Muslimahdaily - Perjuangan sahabiyyah Ummu Salaman Radhiyallahu’anhu patut dijadikan teladan tak hanya sebagai seorang Ummul Mu'minin, namun juga sebagai ibu dan perempuan seutuhanya.
Ummu Salamah bersrta suami dan anaknya termasuk dalam rombongan pertama yang akan berhijrah ke Kota Madinah. Ketika mereka hendak berangkat, terjadi perselisihan antara keluarga Abu Salaman dan Ummu Salamah. Mereka tak rela anggota keluargnya diambil alih oleh keluarga lain.
“Beraninya kamu merebut Ummu Salamah dari tangan kami. Bukankah dia keluarga kami. Atas dasar apa kami membiarkanmu membawanya untuk hijrah,” ujar salah pihak kerabat Ummu Salamah sambil memisahkannya dari sang suami.
“Kami pun tidak akan membiarkan putra kami bersama putri kalian,” ujar kerabat Abu Salamah tak terima.
Kedua kelurga masih terus berselisih hingga memperbutkan cucu mereka, yaitu putra Abu Salamah dan Ummu Salamah. Perselisihan tersebut akhirnya diakhiri dengan hijrahnya Abu Salamah tanpa ditemani istrinya dan anaknya.
Setelah dipisahkan dari suami dan anaknya, Ummu Salamah jadi sedih. Ia selalu pergi ke Abthah saat pagi, dan pulang saat petang selama setahun. Selama perjalanannya, ia selalu menangis mengingat orang terkasihnya.
Kesedihan tersebut akhirnya sampai pada kerabatnya. Mereka iba dan miris melihat keadaan Ummu Salamah yang kian hari kian murung.
“Wanita ini telah dipisahkan dari suami dan anaknya, mengapa kalian tidak membiarkannya berangkat suaminya?” usul salah seorang karabat pada kerabat lainnya.
Mereka akhirnya mengizinkan Ummu Salamah untuk menyusul suaminya. Ummu Salamah tentu senang, ia lantas meminta putranya dari ibu mertua untuk diajak melakukan perjalanan dengannya.
Sambil memangku Salamah, Ummu Salamah memulai perjalanannya dengan menunggangi unta. Hingga sampai di Tan’im, ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah.
“Kamu hendak pergi ke mana, wahai putri Abu Umayyah?” tanya Utsman.
“Hendak pergi menemui suamiku,” jawab Ummu Salamah.
Utsman kemudian menarik tali unta yang ditungganginya seraya menuntunnya. Ketika mereka sampai di perkampungan Bani Amru bin Auf di Quba’, Utsman berkata, “Suamimu berada di perkampungan ini. Masuklah ke sana dengan karunia Allah.” Setelahnya Utsman kembali ke Mekkah.
Setelah bertemu dengan suaminya di Madinah, Ummu Salamah menghabiskan waktunya untuk mendidik keempat anak-anaknya, sementara Abu Salamah sibuk berperang. Abu Salamah kemudian wafat pada perang untuk menundukkan Bani Asad.
Sepeninggal suaminya, tak lama Ummu Salamah dilamar oleh Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Namun, dengan halus Ummu Salamah menolak keduanya. Setelah itu, Rasulullah melamarnya, sebagaimana Impian Ummu Salamah, yakni sebagai Ummul Mu’minin.
Namun Ummu Salamah merasa tak enak dan berkata, “Kemuliaan ini sebaiknya didapatkan wanita selain saya karena saya sudah lanjut usia dan mempunyai banyak anak.”
Dengan halus juga Rasulullah menjawab, “Mengenai usia, aku lebih tua. Dan mengenai cemburu, Allah akan menghilangkannya. Dan anak-anakmu adalah urusan Allah dan Rasul-Nya.”
Kemudian pernikahan pun berlangsung.