Muslimahdaily - Sudah menjadi budaya orang Arab zaman dahulu mempunyai seorang pengasuh bagi bayi mereka yang baru lahir. Begitu pula dengan Muhammad kecil. Pada masa bayinya, Rasulullah memiliki seorang pengasuh bernama Barkah binti Tsa’labah bin ’Amr atau yang dikenal sebagai Ummu Aiman Radhiyallahu 'anha.

Walaupun berperan sebagai pengasuh, rasa cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada Rasulullah sangat besar. Terlebih lagi, Ummu Aimanlah yang mememani perjalanan Rasulullah hingga akhirnya sang Nabi menikah dengan Sayyidah Siti Khadijah Radhiyallahu 'anha.

Seperti yang kita tahu, Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam sempat tinggal bersama ibu susuannya yakni Halimah as-Sa’diah di sebuah pedesaan di kaki gunung. Di sanalah Sayyidah Halimah melihat langsung malaikat membelah dada Rasulullah. Karena peristiwa aneh tersebut, Halimah yang khawatir dengan keselamatan Muhammad, memutuskan untuk mengembalikan bayi tersebut ke pangkuan sang ibunda.

Ketika Muhammad kecil berumur enam tahun, Sayyidah Siti Aminah memutuskan untuk berkunjung ke Yastrib, tempat suaminya dimakamkan. Perjalanan mereka ditemani pula oleh budak sekaligus pengasuh Nabi Muhammad yang bernama Barkah. Selesai dengan segala urusan di Yastrib, ketiga memutuskan untuk kembali ke Mekkah. Namun, belum jauh dari Yastrib, Sayyidah Aminah mengalami sakit sebagaimana yang dialami suaminya sebelum Rasulullah lahir. Ketika mereka hampir mendekati sebuah tempat dekat Abwa’, sang ibu menemui ajalnya.

Tanpa ibu kandung, Nabi Muhammad akhirnya pulang bersama Ummu Aiman ke Mekkah menemui kakek dan paman-pamannya. Semenjak itu, Ummu Aimanlah yang merawat Rasulullah hingga jadi tumbuh dewasa. Seperti kakek dan paman-pamannya yang lain, Rasulullah mendapat curahan cinta dan kasih sayang yang amat besar dari Ummu Aiman.

Setelah menginjak usia dewasa dan menikah dengan Sayyidah Siti Khadijah, Rasulullah memerdekakan Ummu Aiman dan memberinya hak-hak untuk hidup mandiri. Tak lama, Ummu Aiman kemudian menikah dengan seorang pendatang dari Yastrib. Dari pernikahannya tersebut, Ummu Aiman diberi keturunan seorang putra yang bersama Aiman bin Ubaid. Dari sinilah panggilan Barkah berubah menjadi Ummu Aiman.

Sepeninggal suaminya, Ummu Aiman memutuskan untuk kembali ke Mekkah bersama anaknya untuk menemui Rasulullah dan hidup bersama-sama lagi.

Kasih Sayang Rasulullah kepada Ummu Aiman

Rasulullah sangat memulian ibu asuhnya ini. Bahkan nabiyullah sering mengunjunginya dan memanggilanya dengan kalimat, “Wahai Ibu…”

Sang Nabi juga pernah bersabda, “Beliau (Umu Aiman) termasuk ahli baitku,” dan “Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibuku.”

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang ingin menikah dengan wanita ahli surga maka hendaklah ia menikahi Ummu Aiman.”

Mendengar sabda tersebut, bergegaslah Zaid bin Harits Radhiyallahu ‘anhu menikahi Ummu Aiman. Zaid sendiri merupakan mantan budak yang akhirnya dijadikan sebagai anak angkat Rasulullah. Dari pernikahannya ini, Ummu Aiman dikarunia seorang putra bernama Usamah bin Zaid.

Tak hanya itu, Rasulullah juga selalu bersikap lemah lembut kepada Ummu Aiman. Tak jarang hubungan anak dengan ibu asuh tersebut diselingi dengan candaan-candaan yang dilontarkan Rasulullah. Seperti suatu ketika Ummu Aiman berkata kepada Rasulullah agar mengajaknya ke suatu perjalanan.

“Aku akan membawamu di atas anak unta,” jawab Rasulullah.

“Tapi anak unta tidak akan mempu menahan bebanku. Lagi pula, aku tidak menyukainya,” ujar Ummu Aiman.

“Aku tidak akan membawamu kecuali dengan anak unta,” ujar Rasulullah. Ternyata sang Nabi tengah melempar candaan. Walau hanya candaan, Rasulullah tak pernah berbohong, karena setiap unta adalah anak unta.

Keutamaan Ummu Aiman

Di samping sebagai ibu asuh Rasulullah, Ummu Aiman sendiri merupakan pribadi yang lembut dan baik akhlaknya. Bahkan di usia tuanya, Ummu Aiman tak kehilangan semangat untuk melumpuhkan musuh Islam kala itu. Beliau pernah ikut dalam perang Uhud dan mengambil andil yang cukup penting. Bersama para muslimah lain, Ummu Aiman berperan untuk memberikan minum pada pasukan muslim dan mengobati mereka yang terluka. Begitu pula di perang Khaibar.

Pada perjalanan hijrah yang pertama, Ummu Aiman bersama para rombongan berjalan tanpa membawa bekal. Rupanya Ummu Aiman tengah melakukan puasa. Namun karena terik yang amat sangat, ia merasa sangat kehausan hingga tiba-tiba muncul ember dengan tali putih yang menjulur dari langit. Ummu Aiman kemudian meminum air yang terdapat dalam ember tadi hingga kenyang.

Setelah kejadian tersebut, Ummu Aiman pernah berkata, “Saya tidak pernah lagi merasakan haus sesudah itu. Sungguh, saya biasa menghadapi rasa haud dengan puasa di siang hari, namun kemudian aku tidak merasakan haus lagi setelah minum air tersebut. Meskipun aku puasa di siang hari yang panas, aku tetap tidak merasakan haus.”

Pada akhirnya, Ummu Aiman wafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, tepat pada hari keduapuluh setelah terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu.

Wallahu ‘alam.

Itsna Diah

Add comment

Submit