Nu’aim bin Mas’ud, Sahabat Nabi yang Cerdik

Muslimahdaily - Nu’aim bin Mas’ud memiliki nama lengkap Nu'aim bin Mas'ud bin Amir al Asyja'y, beliau merupaka seorang terkemuka dan keturunanan saudagar yang cukup besar dari Bani Ghatafan, Beliau dan keluarganya tinggal di Nejed, wilayah sekitar Mekkah.

Nu’aim juga dikenal sebagai seorang yang pandai dalam segala bidang, terlebih keahliannya dalam berdiplomasi dan bernegosiasi. Sehingga Ia berteman baik dengan orang-orang Yahudi dari Bani Quraizhah yang berawal dari perjalanan membawa dagangannya ke Madinah. 

Aktifitas Nu’aim dalam berdagang, membuatnya sering melakukan perjalanan dari Nejed ke Madinah, hingga suatu hari di Madinah ia mengetahui akan keberadaan Rasulullah dan para sahabat yang sedang menyiarkan agama Islam. Perlahan ia tak merasa terusik, namun setelah mendengar desas desus negatif yang dilakukan orang-orang Yahudi Bani Nadhir terhadap Rasulullah dan para sahabat, ia pun hendak melakukan perlawanan. 

Orang-orang Yahudi dari Bani Nadzir (orang-orang Yahudi yang tinggal di sekitar Madinah) menghasud kaum Quraisy di Mekkah dan orang-orang Yahudi bani Quraizhah walaupun pada awalnya menolak karena bani Quraizhah telah melakukan janji perdamaian dengan kaum muslimin, akan tetapi rayuan pimpinan Bani Nadhir membuat bani Quraizah mengikuti ajakannya, serta Bani Nadzir pun membujuk Bani Ghatafan untuk memerangi Rasulullah dan para sahabat. Nu’aim bin Mas’ud pun berada di pasukan Bani Ghatafan.

Menjelang peperangan yang dikenang sejarah sebagai Perang Ahzab atau Perang Khandaq dan adapula yang menyebutnya Perang Parit. Musuh telah memboikot pangan dan juga mengepung kaum muslimin, dan berjaga di tenda-tenda dekat dengan pasukan kaum muslimin yang terhalang parit. Adapun jumlah pasukan musuh sangatlah banyak sedangkan kaum muslimin di Madinah masih sedikit.

Sehingga menimbulkan kekhawatiran Rasulullah akan umatnya. Nabiyullah pun berdo’a, “Ya Allah, aku meminta janji-Mu... Ya Allah, aku menagih janji-Mu!”

Menjelang peperangan yang sudah dekat, Nu’aim bin Mas’ud mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan mengatakan keinginannya untuk memeluk agama Islam. Sungguh kejadian ini atas takdir dan petolongan Allah Subhanahu wa ta’ala untuk kaum muslimin. Kemudian Rasulullah meminta bantuan Nu’aim dalam peperangan ini.

Nu’aim bin Mas’ud yang pandai dalam berdiplomasi pun mendatangi tokoh-tokoh dari sekutu musuh. Ia memang dikenal sebagai seorang yang baik dan amat dipercaya, maka sekutu musuh pun menerima kehadirannya dan berdiskusi tentang peperangan. Adapun yang pertama di temuinya adalah Bani Quraizhah, dikatakan pada mereka bahwa Quraisy dan Gathfan dalam perang ini memiliki alasan tersendiri yang tidak kalian miliki. 

“Tanah ini (Madinah) adalah negeri kalian. Di sini terdapat harta, anak-anak dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan bisa meninggalkan negeri ini. Sedangkan Quraisy dan Gathfan negeri, harta, anak dan istri mereka tidak berada di sini. Sehingga ketika Muhammad menang mereka akan kembali ke negaranya yang aman, sedangkan kalian pasti cinta pada negeri ini dan ingin negeri ini aman,” katanya pada pemimpin Bani Quraizhah.

Perkataan Nu’aim pun dibenarkannya dan membuat kaum  Quraizhah memutuskan tidak ikut berperang dan menulis surat penyesalan karena meninggalkan janji perdamaian dengan kaum muslimin. 

Setelah itu, Nu’aim bin Mas’ud pun mendatangi kaum Quraisy dan bertemu dengan para tokohnya yang salah satunya Abu Sufyan bin Harb, Nu’aim menjabarkan kedekatan mereka dan mengatakan bahwa Kaum Quraizhah telah mengirim surat penyesalan karena meninggalkan janji perdamaian dengan kaum muslimin dan mereka akan mengirimkan tokoh Kaum Quraisy sebagai tebusannya. 

Abu Sufyan pun memerintahkan salah satu anggotanya untuk memastikan kebenaran ungkapan Nu’aim, hingga utusannya pulang kembali dan mendengar bahwa Bani Quraizhah tidak berperang jika kaum Quraisy dan Bani Ghatafan tidak memberikan 70 orang sebagai jaminan. Sehingga hal ini membuat kaum Quraisy membenci Bani Quraizhah dan menanggalkan perselishan di antara mereka termasuk Bani Ghatafan yang juga berhasil dibujuk oleh Nu’aim bin Mas’ud seperti halnya yang dilakukan kepada bani Quraisy.

Sungguh, diplomasi yang dilakukan oleh Nu’aim sangat cerdas dan telah menyelamatkan satu kota utuh yakni Madinah serta pasukan kaum Muslimin.

Allah mengirimkan balasan kepada para musuhnya dengan mendatangkan angin yang kencang ke arah mereka dan memporak porandakan tenda-tendanya sehingga membuat pasukan musuh meninggalkan wilayah kaum muslimin. 

Adapun Nu’aim bin Mas’ud menjadi orang kepercayaan Rasulullah dan mendapatkan beberapa amanah untuk membela agama Allah. Ketika Abu Syufyan bin Harb mengetahui Nu’aim bin Mas’ud membawa panji Islam, Ia mengatakan, “Sungguh buruk apa yang diperbuatnya terhadap kita di hari Khandaq. Dahulu ia termasuk orang yang paling bermusuhan terhadap Muhammad, sekarang ia membawa panji kaumnya di depannya dan berlalu untuk memerangi kita di bawah panjinya.”

Nu’aim bin Mas’ud pun mengabdikan seluruh hidupnya untuk Islam. Ia memperjuangkan Islam dengan raga dan bahkan hartanya. Perjuangannya terus berlanjut setelah Rasulullah meninggal hingga kembali pulang ke Rabbnya karena syahid dalam perang Jamal di akhir masa ke khalifahan Ustman bin Affan atau di awal masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. 

Add comment

Submit