Muslimahdaily - Muslimah, berbicara tentang surga adalah sebuah kenikmatan yang tak terkira, membaca tulisan tentang surga seakan kita akan tiba di sana, mendengar kata surga seakan kita akan hidup di sana. Namun tatkala sebuah tanya memecah sunyi, sudah pantaskan aku masuk surga?

Menitip rindu pada lagu Ungu, “Aku manusia yang takut neraka, namun aku juga tak pantas di surga”. Jika aku melihat diriku, Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya daripada mahluk lainnya, tapi aku menyadari akan keluhan yang menipiskan keimanan, iri dan dengki masih tengah kurasakan. Perintah dan laranganNya pun terkadang kulalui. Bagaimanakah aku akan mencium aroma surga?

Lisan yang seyogiyanya terucap dzikir, shalawat dan tilawah, kini memudar dengan alunan-alunan musik dan nyanyian. Terkadang pula, aku menghadiri majelis-majelis ghibah. Interaksi sosialku pun tak mampu menyambungkan tali silaturahmi melainkan memutuskan tali silaturahmi atas lisanku yang tajam dan bermata dua, terkadang membahagiakan namun juga di samping itu mampu melukai. Bagaimanakah aku akan menapaki kaki ini di surga?

Jarak masjid di Indonesia sangat dekat bahkan dapat dijangkau dengan berjalan kaki, namun kaki-ku masih kupaksa terdiam dalam belaian angin, dan malas pun menyerang hingga ku terlepap, bangun di akhir waktu. Bayang-bayang api jahanam pun melintas pada bayang-bayang selaput mata, dan surga terasa semakin menjauh. Astagfirullah.

Muslimah, cobalah untuk menela’ah sedikit kisah para sahabat yang teramat dalam mencintai Islam. Sebagai contoh, Sahabat Abu Bakar Ahs-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anha, seorang yang teramat sayang kepada Allah dan Rasulullah. Ia korbankan hartanya di Jalan Allah, ia serahkan dirinya membela agama Allah. Hingga ia termasuk pada 10 sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga.

Tak luput ingatan kita mengenai kisah penaklukan Konstantinopel, sebuah kota yang sulit digenggam, ratusan tahun merupakan cobaan yang tiada henti. Namun, sosok Muhammad Al-Fatih hadir dengan kepribadiaan yang luar biasa. Setelah balighnya, ia tak pernah meniggalkan sholat jemaah dan tahajjud. Mengoptimalkan waktu hanya untuk Allah. Aku pun sependapat jika Muhammad Al-Fatih calon penghuni surga.

Allah menyediakan surga bagi hambanya yang dikehendaki, hambaNya yang tak pernah lalai dari apa yang diperintahkanNya, tak pernah mengantuk mengawasi hambanya dari larangan hal-hal yang dilarang. Sudahkah aku benar dalam menempuh jalan dunia untuk kebahagiaan akhirat? Sudah seberapa banyakkah kontribusiku untuk agamanya, mampukah kau berada pada level seorang Abu Bakar Ash-Shiddiq atau Muhammad Al-Fatih?

Ya Rabb, sudah pantaskah aku untuk tinggal di Surga dengan amalanku yang yang entah engaku terima atau tidak, bahkan mungkin terlahap sikap ria-ku?

Penilaian Allah lebih baik dan benar dari segalanya, sedalam-dalam lautan, manusia mampu menemukan kedalamnya. Tapi sedalam-dalamnya hati, tak ada yang mengetahui kecuali Allah Subhanhu Wa Ta’ala semata.

Muslimah, jika surga itu mudah untuk dilalui, maka di dunia ini tak perlu lagi ada pengorbanan. Mari pantaskan diri menuju surga yang lebih abadi. Tinggalkan, lupakan dan ikhlas pada perkara yang dapat mengganggu dalam perjuangan panji Islam!

Puput Puspita Ganjar Pamungkas

Add comment

Submit