Muslimahdaily - Malam Lailatul Qadar merupakan malam suci dan istimewa bagi umat Muslim dikarenakan pada malam ini, Malaikat Jibril menurunkan ayat-ayat pertama Al-Quran kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wassalam. Malam Lailatul Qadar juga dikenal dengan sebutan malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Al-Faqih berkata bahwa Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami dengan sanadnya dari Al-Hasan. Ia mengatakan pada saat orang-orang sedang bertengkar, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam keluar kemudian bersabda mengenai malam lailatul qadar.
“Aku datang bermaksud untuk memberi tahu kepadamu tentang lailatul qadar, hanya saja aku khawatir kamu akan bersandar padanya dan barangkali akan menjadi lebih baik. Carilah lailatul qadar itu pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan pada malam terakhir.” Ucap Nabi Muhammad SAW kepada Muhammad bin Al-Fadl.
Kemudian, Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wassalam menjelaskan mengenai tanda-tanda dari malam lailatul qadar.
“Tanda-tandanya, yaitu bahwa malam itu udaranya terang, tidak panas dan tidak dingin, dan pagi harinya, matahari terbit dengan cahaya yang tidak tajam. Barang siapa yang menghidup-hidupkan malam itu dengan iman dan mengharapkan ridha Allah, maka Allah ampuni dosanya yang sebelum itu.”
Dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam mempersyaratkan adanya iman dan mengharapkan ridha Allah dalam berpuasa pada siang hari, maupun saat beribadah di malam hari.
Iman sendiri merupakan pembenaran terhadap adanya pahala yang dijanjikan Allah kepadanya. Jika mengharapkan mendapat pahala dari Allah, maka hendaknya benar-benar khusyuk dan ikhlas di dalam mengerjakan puasa maupun ibadah di malam hari.
Selain itu, untuk mendapatkan pahala, maka harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kemuliaan bulan Ramadhan dengan menjaga lisannya dari dusta, menggunjing, dan bicara yang tidak ada gunanya, menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan dosa dan kesalahan-kesalahan, serta menjaga hatinya dari perasaan dengki dan memusuhi kaum muslimin.
Namun meski telah melakukan kebijakan tersebut, perlunya merasakan khawatir apakah Allah berkenan menerimanya atau tidak. Hal itu diceritakan dari sebagian orang yang bijaksana.
“Wahai Tuhanku, Engkau telah menjamin pahala bagi orang yang tertimpa musibah baik di dunia maupun di akhirat. Wahai Tuhanku, seandainya Engkau menolak puasa ini kepada kami, janganlah kami terhalang untuk memperoleh pahala musibah, wahai Dzat yang terkenal dengan kebaikan-Nya.”
Abu Dzarr Al-Ghifari mengatakan bahwa ia dan yang lainnya berpuasa bersama-sama dengan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam dan pada malam ganjil mulai dari malam 23, 25, hingga 27, Nabi bangun malam dan mengerjakan salat sampai habis sepertiga malam. Bahkan, di malam ke 27, beliau bangun malam dan mengajak semua anggota keluarga serta mengerjakan salat bersama-sama hingga mereka merasa khawatir (kalau-kalau) mereka kehabisan waktu sahur. Sementara di malam genap seperti malam ke 24, dan 26, beliau tidak keluar.
Saat mengerjakan ibadah malam pada malam ke 25 di bulan puasa, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam bersabda. “Barang siapa yang keluar dan mengerjakan salat bersama-sama dengan imam hingga imam pulang, maka dicatat baginya pahala seperti beribadah sepanjang malam.”
Meski memiliki pahala yang luar biasa, Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wassalam tidak menjadikan ibadah malam hari di bulan puasa sebagai sebuah keharusan lantaran khawatir umatnya tidak sangggup untuk mengerjakannya.
Aisyah ra. meriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wassalam keluar di tengah malam pada awal bulan Ramadhan, mengerjakan salat di masjid dan orang-orang mengikuti salatbeliau. Pagi harinya orang-orang membicarakan yang demikian itu. Pada malam kedua, banyak orang yang (yang menunggu di masjid), beliau mengerjakan salat dan mereka mengikuti salat beliau. Pada malam ketiga, banyak sekali orang sehingga masjid itu tidak menampung pengunjung, namun beliau tidak keluar kepada mereka sampai beliau keluar untuk mengerjakan salat subuh.
Setelah melakukan salat subuh, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam bertemu mereka dan mengeluarkan sabda terkait ibadah malam di bulan puasa.
“Sesungguhnya bukannya aku tidak tahu keadaanmu semalam, akan tetapi aku khawatir kalau-kalau salat malam itu diwajibkan atas kamu, lantas kamu tidak mampu untuk mengerjakannya.”
Nabi Shalallahu’alaihi Wassalam menganjurkan untuk salat malam pada bulan Ramadhan tanpa menyuruh kepada mereka sebagai suatu keharusan (kewajiban), sampai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam wafat keadaan tetap seperti itu.