibir Nafiasah, gambaran syurga tempatnya kembali telah diperlihatkan. Nafisah menghadap tuhannya dengan keadaan yang dicita – citakan selama ini, ketika sedang berpuasa.

Penduduk Mesir pun diselimuti duka mendalam saat mendengar wafatnya Nafisah. Sang suami berniat hendak menguburkan istrinya di makam Baqi’ di kota Madinah, namun penduduk Mesir memintanya agar menguburkannya di Mesir. Di hari pemakamannya, manusia penuh berdesak-desakan mengantarkannya.

Add comment

Submit